Liputan6.com, Jakarta - Sebuah perayaan, termasuk Waisak, tidak lengkap rasanya jika tidak menyinggung soal kuliner khas. Kehadirannya pun selaras dengan spirit salah satu hari tersuci bagi umat Buddha, di mana waktu ini digunakan untuk bersedekah, mencari berkah, dan merenungkan ajaran Buddha.
Mengutip The Finder Singapore, Rabu, 26 Mei 2021, salah satu dari lima sila Buddhisme adalah tentang menahan diri dari meniadakan makhluk bernyawa. Dengan kata lain, tidak membunuh makhluk hidup apa pun.
Umat Buddha percaya bahwa ini juga berlaku untuk hewan, sehingga begitu banyak di antara mereka, walau tidak semua, memilih jadi vegetarian, dan praktik ini sebagian besar dilakukan selama perayaan Waisak. Kendati, pelaksanaan dan pilihan menunya sangat mungkin berbeda antar komunitas.
Advertisement
Baca Juga
Makanan tradisional seperti sup vegetarian dan "sup biksu," yang disiapkan dengan labu, kacang-kacangan, mi, dan ubi jalar disajikan sebagai hidangan Waisak di beberapa negara Asia, termasuk Singapura. Puding beras bercita rasa manis juga umumnya dikonsumsi saat Waisak, terutama di India.
Terlepas dari perayaan Waisak, vegetarian Buddha sehari-hari biasanya mengikuti pola makan lacto-vegetarian, menurut Healthline. Ini berarti mereka mengonsumsi produk susu, tapi mengecualikan telur, unggas, ikan, dan daging dari menu makanan.
Tapi, praktik vegetarian ini bervariasi dari sekte ke sekte, bahkan di dalam sebuah sekte. Secara keseluruhan, penganut Buddha Theravada tidak membunuh hewan itu sendiri, tapi menganggap vegetarian sebagai pilihan pribadi. Sekolah Vajrayana, yang mencakup Buddha Shingon Tibet dan Jepang, mendorong vegetarisme, tapi tidak menganggapnya mutlak dalam praktik Buddha.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ajaran Buddha dalam Konsumsi Makanan
Ajaran etika Buddha lain, yakni melarang konsumsi alkohol karena dianggap dapat mengaburkan pikiran dan membuat penganutnya melanggar aturan agama. Namun, penganut agama awam sering mengabaikan ajaran ini, karena beberapa upacara tradisional menyertakan alkohol.
Selain alkohol, beberapa umat Buddha menghindari konsumsi tanaman yang berbau menyengat, khususnya bawang putih, bawang merah, daun bawang, dan bawang merah. Pasalnya, sayuran ini dianggap dapat meningkatkan gairah seksual saat dimakan dan marah saat dimakan mentah.
Puasa juga jadi bagian praktik etika Buddha lain. Saat menjalankan puasa, mereka biasanya tidak makan dari siang hingga fajar keesokan harinya sebagai cara untuk berlatih pengendalian diri. Namun, seperti pengecualian daging dan alkohol, tidak semua umat Buddha atau penganut agama awam, berpuasa.
Advertisement