Liputan6.com, Jakarta - Anggota parlemen dan guru agama Islam perempuan atau disebut asatizah di Singapura angkat bicara. Mereka menentang jajak pendapat melalui media sosial yang bersifat ofensif terhadap guru agama Islam perempuan.
Melansir AsiaOne, Jumat 28 Mei 2021, jajak pendapat tersebut meminta orang-orang untuk menyusun daftar guru agama Islam perempuan menurut daya tarik seksual mereka. Jajak pendapat tersebut pertama kali disoroti oleh Ustaz Muhammad Zahid Mohd Zin pada Rabu malam, 26 Mei 2021, dalam sebuah unggahan di Instagram-nya.
Advertisement
Baca Juga
Daftar tersebut menunjukkan setidaknya ada 12 asatizah sedang diperingkat, dengan 1.005 partisipan dalam jajak pendapat itu. "Saya mendapat panggilan darurat dari ustazah (asatizah perempuan) dan terkejut! Semua yang tercantum di sini dalam aplikasi adalah asatizah lokal kami! Siapa yang melakukan ini harus dimintai pertanggungjawaban!" tulis Ustaz Zahid dalam unggahannya.
Wakil Direktur Kantor Mufti Majelis Agama Islam Singapura (Muis), Ustaz Irwan Hadi, juga membagikan unggahan serupa, pada Rabu, 26 Mei 2021. Ia mengungkapkan rasa jijiknya pada kiriman tersebut. Dia juga mengimbau bagi mereka yang terlibat agar ditangani dengan "kekuatan hukum penuh".
Mengomentari kiriman Ustaz Irwan, anggota parlemen GRC Chua Chu Kang Zhulkarnain Abdul Rahim mengatakan bahwa orang-orang yang memulai pemungutan suara harus dimintai pertanggungjawaban.
"Ini benar-benar tidak dapat diterima terhadap wanita dan asatizah kami ... Orang dan 245 orang yang melakukan jajak pendapat harus dimintai pertanggungjawaban," kata Zhulkarnain, mengacu pada tangkapan layar yang menunjukkan bagaimana 245 orang telah memberikan suara dalam jajak pendapat itu.
Â
Lawan Pelecehan Perempuan
Pada Kamis, 28 Mei 2021, Sekretaris Parlemen untuk Kesehatan dan Komunikasi dan Informasi Rahayu Mahzam dalam sebuah unggahan di Facebook meminta masyarakat untuk melawan pelecehan terhadap perempuan dan mengajari orang-orang, terutama kaum muda, mengapa merendahkan perempuan dan laki-laki itu salah.
Dia menambahkan bahwa ada kebutuhan masyarakat di sini untuk melihat bias bawah sadar dalam kemampuan dan kapasitas orang, terlepas dari keadaan mereka.
Rahayu, yang juga penasihat Sayap Perempuan Partai Aksi Rakyat (PAP), mengatakan bahwa segala upaya untuk mendorong pengembangan perempuan akan tidak ada artinya bila masyarakat masih tidak menghormati dan masih memandang perempuan sebagai gender yang lebih lemah atau sebagai objek seksual.
"Saya yakin bahwa situasi di Singapura tidak sepenuhnya seperti ini. Ada beberapa orang yang tingkah laku dan komentarnya tentang wanita tidak dapat diterima dan berselera buruk. Saya senang mencatat bahwa banyak orang di komunitas kami, terutama laki-laki, menentang pelanggaran semacam itu dan mengutuk tindakan semacam itu," katanya.
"Saya berbesar hati. Tapi kita perlu terus mendidik dan melihat celahnya," lanjutnya.
The Straits Times mengungkapkan jajak pendapat tersebut dibuat di platform media sosial MeWe. Aplikasi itu mirip dengan Facebook yang memungkinkan pengguna untuk mengirim komentar, memulai polling, mengirim pesan satu sama lain, dan melakukan diskusi grup. (Jihan Karina Lasena)
Advertisement