Sukses

6 Fakta Menarik tentang Baubau yang Punya Benteng Terluas di Dunia

Masih jarang yang mengenal Baubau, termasuk soal fakta kota itu memiliki benteng terluas di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Baubau merupakan salah satu kota yang ada di Pulau Buton, Sulawesi Selatan. Dengan luas wilayah 295.072 meter persegi, kota tersebut menduduki peringkat ke-8 sebagai kota terbesar di Sulawesi berdasarkan jumlah populasinya pada 2010.

Baubau adalah pusat Kerajaan Buton atau Wolio yang berdiri pada awal abad ke-14. Kerajaan itu tepatnya berdiri sejak 1332 sampai 1960. Dengan sejarah panjang, tak heran bila banyak warisan leluhur yang ditinggalkan, seperti naskah kuno, kuburan raja dan sultan, benteng pertahanan keraton, pintu gerbang yang disebut lawa, dan meriam tua. Namun, naskah kuno itu dibawa oleh Belanda ke negaranya.

Ikon Baubau adalah buah nanas. Anda mudah menemukan gambar ikon itu di berbagai sudut kota, termasuk yang berwujud monumen. Filosofi yang terkandung di dalamnya adalah bahwa masyarakat Buton dapat beradaptasi di mana saja, seperti nanas yang dapat tumbuh di mana saja, baik di pesisir, daerah bebatuan, atau daerah dengan iklim buruk sekalipun.

Selain itu, nanas juga memiliki daun berduri yang memiliki arti bahwa Buton memiliki kekuasaan yang tak bisa sembarangan diganggu orang lain. Meskipun terlihat garang, nanas tetap memiliki cita rasa manis dan segar yang berarti masyarakat Buton tetap baik perangai dan hatinya.

Masih banyak lagi fakta menarik tentang Baubau. Liputan6.com telah merangkum enam di antaranya dari berbagai sumber.

1. Penulisan Nama Baubau Bukan Bau-bau

Berdasarkan Perda No.02 Tahun 2010 tentang Penetapan Hari Jadi Kota Baubau dan Perubahan Penulisan Baubau, ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 bahwa penulisan nama kota berubah. Awalnya, penulisan nama kota ini yaitu Bau-bau. Setelah diubah, penulisan nama Baubau yang sebenarnya yakni Baubau tanpa menggunakan tanda hubung. Nama ini disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

2. Benteng Terluas di Dunia

Benteng Keraton Buton atau Benteng Wolio merupakan salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Buton. Benteng yang terletak di atas Bukit Wolio ini memiliki luas 23,375 hektare. Luasnya yang tak kecil membuat Benteng Wolio dinobatkan sebagai bangunan pertahanan terluas di dunia pada September 2006. Letaknya yang berada di ketinggian 100 meter di atas permukaan laut dengan lereng yang cukup terjal cocok untuk dijadikan benteng pertahanan pada masanya.

Benteng Wolio memiliki empat buah pos pengintai, 12 pintu gerbang, 16 benteng kecil, parit dan berbagai senjata. Desain bangunan Benteng Wolio pun sangat menarik lantaran memiliki bentuk arsitektur yang terbuat dari batuan gunung dan karang.

Karang tersebut direkatkan dengan putih telur serta campuran pasir dan juga kapur. Tinggi serta tebal setiap dinding yang ada di benteng tidak sama, hal ini dikarenakan bangunan tersebut mengikuti kontur tanah atau lereng bukit. Tinggi tembok rata-rata mencapai 8 meter dan ketebalan mencapai dua meter.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

3. Patung Sejuta Legenda

Terdapat sebuah patung dengan sejuta legenda di Kota Baubau. Patung ini juga menjadi ikon kebanggaan dari Kota Baubau, yakni patung naga berwarna hijau. Patung naga Kota Baubau memiliki keunikan, yaitu kepala naga dan ekornya terpisah sejauh 5 kilometer.

Kepala naga berada di pantai Kamali dengan ketinggian 5 meter dan terlihat sedang berpose memamerkan cakarnya, sedangkan ekor naga terdapat di depan kantor wali kota Buton dengan ketinggian mencapai 7 meter. Menurut legenda yang ada, patung ini konon berdiri sejak zaman Kesultanan Buton. Patung naga merepresentasikan perekonomian Kesultanan Buton dengan imperium China di zaman kerajaan dulu.

4. Masjid Tertua di Pulau Buton

Masjid Quba merupakan salah satu masjid yang menyimpan banyak sejarah. Masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Pulau Buton dengan usianya yang mencapai 194 tahun. Masjid Quba dibangun pada 1826 Masehi oleh Sultan Buton ke-29, Muhammad Idrus Kaimuddin.

Dahulu, masjid ini hanya tempat ibadah Sultan bersama keluarganya. Namun, bertambahnya penduduk di Baubau membuat Masjid Quba dibuka untuk masyarakat umum. Uniknya, bangunan ini tak terlihat seperti masjid melainkan seperti rumah warga pada umumnya. Kubah atap masjid terlihat melengkung. Selain itu, Masjid Quba juga tak memiliki bedug karena mencontohkan masjid yang ada di Madinah, Arab Saudi.

3 dari 4 halaman

5. Tradisi Adat Batu Poaro

Tradisi unik yang ada di Baubau ini telah muncul sejak ulama Syekh Abdul Wahid menyebarkan Islam di Pulau Buton pada 936 Hijriah atau 1526 Masehi. Batu Poaro yang jadi tradisi warga Baubau ini dipercaya sebagai batu pijakan Syekh Abdul Wahid saat diusir dan menyeberangi lautan. Masyarakat sekitar menggelar tradisi adat Batu Poaro sebagai cara membesarkan lagi kejayaan Syekh Abdul Wahid yang berhasil mengislamkan Kerajaan Buton.

Tradisi adat Batu Poaro diawali dengan beberapa warga yang mengangkat talang berisikan sesajen dari masjid menuju Laut Wameo. Lalu, beberapa lelaki yang mengenakan jubah biru dan serban putih di kepala meletakkan talang yang berisi makanan di atas Batu Poaro. Kemudian, Wali Kota Baubau bersama para tokoh lainnya turun ke tepi laut sambil memegang batu sambil membaca doa. Setelah selesai, uang yang ada di atas batu diperebutkan oleh puluhan anak-anak.

6. Ritual Haroana Andala

Masyarakat Baubau juga memiliki tradisi unik lainnya, yaitu Pesta Dalat Laut atau Ritual Haroana Andala. Tradisi tersebut merupakan ritual memberikan sesajen kepada lautan sebagai ungkapan rasa syukur para nelayan kepada Tuhan lantaran telah membuat hasil nelayan melimpah. Ritual Haroana Andala dilakukan oleh nelayan yang dipimpin langsung oleh Imam Masjid Bone-bone.

Ritual diawali dengan pembacaan doa oleh tokoh adat. Lalu, beberapa pemuda mengangkat sebuah bahtera atau rakit kecil usai membaca doa. Beberapa makanan seperti nasi pulut, beberapa batang rokok, ikan bakar, bermacam kue tradisional, dan dua ekor ayam diletakkan di atas rakit.

Rakit tersebut kemudian dibawa ke tengah laut dengan diikuti para nelayan menggunakan kapal ikan. Setelah itu, rakit diletakkan di atas lautan. Para nelayan lalu pergi ke makam tua seorang nelayan untuk memanjatkan doa. (Dinda Rizky Amalia Siregar)

4 dari 4 halaman

Agenda Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021