Liputan6.com, Jakarta - Selalu ada kisah tak terduga yang hadir di seantero dunia. Salah satunya datang dari Jepang, di mana seorang guru yang menjemput murid yang bolos untuk kembali belajar di sekolah.
Dilansir Soranews24, Selasa (15/6/2021), insiden guru menjemput murid bolos sekolah tersebut terjadi di kota Handa, Prefektur Aichi. Pada musim gugur lalu, seorang anak yang duduk di sekolah dasar mulai jarang muncul ke sekolah dan saat musim dingin tiba, ia hampir berhenti sekolah.
Advertisement
Baca Juga
Wali kelasnya memutuskan harus mengunjungi rumah murid laki-laki itu untuk mendorongnya kembali ke sekolah. Guru tersebut berkunjung ke rumah si murid pada hari sekolah di pertengahan Desember 2020.
Orangtua murid itu tidak ada di rumah saat ia datang. Murid itu menghampiri pintu masuk untuk berbicara dengan gurunya.
Namun, murid laki-laki ini masih tetap menolak untuk ke sekolah dan akhirnya memutuskan pembicaraan. Guru itu mengikuti murid ke dapur, membawanya ke mobil, dan mengantarnya ke sekolah.
Kakak perempuan murid itu ada di rumah saat hal tersebut terjadi dan menyaksikan "penculikan bermotivasi akademis." Ia menelepon orangtuanya yang menghubungi sekolah sebelum guru itu tiba di sekolah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minta Maaf
Akhirnya, murid itu pun diizinkan pulang tanpa ikut belajar. Guru tersebut menyampaikan alasannya hingga menjemput dan mengajak muridnya kembali ke sekolah.
"Saya ingin menciptakan kesempatan baginya untuk kembali ke sekolah. Saya pikir saya melakukan hal yang benar," kata guru itu.
Dewan sekolah tidak setuju dengan tindakan guru itu dan telah menegur guru untuk perilaku yang mengabaikan perasaan anak itu. Ia pun telah meminta maaf kepada keluarga.
Advertisement
Alasan Murid Bolos
Ada alasan tersendiri hingga murid tersebut sering bolos sekolah. Kurangnya kehadiran anak laki-laki itu terkait masalah pergaulan dengan teman-teman sekolah. Ibu murid tersebut meminta pihak sekolah menghormati kondisi mentalnya, dan ia tidak ingin memaksa anaknya pergi ke sekolah.
Ada anggapan bahwa pada usia kritis dalam perkembangan pendidikan anak, ketidakhadiran yang berkepanjangan dari proses pembelajaran dapat berefek jangka panjang. Di sisi lain, ada trauma emosional pada tahun-tahun pembentukan kepribadian dalam kasus seperti ini.