Sukses

Foto Human Interest Tidak Selalu tentang Menampilkan Wajah Objek

Foto human interest diciptakan untuk membuat penikmatnya seolah hadir di lokasi pemotretan.

Liputan6.com, Jakarta - "Namanya juga (fotografi) human interest, jadi harus tertarik dulu dengan human," kata corporate photographer, Timur Angin, dalam kelas Live More and Learn More "Human Interest Photography," Rabu, 14 Juli 2021. Timur sudah familiar dengan potret "tempat-tempat jauh" yang dibawa ayahnya, Seno Gumira Ajidarma, setiap pulang dari perjalanan.

"Banyak foto di rumah saya, dan karena sudah melihatnya dari kecil, mungkin itu makanya mau jadi fotografer," katanya. Lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini akhirnya membangun ketertarikan pada fotografi human interest.

Diakui Timur bahwa jenis potret ini jadi "garing" saat tidak ada orang di dalam bingkainya. Namun, bukan berarti selalu wajah yang harus tampak di sana. Eksperimen visual ini juga bisa tanpa memperllihatkan wajah objek.

"(Tidak selalu menampilkan wajah) untuk menambah cerita," katanya. "Karena, seperti gambar yang saya tampilkan (memperlihatkan tangan biksu memegang juzu), itu jadi menambah elemen cerita di dalamnya."

Timur mengakui lebih suka memotret dengan memperlihatkan close up wajah objeknya. Dari visual itu, sambungnya, alangkah baik bila fotografer bisa menambah cerita untuk melengkapi tangkapan gambar tersebut.

Di beberapa waktu, Timur juga bermain-main dengan menjadikan orang hanya sebagai pendukung di dalam bingkai. Pasalnya, tanpa orang sebagai objek, foto human interest sangat mungkin tidak bernilai spesial, gagal menampilkan keseharian menusia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Merasakan Melalui Foto

Foto human interest, menurut Timur, adalah tentang merekam momen yang ingin dirasakan dan yang disuka si fotografer. Tidak sekadar membuatnya jadi foto biasa, namun membuat penikmatnya seolah turut hadir di sana.

Ia pun membagikan beberapa tips human interest photography. Pertama, perbanyak referensi. "Manfaatkan media sosial untuk cari referensi sebanyak-banyaknya. Zaman saya dulu biasanya lihat buku fotografi, dan itu harganya mahal minta ampun," katanya.

Kemudian, jaga penampilan sederhana mungkin. "Dulu saya selalu pakai sandal jepit dan celana pendek," imbuhnya.

Ketiga, bawa alat seminimal mungkin. "Saya tidak pernah menyembunyikan kamera saya. Itu sudah memberi pesan ke orang lain kalau iya saya mau memotret," tuturnya seraya menambahkan tips terakhir dengan menyinggung memori yang cukup untuk menangkap momen.

 

3 dari 4 halaman

Jaga Hasrat Belajar Memotret

Timur mengungkap ada beberapa trik dalam menghasilkan foto human interest. Pertama, meminta izin. "Ini sangat tergantung tempat. Tapi, sebaiknya memang dekati, minta izin. Saya biasanya bilang, 'Anggap saja saya tidak ada'," tuturnya.

Dalam pendekatan ini, alangkah baiknya pelajari beberapa kata dasar dalam bahasa lokal. "Terus always have your camera ready. Saya selalu mengalungkan kamera kalau memang sudah niat hunting (foto)," ucap Timur.

Terakhir, berikan sesuatu, asal jangan uang. "Kalau uang, takutnya jadi terbiasa. Bisa tanya, 'Sudah makan belum?' ada tukang mi ayam, tukang apa, traktir makan saja. Walau ada beberapa tempat, umumnya destinasi wisata, yang mau-tidak mau kita harus memberi uang," katanya.

Berkaca pada keadaan yang belakangan belum kondusif untuk berburu gambar, Timur mengatakan, "Walau keadaan sulit, semua pasti sulit, tapi hasrat belajar motret tetap kencang. Mulai saja dari sekeliling kita."

"Awali dari orang terdekat. Jadikan mereka sebagai objek. Terus jangan malu untuk publish karya. Karena yang bikin kita naik itu comment," tandasnya.

4 dari 4 halaman

Infografis Kesalahan Ketika Gunakan Masker Cegah COVID-19