Liputan6.com, Jakarta - UNESCO melalui World Heritage Center (WHC) telah meminta agar proyek pembangunan di Pulau Rinca, Taman Nasional (TN Komodo), dihentikan. Alasannya, pembangunan tersebut dianggap menjadi ancaman bagi nilai universal luar biasa (OUV). Namun, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno menyebut Indonesia tak bisa memenuhinya. Apa alasannya?
"Mereka minta di-halt, agar ditunda pembangunannya (di TN Komodo). Ya enggak bisa, kan udah mau selesai," kata Wiratno kepada Liputan6.com, Rabu (4/8/2021), seraya menyebut proses pembangunan sudah mencapai 95 persen.Â
Advertisement
Baca Juga
Dia menyatakan kekhawatiran UNESCO tentang pembangunan mengancam OUV tidak terbukti. Pembangunan tersebut, sambung dia, berjalan di lokasi sarana dan prasarana yang telah ada tetapi kondisinya rusak dan tidak memenuhi standar internasional. Tepatnya di kawasan seluas 1,3 hektare di Loh Buaya, Pulau Rinca, TN Komodo.
"Masa orang lihat komodo di kolong restoran?" ucapnya.
Menurut dia, sarana dan prasarana yang tersedia semula diperuntukkan untuk petugas di lapangan. Terdapat pula tempat makan dan minum untuk memfasilitasi pengunjung yang datang. Tapi, desainnya tidak sempurna sehingga bau dari restoran mengundang komodo datang.
"Turis datang ke situ, kalau enggak minum, enggak makan, gimana? Problemnya, baunya undang komodo ke situ. Penciuman komodo kan memang tajam," ia menerangkan.
Ia juga menyebut komodo di lokasi itu hanya 13 ekor dari sekitar 66 ekor yang ada di Loh Buaya. Karena itu, ia meyakini pembangunan tidak mengganggu ruang gerak komodo.
"Makanya, saya undang mereka datang September ke taman nasional. UNESCO, World Heritage, Duta, datang, lihat sendiri," ujarnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Fasilitas yang Dibangun
Wiratno menyatakan pemerintah akan segera memenuhi permintaan World Heritage Center dan IUCN untuk mengirim perbaikan data Amdal. Dia menyatakan proses penilaian dampak lingkungan itu juga dibantu oleh beberapa ahli dari IPB dan UGM, serta World Heritage Center.
Saat ini, Kementerian PUPR sedang memperbaiki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) agar sesuai dengan kaidah yang ditetapkan IUCN. Kedua dokumen rencananya dikirimkan ke WHC pada akhir Agustus 2021, agar bisa dipelajari IUCN dan WHC sebelum Sidang WHC ke-45 tahun 2022.
Sementara, pembangunan di Loh Buaya meliputi ranger camp, guide camp, researcher camp, plaza deck, resting post, elevated deck, reservoir tank, distribution pipeline, waiting room for visitor, jetty, coastal protection, dan information center. Elevated deck itu menghubungkan dermaga hingga ke pusat kamp, berdiri setinggi dua meter di atas tanah.
"Supaya pengunjung aman, bisa lihat komodo, tapi jalur mereka tidak terganggu," sambungnya.
Selama pembangunan, ia mengklaim tidak ada pohon yang ditebang atau pembukaan daerah baru karena menempati tapak yang sudah ada. Dengan pembangunan fasilitas itu, diharapkan pengunjung nantinya tidak hanya datang untuk melihat dan swafoto, tetapi juga bisa belajar tentang komodo secara langsung.
Wiratno juga berharap masyarakat turut membantu menjaga ekosistem Taman Nasional Komodo. "Masyarakat harus bantu kita. Komodo itu kan beri manfaat pada hotel dan pariwisata. Jangan hanya eksploitasi komodo untuk kepentingan sendiri," ucapnya.
Advertisement
Permintaan UNESCO
Dalam dokumen World Heritage Committee bernomor WHC/21/44.COM/7B diterangkan bahwa WHC pada 30 Oktober 2020 meminta Indonesia tidak melanjutkan proyek pembangunan infrastruktur pariwisata yang dapat memengaruhi OUV TN Komodo sebelum dikaji analisis dampak lingkungannya oleh IUCN. Pada 30 Oktober, Indonesia pun mengirimkan Amdal tentang pembangunan konstruksi di Pulau Rinca kepada WHC.
WHC kemudian mengirimkan surat kembali kepada Indonesia pada 12 Maret 2021. Dalam surat itu disebutkan bahwa WHC meminta tanggapan dari pemerintah terkait informasi yang diberikan pihak ketiga bahwa ada perubahan signifikan yang dibuat terkait sistem zona di Pulau Rinca. Perubahan itu mengakibatkan berkurangnya zona liar hingga sepertiganya.
Informasi pihak ketiga yang disebutkan WHC juga menyebut bahwa pemerintah menargetkan 500.000 kunjungan wisata tahunan ke Labuan Bajo, yang berarti dua kalli lipat dari kunjungan turis sebelum pandemi. Hal itu dinilai komite tak sesuai dengan visi pemerintah yang ingin mengubah pendekatan pariwisata massal menjadi lebih berkelanjutan.
Komite juga menilai Amdal yang disusun untuk proyek di Pulau Rinca tidak didukung analisis dampak potensial yang memadai. Hal itu, sambung laporan tersebut, diperparah dengan legislasi baru yang menyatakan pembangunan infrastruktur di properti itu bisa dilakukan tanpa Amdal. Maka itu, UNESCO meminta agar pemerintah menangguhkan proses pembangunan sebelum memasukkan ulang penjelasan dan dokumen yang diminta untuk dikaji oleh IUCN.
Proyek Jurassic Park
Advertisement