Sukses

6 Fakta Menarik tentang Badung Bali yang Tak Terpisahkan dari Sejarah Puputan

Kabupaten Badung, Bali, bisa disebut sebagai pusat pariwisata Pulau Bali dengan banyak destinasi yang sering dikunjungi wisatawan baik dalam maupun luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Badung merupakan kabupaten yang menjadi pusat pariwisata di Pulau Bali. Kabupaten seluas 418,52 kilometer persegi ini terbagi menjadi enam kecamatan, yakni Kuta Selatan, Kuta, Kuta Utara, Mengwi, Abiansemal, dan Petang.

Pusat Badung awalnya berada di Benculuk. Perubahan besar-besaran di sistem politik dan pembangunan pariwisata mendorong pemerintah pusat memekarkan Kabupaten Badung menjadi dua, yakni Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Badung pada 1992. Ibu kota Badung pun pindah dari wilayah Kota Denpasar ke Kecamatan Mengwi. Pada 12 Februari 2010, Badung resmi berpusat di Mangupura.

Sebelah utara Kabupaten Badung berbatasan dengan Kabupaten Buleleng. Di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan di sebelah barat dengan Kabupaten Tabanan. Terlihat dari peta, bentuk kabupaten ini menyerupai sebilah keris, sesuai dengan lambang daerah ini. Senjata tradisional itu melambangkan keberanian, kesatrian, dan mencerminkan semangat yang berhubungan dengan peristiwa Puputan Badung.

Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Badung sebanyak 548.191 ribu jiwa. Kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak jatuh pada Kecamatan Mengwi sebanyak 132.786 ribu jiwa. Kabupaten ini bisa disebut sebagai pusat pariwisata di Bali dengan berbagai lokasi yang sering dikunjungi, mulai dari Kuta, Legian, Seminyak, Sanur, Nusa Dua, hingga Tanjung Benoa.

Selain itu, masih banyak hal menarik lainnya dari Kabupaten Badung. Berikut enam fakta menarik yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Puputan Badung

Puputan bermakna perlawanan sampai titik darah penghabisan. Peristiwa itu dipicu laporan palsu seorang warga Tionghoa bernama Kwee Tek Tjiang. Ia menuduh rakyat Badung mencuri hartanya dan merampas perahunya. Laporan palsu itu terdengar di telinga Gubernur Jenderal Van Hentz. Dia memerintahkan Kerajaan Badung membayar ganti rugi 3.000 gulden.

Tak terima dengan tuduhan tersebut, Raja Badung bersikeras tak mau membayar. Sikap tersebut memicu kemarahan Gubernur Jenderal. Dia lalu melancarkan cara persuasi, blokade ekonomi, hingga akhirnya mengirim pasukan militer untuk menaklukkan Badung pada 4 September 1906.

Pertarungan sejak awal berlangsung sengit. Puncaknya pada 20 September 1906, pasukan Belanda mengepung sejumlah pusat kerajaan, mulai dari Puri Kesiman, Puri Denpasar, dan Puri Pemecutan. Laskar Badung melawan di berbagai tempat sejak pagi, baik laki-laki maupun perempuan. 

Perlawanan itu mengakibatkan banyak orang, termasuk Raja Badung, I Gusti Ngurah Gde Denpasar, saudara tiri raja yang masih berusia 12 tahun, dan Raja Badung dari Puri Pemecutan, I Gusti Gde Ngurah Pemecutan, gugur karena tembakan Belanda. Pertahanan terakhir Badung di Puri Pemecutan akhirnya berhasil diduduki Belanda sebelum pergantian hari. Perang tersebut diperkirakan memakan 7.000 korban jiwa.

Peristiwa perlawanan tersebut kemudian dikenang sebagai Puputan Badung. Bagi warga setempat, puputan berarti juga sikap mendalam yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur, yaitu ksatria sejati, rela berkorban demi kedaulatan dan keutuhan negeri (Nindihin Gumi Lan Swadharmaning Negara) membela kebenaran dan keadilan (Nindihin Kepatutan) serta berperang sampai tetes darah terakhir.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

2. Taman Puputan Badung

Taman Puputan Badung dikenal juga dengan Lapangan Puputan Badung. Taman ini untuk mengenang peristiwa perlawanan akbar rakyat Badung melawan intervensi penjajah.

Kini, Taman Puputan Badung bernama Lapangan I Gusti Ngurah Made Agung. Setiap Minggu sore, terdapat pementasan seni dan budaya. Bagi umat Hindu, taman ini dapat digunakan untuk beribadah seperti Tawur Agung kesanga dan Hari Raya Saraswati.

3.  Pura Taman Ayun

Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Badung, sekitar 60 menit dari Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Arti dari nama Taman Ayun berarti taman indah. Pura ini berdiri sejak zaman Kerajaan Mengwi pada 1634 oleh raja pertama I Gusti Ngurah Agung Sakti atau dikenal juga dengan Tjokorda Blambangan.

Pura ini awalnya merupakan pura keluarga Kerajaan Mengwi. Bangunan ini sebagai penyawangan atau simbol dari pura lantaran jaraknya dari sembilan pura utama di Bali cukup jauh untuk rakyat Mengwi. Dikisahkan dari cerita kuno Adhiparwa,  keseluruhan kompleks pura menggambarkan Gunung Mahameru yang mengapung di tengah lautan susu.

Pada 29 Juni 2012, UNESCO menetapkan lanskap budaya Bali dalam Warisan Duni, yag meliputi lima kabupaten, yaitu Kabupaten Gianyar, Badung, Buleleng, Bangli, dan Tabanan. Sementara, lokasinya meliputi Pura Ulun Danau Batur, Danau Batur, DAS Pakerisan, kawasan Catur Angga Batukaru, dan situ Pura Taman Ayun, dengan total luasan mencapai 20.974,70 hektare.

Dalam situs UNESCO disebutkan bahwa Pura Taman Ayun merupakan 'bangunan arsitektur terbesar dan paling mengesankan dari jenisnya di pulau itu'. Subak sendiri merupakan refleksi dari konsep filosofi Tri Hita Karana, yang meliputi hubungan manusia dengan dewa, antar-manusia, dan alamnya.

3 dari 4 halaman

4. Air Terjun Nungnung

Air terjun Nungnung terletak di sebuah desa kecil 55 kilometer dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Tinggi air terjun ini sekitar 50 meter dengan debit air yang cukup besar. Letak air terjun ini kurang lebih 900 meter di atas permukaan laut.

Perjalanan mencapai air terjun ini dapat ditempuh dengan melewati persawahan dan perbukitan berjarak dua kilometer dari jalan raya. Air terjun Nungnung juga dikenal sebagai air terjun tertinggi yang ada di Bali.

5. Upacara Penambalan Gigi

Upacara penambalan gigi bermakna membersihkan roh jahat yang ada pada diri manusia. Biasanya, upacara ini oleh masyarakat Bali disebut dengan Mepandes atau bisa juga disebut sebagai Matatah atau Mesangih.

Dalam upacara penambalan gigi, dua buah gigi taring dan empat gigi seri pada bagian atas akan dikikir atau diratakan. Upacara ini termasuk sebagai kewajiban, adat, dan budaya bagi umat Hindu di Bali secara turun-temurun.

Upacara sakral ini biasanya dikhususkan untuk anak-anak yang sudah beranjak dewasa, khususnya untuk anak perempuan yang sudah haid dan anak laki-laki yang memasuki masa pubertas. Upacara penambalan gigi dimaksudkan agar anak-anak tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang oleh agama.

6. Pusat Kerajinan Emas dan Perak

Pusat kerajinan ini berada di Desa Celuk. Kreasi dari perajin Bali ini menggunakan perak dan emas yang dibuat secara dekoratif, dengan sedikit penggunaan perak hitam. Inilah yang membedakan dengan kreasi perak di Yogyakarta yang didominasi oleh desain hitam yang diukir pada kepingan perak putih. Dengan lokasi desa yang berdekatan dengan Ubud, Besakih, dan Kintamani, Celuk menjadi salah satu destinasi wisata yang sering dikunjungi. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Aturan PPKM Darurat Jawa Bali