Liputan6.com, Jakarta - Keberlanjutan merupakan kata kunci menjalankan bisnis yang lestari. Tapi, porsinya di pasar digital masih belum setara dibandingkan produk yang dihasilkan dengan skema bisnis konvensional. Berangkat dari situasi tersebut, asosiasi pemerintah kabupaten Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) berencana menggelar UMKM Fair: Gerai Kabupaten Lestari secara virtual pada 17 Agustus 2021, bertepatan dengan HUT ke-76 RI.
Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Kamis, 12 Agustus 2021, Gerai Kabupaten Lestari adalah sebuah pasar virtual yang menghubungkan konsumen dengan produk lokal lestari dari berbagai UMKM kabupaten di Indonesia. Pelaksanaannya melibatkan multipihak, mulai dari SMESCO Indonesia, gerakan Hutan Itu Indonesia, dan LTKL.
Advertisement
Baca Juga
Gita Syahrani, Kepala Sekretariat LTKL, menerangkan produk yang lestari adalah produk yang tidak berdampak negatif bagi lingkungan, mampu memastikan kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam rantai pasok, dan mengelola energi, serta limbahnya secara bertanggung jawab. Lewat UMKM Virtual, LTKL ingin mendorong kampanye Bangga Buatan Indonesia melangkah lebih jauh.
"Kami ingin mendorong kampanye 'Bangga Buatan Indonesia' melangkah lebih jauh menjadi 'Bangga Buatan Indonesia yang Lestari.' Kami juga percaya bahwa pemulihan ekonomi pascapandemi berarti peningkatan produk lokal yang ramah lingkungan dan ramah sosial," ujar Gita.
Produk yang dijual didominasi makanan, minuman, dan kriya hasil produksi berbagai UMKM kabupaten di Indonesia. Seluruhnya melalui kurasi berdasarkan proses pembuatan yang ramah lingkungan, penggunaan bahan baku dari ekosistem yang terjaga, serta sudah berizin edar.
Selain menyasar konsumen individu, LTKL juga mendorong pemerintah memprioritaskan pengadaan barang dan jasa untuk barang lokal yang lestari. Saat ini, BUMN sudah mengalokasikan 20 persen pengadaan barang dan jasanya untuk produk lokal. Sedangkan menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), serapan produk lokal dipatok sebesar 40 persen untuk mendukung kampanye Bangga Buatan Indonesia.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harus Bertransformasi
Gita mengatakan UMKM lestari tak bisa lagi menghindari pasar digital saat ini. Situasi pandemi telah membatasi pergerakan transaksi secara langsung. Jika berkeras dengan pola lama, hal itu jelas tak akan menguntungkan pengusaha.
Salah satunya dialami oleh Emiliana (38), perajin anyaman bambu dari Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Sejak awal pandemi, ibu dua anak yang sudah 10 tahun menjalani usaha kriya itu kehilangan pemasukan karena usahanya sangat bergantung pada kunjungan wisatawan ke Sintang.
Emi yang tergabung dalam Koperasi Jasa Menenun Mandiri kemudian mempelajari pasar digital bersama ratusan perajin lain. Sembari belajar, ia juga mempraktikkan pengetahuannya. Peralihan ke dunia digital itu mulai berbuah. Saat Lebaran tahun lalu, Koperasi JMM yang menampung hasil kriya Emi menerima pesanan 80 produk anyaman dengan omzet sekitar Rp15 juta.
Pesanan itu masih mengalir hingga kini. Emi mengaku saat ini rata-rata pendapatannya dari menganyam mencapai Rp1 juta per bulan. Lewat pelatihan ini, JMM juga belajar menggunakan sistem tata niaga digital untuk dapat mengelola pesanan koperasi secara berkelompok dengan lebih efisien dan mampu memastikan semua produk punya kualitas yang sama baiknya.
"Sebelum pandemi, produk kami dibeli oleh wisatawan yang datang ke toko. Sejak pandemi, kondisinya berubah total, toko sangat sepi. Setelah memanfaatkan promosi lewat platform digital, pesanan bisa datang dan kami kerjakan secara berkelompok," kata Emi.
Advertisement
Perlu Dukungan
Di lain pihak, Benedikta Atika, Impact Investment Lead ANGIN menyatakan bahwa ada banyak sekali faktor yang membuat sebuah bisnis berhasil.
"Untuk mencapai tujuan tersebut, kami akan menilai elemen-elemen pendukung lainnya di rantai pasok, dari hulu hingga hilir. Misalnya, visi dan misi pendiri, sumber suplai produk, kesiapan tim, keunikan dan potensi produk, serta tempat pemasaran produk tersebut," tutur Atika.
ANGIN, kata dia, melihat potensi pasar produk lestari cukup besar karena kesadaran konsumen yang semakin tinggi untuk membeli produk yang berkualitas dan berdampak baik bagi lingkungan dan masyarakat. Wakil Bupati Sintang, Yoseph Sudianto, menyambut baik kolaborasi tersebut untuk membantu pengembangan potensi alam dan sumber daya di daerahnya.
"Kami menetapkan visi Sintang Lestari pada 2030. Untuk mencapainya, kami harap mendapat dukungan dari pemerintah pusat dalam membuka peluang pengadaan barang dan jasa bagi daerah, di luar kota-kota besar. Selain itu, kami juga membuka diri bagi investor produk lestari di daerah kami," kata Yoseph.
Atika menambahkan, pemerintah diharapkan memprioritaskan kemudahan berinvestasi melalui penyederhanaan izin usaha dan administrasi lainnya. Selain itu, perlu juga didorong untuk segera membuat definisi yang lebih jelas terhadap wirausaha lokal dan produk lestari.
"Dalam konteks investasi hijau, perlu ada insentif khusus bagi investor lestari atau investor yang fokus pada pelaku usaha yang mengedepankan keberlanjutan," kata Atika. (Gabriella Ajeng Larasati)
4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan
Advertisement