Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melanjutkan tradisi berbusana adat saat menghadiri Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8/2021) pagi. Ia mengenakan pakaian adat Suku Baduy, tepatnya warga Baduy Luar.
Di penghujung pidato kenegaraannya, Jokowi mengaku baju adat Baduy itu disiapkan khusus oleh Jaro Saija, tetua adat masyarakat Baduy sekaligus Kepala Desa Kanekes. Ia pun berterima kasih untuk itu.
"Saya suka karena desainnya yang sederhana, simpel, dan nyaman dipakai," ucap Jokowi.
Advertisement
Baca Juga
Setelan atas busana adat Baduy itu disebut baju kampret atau baju kelelawar. Bentuknya mirip kemeja tapi tanpa kerah dengan kancing depan dan saku ganda. Bentuknya longgar sehingga nyaman dipakai.
Baju kampret biasanya dipakai bersama celana panjang warna hitam dan ikat kepala dari batik Baduy yang berwarna indigo. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyandang tas koja.
Tas koja merupakan tas ramah lingkungan yang terbuat dari kulit pohon pohon teureup yang tumbuh di kawasan hutan adat masyarakat Baduy. Proses pembuatannya dengan menyayat tipis kulit pohon kemudian dipilin menyerupai tali. Selanjutnya, tali tersebut dijalin hingga membuat tas.
Bentuknya yang unik bernilai seni. Sementara, fungsinya beragam rupa, bahkan bisa menjadi tas sekolah. Tas koja juga sering dijajakan sebagai salah satu cinderamata bagi tamu yang berkunjung ke Baduy.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rahasia Baduy di Masa Pandemi
Jaro Saija merupakan salah satu sosok yang disorot selama pandemi Covid-19 berlangsung. Ia menjadi pemimpin warga Baduy agar terhindar dari infeksi penyakit tersebut. Dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, sampai saat ini Baduy masih nol kasus positif Covid-19.
Jaro Saija mengatakan masyarakat suku Baduy harus berada di wilayahnya dan tidak boleh ke luar daerah guna mencegah penyebaran COVID-19, terutama ke Jakarta, Tangerang, dan Bogor. Begitu juga warga Baduy yang merantau diminta untuk pulang.
Sebelum masuk pemukiman adat, warga yang baru pulang merantau terlebih dahulu dicek kesehatannya di Puskesmas setempat. "Kami menjamin pemukiman Baduy terbebas COVID-19 dan penjagaan diberlakukan dengan ketat dan pengunjung yang hendak masuk ke tanah hak ulayat Baduy dilakukan pemeriksaan kesehatan," ujarnya menjelaskan.
Pihaknya juga bekerja sama dengan pihak puskesmas setempat. Mereka membantu mengedukasi bahaya Covid-19 kepada warga Baduy, sembari membagikan ribuan masker, menyemprot disinfektan, dan mendirikan wastafel di sepanjang pintu gerbang menuju pemukiman Baduy.
Advertisement
Jaga Pertanian
Meski demikian, situasi pandemi bukan berarti tak berdampak sama sekali kepada warga Baduy. Lantaran pembatasan, wisatawan pun tak bisa datang. Padahal, kunjungan mereka selama ini cukup signifikan membantu pemasukan warga setempat.
Dikutip dari laman Projectmultatuli.org, seorang penenun Baduy bernama Intan mengatakan pendapatnya menurun drastis. Meski begitu, ia bisa menjual beberapa produknya ke konsumen reguler.
Kerugian tersebut sejauh ini masih bisa ditoleransi karena warga Baduy terbilang bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Mereka memiliki sawah untuk memproduksi beras bagi komunitas. Setiap keluarga juga menyimpan cadangan pangan di leuit sebagai jaga-jaga dari kondisi darurat, seperti bencana alam atau banjir.
"Warga Baudy bekerja untuk pertanian. Dari situ kami bisa menghidupi diri. Pertanian adalah hal utama," ucapnya.
Pidato Jokowi dan Nota Keuangan 2020
Advertisement