Sukses

Selamatkan Petani Ulat Sutra Eri untuk Praktik Fesyen Berkelanjutan

Petani ulat sutra ini menolak praktik membunuh ulat sutra demi mendapatkan benang.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam praktik komersial, saat ulat sutra matang di dalam kepompong, kepompong tersebut direbus. Perebusan ini bertujuan membunuh ulat sutra dan memudahkan penguraian seratnya.

Pasalnya, ulat yang keluar secara alami umumnya mengigit kepompong hingga rusak sehingga benang yang dihasilkan tidak bernilai ekonomi. Namun, petani ulat sutra di Pasuruan, Jawa Timur tidak setuju dengan praktik itu.

Berdasarkan keterangan pada Liputan6.com, Rabu, 18 Agustus 2021, mereka ingin mempertahankan pupa ulat sutra tetap hidup, dikeluarkan secara manual dan tidak direbus untuk membunuhnya. Ulat-ulat akhirnya bisa hidup hingga dewasa dan bermetamorfosis.

Kebiasaan mereka membudidayakan ulat sutra tanpa membunuh pupa kemudian dikenal dengan istilah "peace silk." Bagi petani, untuk menghasilkan serat sutra sesuai standar mesin pintal fabrikasi, diperlukan serat yang bersih, dan hal ini hanya bisa dicapai dengan proses budidaya yang baik.

Sayangnya sejak pandemi, jumlah petani ulat sutra di Malang dan Pasuruan semakin berkurang. Kini hanya tinggal 20 orang saja yang aktif. Melie Indarto, fesyen desainer, sekaligus founder KaIND, mengatakan jumlah petani terus berkurang karena selama pandemi, minat pasar membeli produk berbahan sutra menurun drastis.

Sementara di sisi lain, hasil panen menumpuk dan tidak bisa diproses menjadi benang. Tidak adanya pemasukan mengakibatkan biaya operasional untuk budi daya ulat sutra eri tidak memadai. "Akhirnya mengakibatkan berhentinya proses budi daya sutra eri tersebut," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Bantu dengan Donasi

Berangkat dari keprihatinan ini, KaIND, Tencel, dan BenihBaik.com berkolaborasi demi memberdayakan petani ulat sutra. Juga, membantu produksi benang kombinasi serat tencel dengan merek dagang dan sutra eri.

"Tahun 2019, kami bekerja sama dengan sekitar 250 petani sutra eri di wilayah Malang, Pasuruan, Mojokerto, Tumpang, dan sekitarnya," kata Melie.

Saat ini, KaIND tengah berkolaborasi dengan BenihBaik.com, menggalang dana untuk upaya pelestarian ulat sutra dengan kampanye bertajuk "Berdayakan Petani Ulat Sutra Kita Bersama KaIND dan TENCEL."

"Kebaikan Anda akan menjaga keberlangsungan dan menghidupkan kembali budi daya petani sutra eri," ucap Melie.

3 dari 4 halaman

Berkontribusi dalam Ekosistem Fesyen Berkelanjutan

Menurutnya, dukungan terhadap pemberdayaan petani sutra eri ini juga tentang memajukan ekonomi lokal dan menghidupkan kembali ekosistem sutra eri yang terdampak pandemi. Tidak ketinggalan, praktik ini bermaksud menginspirasi pebisnis, serta komunitas industri fesyen untuk turut berkontribusi dalam menciptakan ekosistem busana berkelanjutan.

"Yang bisa dibantu secara kolektif, selain berdonasi, tentu di penyerapan produknya," kata Melie.

Dalam kasus ini, publik bisa terlibat langsung dengan membeli produk artisanal hasil produksi para petani ulat sutra melalui lini mode KaIND.

"Saat ini tersedia selendang sutra eri yang merupakan hasil kombinasi dengan serat tencel," ujarnya, menambahkan bahwa produk itu sudah bisa dibeli melalui situs mereka maupun profil pihaknya di e-commerce.

 

4 dari 4 halaman

Infografis Sampah Kemasan Produk Kecantikan