Liputan6.com, Jakarta - Nama Tuvalu mungkin belum banyak diketahui. Negara seluas 26 km persegi itu merupakan negara terkecil keempat setelah Vatikan, Monako, dan Nauru. Populasinya sekitar 10 ribu jiwa.
Sebelumnya, negara ini bernama Ellice Islands. Negara yang terletak di antara Hawaii dan Australia di Samudra Pasifik ini bertetangga dekat dengan Kiribati, Nauru, Samoa, dan Fiji.
Meski kecil, Tuvalu punya keindahan alam yang mampu memikat banyak wisatawan. Pemandangan Laut Funafuti, ibu kota Tuvalu, memiliki pesona luar biasa. Seluruh negeri di Kepulauan Polinesia itu dibangun di atas tiga pulau karang yang sangat tipis dan berkelok-kelok yang di atas ombak hamparan luas Samudera Pasifik.
Advertisement
Baca Juga
Terkadang jarak dari satu pantai Tuvalu ke pantai lainnya hanya beberapa meter dengan ombak laut, tapi ombak itulah yang menjadi ancaman terbesar bagi keberadaan masyarakat Tuvalu. Sebuah laporan yang dirilis pekan lalu menyebutkan, orang-orang yang tinggal di Tuvalu sangat ketakutan saat permukaan air laut sedang naik atau pasang.
Bahkan, ada kekhawatiran seluruh negeri yang pada titik tertingginya hanya 4,5 meter di atas permukaan laut, yaitu negara mereka, bisa secara mendadak 'hilang dari peta' karena tenggelam. Bukan hanya Tuvalu, sebagian besar wilayah Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, dan banyak lainnya di Pasifik barat juga nyaris mengalami kondisi serupa akibat perubahan iklim.
"Kedengarannya kasar, tetapi sangat sulit untuk membayangkan beberapa tempat dataran rendah ini masih ada," kata ilmuwan iklim dari Universitas Monash, Profesor Shayne McGregor, melansir laman News.com.au, 16 Agustus 2021.
Tanah Tuvalu yang dulunya subur kini menjadi lebih tandus karena menyerap garam laut. Akibatnya, hanya sedikit tanaman yang bisa tumbuh. Penyimpanan air bawah tanah juga telah dibanjiri oleh air laut yang berarti penduduk setempat bergantung pada air hujan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bencana bagi Pasifik
Dalam pertemuan Forum Pulau Pasifik pada 6 Agustus 2021, Perdana Menteri Tuvalu, Kausea Natano mengatakan, kondisi itu akan menjadi 'bencana' bagi Pasifik. "Tidak ada keraguan bahwa kenaikan permukaan laut terus mengancam inti keberadaan kita, kenegaraan kita, kedaulatan kita, rakyat kita, dan identitas kita," tutur Kausea.
Sementara menurut McGregor, Pasifik tropis barat telah melihat permukaan laut naik lebih tinggi ketimbang di tempat lain karena fenomena El Nino dan La Nina. Permukaan laut di seluruh dunia memang tidak statis dan juga tidak naik atau turun secara seragam.
"Lautan bergolak bukannya diam. Sesuatu yang sehari-hari seperti pasang surut bisa sangat bervariasi bahkan di sekitar benua Australia. Selain itu, efek dari permukaan laut yang lebih tinggi tidak akan sama di setiap lokasi. Beberapa tempat akan memiliki tebing atau pertahanan pantai buatan yang melindungi daratan," terangnya.
Advertisement
Ancaman Air Laut
Pulau-pulau di dataran rendah pasifik diyakini akan berada di bawah ancaman air laut yang volumenya terus naik. Belum ada teknologi apapun yang dapat menghalau kekuatan alam itu.“
"Titik tertinggi di atas permukaan laut di Tuvalu mungkin 4,6 meter tetapi ketinggian umum dari permukaan laut adalah sekitar 1,2 meter yang sangat rendah dan mereka tidak punya banyak pertahanan," ucap McGregor.
Selain Tuvalu, Kepulauan Marshall yang berpenduduk 60.000 orang juga disebut sebagai negara paling terancam di dunia karena risiko perubahan iklim. Meski setiap hari hidup dalam bayang-bayang ketakutan gelombang pasang, masyarakat Kota Funafuti tetap beraktivitas seperti biasa.
Kegiatan bongkar muat di pelabuhan, kegiatan perbelanjaan di supermarket tetap menggeliat. Para nelayan juga nampak bersemangat menjala ikan untuk dijual dan dikonsumsi sehari-hari.
Tips Liburan Aman Saat Pandemi
Advertisement