Liputan6.com, Jakarta - Sebagai orang Indonesia, sejarah rempah yang pesonanya pernah membuat para penjelajah Renaisans Eropa dan pedagang dunia rela berlayar jauh ke timur pada pertengahan abad ke-15 tentu sudah tidak lagi asing. Berbulan-bulan di atas kapal, perjumpaan dengan "Kepulauan Rempah-Rempah," sebutan Indonesia kala itu, kian dinanti.
Kendati catatan peristiwa setelah itu tidak selalu elok, satu yang tidak terbantah, Negeri Khatulistiwa merupakan salah satu rumah lusinan rempah. Mengambil "tongkat estafet" perpanjangan eksistensinya, pemerintah yang melibatkan lintas kementerian/lembaga merilis program "Indonesia Spice Up the World" (ISUTW).
Berdasarkan keterangan di situs web Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang dilansir Sabtu (21/8/2021), ini adalah salah satu upaya perluasan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia. Di samping, menguatkan industri kuliner Indonesia dengan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri atau sebagai bagian dari gastrodiplomasi restoran.
Advertisement
Sebelum berbicara tentang kampanye itu, Ketua Yayasan Negeri Rempah D. Kumoratih menjelaskan, 10 tahun terakhir, narasi "Jalur Rempah" memang sangat populer. Ini bertujuan membangkitkan lagi memori kolektif tentang Indonesia yang kaya, multikultur, dan jadi simpul pertukaran antarbudaya.
Baca Juga
"Kita bisa bicara tentang rempah sebagai titik tolak untuk melihat perkembangan peradaban manusia. Konstruksi jalur rempah yang hendak diajukan sebagai warisan dunia (UNESCO) oleh Indonesia, dalam hal ini digawangi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mengedepankan jalur rempah sebagai koridor budaya yang memungkinkan terjadi pertukaran budaya," paparnya melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 20 Agustus 2021.
Karena itu, ia mencatat, perdagangan rempah jangan hanya dilihat komoditas, tapi juga interaksi manusia. ISUTW dinilainya sebagai program yang membingkai jalur rempah dalam konteks ekonomi, dalam hal ini perdagangan, pariwisata, dan investasi. "Ini pun sangat spesifik, rempah dalam kaitannya dengan gastronomi dan kuliner," imbuhnya.
Dari sini, Kumoratih menyebut, seolah ada "narasi bercabang." Di satu sisi, Kemendikbudristek menempatkan narasi jalur rempah dalam tataran ideologis politis yang membutuhkan strategi diplomasi budaya karena untuk pengusulan warisan dunia UNESCO. Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) sebagai kementerian strategis memilih "mereduksi narasi jalur rempah dengan menempatkan rempah sebagai komoditas yang identik dengan gastronomi dan kuliner."
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bagaimana Kesiapan Petani Lokal?
Ide ini, kata Kumoratih, membuat Indonesia seolah head-to-head dengan Thailand melalui "Kitchen of the World" mereka, atau "Taste of Korea"-nya Korea Selatan. "Mungkin pemerintah kita terinspirasi dengan keberhasilan negara-negara sahabat ini yang sukses menjalankan gastrodiplomasi, dan merasa percaya diri untuk masuk ke persaingan global," katanya.
Selain membangun kesadaran, supaya jauh dari kesan seremonial, ia menyarankan untuk membangun citra nasional yang dirancang dengan riset multidisiplin. "Membangun reputasi negara kan membutuhkan konsistensi yang tinggi dan bersifat jangka panjang, bukan sekadar bikin tagline atau logo," tegasnya.
Kesiapan petani lokal, sebagai hulu ketersediaan rempah, tidak bisa digeneralisasi dan simplifikasi, katanya. Mengutip Antara, Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat ekspor rempah-rempah Indonesia meningkat belasan persen pada 2020 secara year on year (YoY).
Deputi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud menyebut rempah seperti lada, pala, vanili, dan kayu manis merupakan komoditas andalan penyumbang devisa negara. Indonesia sendiri menduduki peringkat empat dunia sebagai negara penghasil rempah-rempah.
Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan Dedi Junaedi menyebut tantangan dalam produksi rempah-rempah nasional adalah rendahnya produktivitas yang sebagian besar diakibatkan usia tanaman yang sudah tua. Selain itu, perlu pembinaan terhadap petani dalam penanganan mutu hasil panen, peningkatan daya saing, serta akses pasar.
"Kami di Kementerian Pertanian meluncurkan program 'Gerakan Peningkatan Produktivitas' untuk nilai tambah, daya saing, dan akses pasar. Prioritas hingga 2024, yaitu prioritas membangun logistik benih, kami menargetkan 500 juta benih, termasuk dari 14 komoditas di dalamhnya ada pala, lada, dan kayu manis," kata Dedi.
Advertisement
Edukasi Konsumen
Yang tidak kalah penting, kata Kumoratih, membawa rempah ke panggung dunia juga tentang mengedukasi konsumen. "Sebelum membanjiri dunia dengan bumbu dan rempah kita, apakah kita juga sudah memperkenalkan cita rasa dan pengalaman rasa itu pada prospek pasar kita?" katanya.
"Intinya, ini bukan semata persoalan kampanye, tapi juga riset pasar, sekaligus bagaimana mengedukasi pasar agar ketika diberondong dengan produk kita, iklimnya sudah kondusif. Pasar bisa menyerap," ucapnya menegaskan.
Mengingat rempah juga bisa ditemukan di negara lain, ia menyebut keunikannya adalah tentang pengetahuan lokal. Terlepas dari itu, katanya, secara kolektif publik bisa ikut mendorong popularitas bumbu dan bahan rempah dengan mempromosikan khazanah kuliner lokal.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno sempat mengatakan rendang ditetapkan sebagai produk andalan dalam ISUTW. Menindaklanjuti hal itu, Sandi mengunjungi salah satu sentra IKM Rendang di Kota Payakumbu, Sumatra Barat, April lalu.
Juli lalu, pihaknya telah mengirim delegasi ke New York, Amerika Serikat. Kota itu dipilih sebagai lokasi pertama peluncuran kampanye tersebut karena memiliki ikatan sejarah dengan Pulau Rhun di Maluku. Kedua pulau itu jadi objek penukaran antara Belanda dan Inggris dalam persaingan menguasai jalur rempah.
Pemerintah menargetkan empat ribu restoran Indonesia di seluruh dunia bisa bergabung dalam jaringan ISUTWÂ hingga 2024, baik yang sudah eksis maupun baru akan diisiniasi. Restoran Indonesia yang tergabung dalam jejaring itu akan difasilitasi untuk mendesain ulang usahanya, jaringan penyediaan bumbu dan rempah-rempah yang dikemas dalam bentuk saset, serta materi-materi promosi produk pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Sandi mengklaim, Indonesia siap dari sisi suplai bumbu.
"Nanti teman-teman dunia usaha, perusahaan besar maupun pengusaha kecil, bisa jadi kontributor gerakan Indonesia Spice Up the World. Kita fasilitasi dari logistiknya, apakah Garuda, JNE, atau PT Pos," Sandi menerangkan.
Sandi juga menyatakan para pengusaha restoran akan dilatih dan didampingi untuk mengembangkan usaha mereka. Utamanya dengan menyiapkan chef untuk melatih mereka, baik melalui virtual, hibrid, maupun luring saat situasi pandemi sudah benar-benar terkendali.
Infografis Daerah Penghasil Rempah di Indonesia
Advertisement