Sukses

Kisah Desa Muslim Menekan Angka KDRT dengan Melarang Mahar Pernikahan

Mahar pernikahan yang secara tradisi dibayarkan keluarga mempelai perempuan di sana cenderung berujung pada tindak kekerasan gender, bahkan konflik antarkeluarga mertua.

Liputan6.com, Jakarta - Terletak di kaki bukit Gutlibagh, Kashmir, Desa Baba Wayil menawarkan kehidupan yang relatif sederhana, tenang, dan tradisional. Melansir SCMP, Selasa (24/8/2021), sekitar seribu penduduk desa menghabiskan waktu mereka dengan bertani kenari, berdagang pasmina, dan menghadiri Salat Jumat di masjid setempat.

Banyak yang telah tinggal sepanjang hidup mereka di sana. Warga pun dengan bangga menelusuri akar nenek moyangnya hingga sejauh 750 tahun lalu ketika santo Sufi Syed Baba Abdul Razzaq tiba dari Samarkand, Bukhara  untuk berkhotbah dan menyiarkan Islam.

Sementara tradisi ratusan tahun terpatri di Baba Wayil, desa ini dikenal secara lokal karena sikap modernnya terhadap pembayaran mahar pernikahan. Sistem maskawin telah dinyatakan ilegal di seluruh India pada 1961.

Praktiknya disebut mendorong penindasan, penyiksaan, bahkan pembunuhan perempuan. Ini biasanya di tangan keluarga pengantin pria dalam kasus pembayaran mahar dianggap tidak mencukupi.

Namun, aturan itu nyatanya tidak serta-merta meniadakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Di Uttar Pradesh, baru-baru ini, seorang pria memukuli istrinya sampai meninggal karena gagal memenuhi tuntutan mahar pernikahannya. Sementara di Jammu dan Kashmir, tidak jarang pengantin wanita dibakar karena berselisih tentang maskawin.

Pada 2019, polisi di wilayah tersebut mencatat delapan kematian terkait mahar pernikahan berlatar belakang kekerasan berbasis gender. Terdapat 3.069 kejahatan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan, penganiayaan, dan KDRT, juga 381 penculikan perempuan untuk pernikahan paksa.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Pernikahan Bebas Mahar

Desa Baba Wayil telah menentang adanya mahar pernikahan, beberapa dekade lalu. Mereka mencela sistem itu karena bertentangan dengan ajaran santo pendiri mereka setelah pertemuan para tetua desa pada akhir 1980-an.

Pembayaran maskawin tidak hanya menyebabkan kekerasan, tapi juga menambah beban keuangan keluarga yang semakin tidak dapat diterima. Terlebih, kata para tetua, kerusakan sosial yang disebabkan sistem itu berarti tidak Islami.

Akibatnya, langkah-langkah keras diberlakukan melarang siapa pun yang menuntut maskawin memasuki masjid atau dimakamkan di pemakaman setempat. "Kami melakukan apa yang Allah dan Rasul-Nya sarankan pada kami dalam Alquran," kata imam lokal Basheer Ahmed.

Ketimbang keluarga mempelai wanita yang membayar mahar pada mempelai pria, praktik di Baba Wayil justru sebaliknya. Pada 2004, para tetua desa menyusun dokumen yang tidak hanya melarang keluarga mempelai pria menuntut apa pun dari pihak mempelai wanita, tapi juga menunjukkan bahwa mempelai pria harus membayar mempelai wanita sebesar 50 ribu rupee (Rp9,7 juta).

Ini termasuk 20 ribu rupee (Rp3,8 juta) sebagai mehr, yakni hadiah dari pengantin pria saat akad nikah), 20 ribu rupee (Rp3,8 juta) untuk pakaian pengantin, 10 ribu rupee (Rp1,9 juta) untuk biaya lain-lain, dan tiga ribu rupee (Rp582 ribu) untuk kerudung.

3 dari 4 halaman

Anggapan Tidak Berdasar

Sejak sistem itu berlaku, para tetua desa mengatakan tidak ada kasus KDRT atau konflik antara keluarga mertua. "Putri sulung saya, Iqra Altaf Shah, menikah dengan bahagia di bawah sistem bebas mahar," kata kepala desa Altaf Shah, seorang penjahit berusia 45 tahun.

Iqra Altaf sedang mengejar gelar Magister Perdagangan dari Universitas Terbuka Indira Gandhi. "Ada beberapa anggapan yang salah tentang desa kami bahwa orang-orang yang tinggal di sini terbelakang dan tidak berasal dari latar belakang pendidikan tinggi," katanya.

"Ini semua tidak berdasar. Gadis-gadis desa kami berpendidikan tinggi dan tahu ciri-ciri hidup bahagia, hidup sederhana, bahkan setelah menikah," imbuhnya, menambahkan bahwa tingkat melek huruf di Baba Wayil berada di atas 70 persen.

Jika seorang remaja putri ingin melanjutkan studi atau bekerja setelah menikah, ia cenderung mendapat dukungan penuh dari suami dan mertuanya. 

4 dari 4 halaman

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual