Liputan6.com, Jakarta - McDonald's dipaksa berhenti menjual milkshakes dan minuman botol mereka untuk 1.300 gerai di Inggris Raya. Penyebabnya ditengarai sebagai efek ganda dari Brexit dan pandemi Covid-19.
Jaringan restoran cepat saji itu kekurangan sopir truk yang juga menjadi masalah yang memengaruhi ribuan bisnis lain di Inggris. Seorang sumber mengatakan, dikutip dari laman The Sun, Rabu (25/8/2021), "Kami harus memprioritaskan barang-barang inti kami dibandingkan yang lebih berat dan besar."
Sementara, juru bicara jaringan restoran tersebut mengatakan minuman botol dan milkshake sementara tidak lagi tersedia di gerai restoran di seluruh Inggris, Skotlandia, dan Wales.
Advertisement
Baca Juga
"Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan, dan berterima kasih kepada konsumen untuk kesabaran mereka. Kami bekerja keras untuk mengembalikan dua minuman itu ke dalam menu secepatnya," sambung juru bicara itu, dilansir CNN.
McDonald's menjadi perusahaan Inggris teranyar yang terhambat rantai pasoknya karena pandemi dan Brexit. Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa menyebabkan kekurangan tenaga kerja dan hambatan perdagangan baru dengan Uni Eropa.
Pada minggu lalu, jaringan restoran Nando lebih dulu menutup 45 cabangnya di Inggris karena kekurangan pasokan ayam peri peri yang menjadi menu khas restoran tersebut. Nasib yang sama juga menimpa KFC minggu-minggu sebelumnya.
Pandemi Covid-19 memberi tekanan bagi produsen pangan dan restoran yang kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja mereka. Beberapa bulan terakhir, kekurangan tenaga kerja makin dirasakan setelah pemerintah Inggris mewajibkan mereka yang kontak erat dengan pasien positif Covid-19 untuk menjalani isolasi mandiri.
Aturan baru kemudian diberlakukan sejak minggu lalu yang tak lagi mewajibkan mereka yang sudah divaksinasi penuh untuk mengisolasi diri bila berkontak erat dengan pasien positif Covid-19. Namun, masalah awal belum juga terselesaikan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kekurangan Pekerja di Mana-Mana
Kekurangan sopir truk telah menyebabkan kekacauan pada sistem rantai pasok di Inggris. Asosiasi Pengangkutan Jalan mengatakan Inggris kini kekurangan sekitar 100 ribu sopir truk, 20 ribu di antaranya merupakan warga Uni Eropa yang meninggalkan negeri itu setelah Brexit berlaku.
Kekurangan tenaga kerja juga dialami sektor lain yang menjadi bagian rantai pasok pangan. James Hook, pemilik peternakan yang memasok sepertiga ayam di Inggris, mengatakan kepada CNN Bisnis pada Juni 2021 bahwa perusahaannya kekurangan tenaga kerja dua kali lipat dari biasanya.
Minggu lalu, Dewan Unggas Inggris menyalahkan Brexit untuk masalah kekurangan pekerja yang berarti mereka menghadapi risiko kekurangan kalkun untuk Natal. Sedangkan, Ranjit Singh Boparan, pendiri 2 Sisters Food Group, mengatakan perusahaannya mengalami kekurangan 15 persen tenaga kerja dari 16.000 slot yang dimiliki karena badai Brexit, pandemi, dan kelambanan pemerintah mengatasi krisis.
"Lingkungan operasi telah sangat memburuk sehingga saya tidak dapat melihat hasil lain selain kekurangan pangan utama di Inggris. Pasokan ayam dan kalkun terancam," kata Boparan dalam pernyataan.
Advertisement
Dialami Produsen Susu
Tekanan yang sama juga dialami produsen produk susu. Arla, salah satunya, mengatakan kepada BBC pada Juli bahwa perusahaan mengalami kekurangan jumlah sopir sejak awal April 2021.
"Penilaian kami adalah bahwa kami berada dalam krisis kekurangan pengemudi dan oleh karena itu kami meminta industri dan pemerintah untuk bekerja sama untuk menyadari bahwa kami berada dalam krisis dan benar-benar mengatasi masalah tersebut," kata Managing Director Arla Ash Amirahmadi.
Penyumbatan rantai pasok pada dasarnya membahayakan ekonomi Inggris lebih luas. Perusahaan Inggris mengalami perlambatan pertumbuhan produksi yang tajam pada Agustus 2021, menurut data yang dipublikasikan IHS Markit pada Senin pekan ini. Perusahaan melaporkan hambatan aktivitas bisnis yang meluas itu disebabkan oleh masalah kekurangan pekerja dan rantai pasok, dengan kerusakan sudah dialami sektor manufaktur dan jasa.
"Analisis pendapat yang diberikan responden survei menyatakan bahwa insiden berkurangnya output karena kekurangan pekerja atau material 14 kali lebih tinggi dari biasanya dan menjadi yang terbesar sejak survei dimulai pada Januari 1998," kata IHS Markit.
Sebaran Daerah Penghasil Rempah di Indonesia
Advertisement