Sukses

6 Fakta Menarik Kabupaten Belu NTT yang Punya Benteng 7 Lapis

Kabupaten Belu merupakan jalur perlintasan internasional utama menuju dan dari Timor Leste.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Belu sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur mungkin belum familiar bagi sebagian orang. Lokasinya berbatasan dengan Selat Ombai di sebelah utara dan Kabupaten Malaka di sebelah selatan.

Secara administrasi, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.284,94 kilometer persegi yang dibagi ke dalam 12 kecamatan. Kecamatan terluas di kabupaten ini berada di Tasifeto Barat sebesar 224,19 kilometer persegi dan kecamatan terkecil terletak di Atambua Barat sebesar 15,55 kilometer persegi.

Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Belu sebanyak 217.973 jiwa. Karena posisinya, kabupaten ini merupakan jalur perlintasan internasional dengan Timor Leste.

Tidak hanya itu saja, Kabupaten Belu masih memiliki hal-hal menarik lainnya. Berikut enam fakta menarik Kabupaten Belu yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Manusia Pertama Belu

Menurut sejarah, manusia pertama daerah Belu adalah Suku Melus. Suku ini dikenal dengan sebutan Emafatuk Oan Ema Ai Oan yang berarti manusia penghuni batu dan kayu. Manusia melus memiliki postur tubuh yang kuat, kekar, dan bertubuh pendek.

Sementara, pendatang yang menghuni wilayah Belu berasal dari Sina Mutin Malaka. Para pendatang itu berlayar menuju Timor melewati Larantuka.

Para pendatang Belu dipimpin oleh Maromak Oan Liurai Nain di Belu bagian selatan. Menurut peneliti, kekuasaannya juga juga mencapai sebagian daerah Dawan (Insana da Biboki).

Maromak Oan tinggal di pusat kekuasaan Kerajaan Wewiku-Wehali. Sejak Belanda masuk, mereka membagi daerah Belu menjadi wilayah selatan dan utara agar memudahkan pengawasan masyarakat.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

2. Benteng Makes

Benteng Makes terletak di Puncak Bukit Desa Dirun, Kecamatan Lamanen, Kabupaten Belu. Benteng ini juga dikenal masyarakat lokal sebagai Benteng Lapis 7 atau Benteng Ranu Hitu karena memiliki tujuh lapis pintu masuk dan lorong-lorong jalan keluar melalui pintu belakang.

Benteng ini sudah ada sebelum zaman penjajahan Portugis. Fungsinya sebagai pertahanan utama Kerajaan Dirun dalam situasi perang antar-suku. Benteng Makes juga tempat para pejuang untuk mengatur strategi dan menguji kekebalan tubuh dengan cara memotong tubuh mereka sendiri.

Benteng ini mengalami beberapa kali perpindahan tangan. Terakhir kali, benteng ini dikuasai oleh tiga suku lokal, yaitu Suku Loos, Suku Sri Gatal, dan Suku Monesogo.

Susunan bangku di ruang pertemuan benteng ini terbuat dari batu alam yang berbentuk pipih yang disusun sedemikian rupa dan tatanan batu melingkar. Konon, di tengah tempat pertemuan terdapat dua buah batu besar dan kecil yang dipergunakan untuk menaruh kepala musuh.

Bangku Raja Suku Uma Metan memiliki susunan berbeda dengan singgasana batu yang disusun lebih tinggi. Selain itu, terdapat sebuah batu berbentuk bulat pipih yang digunakan sebagai alas duduk dan tidak boleh diduduki siapapun hingga sekarang. Menurut kepercayaan masyarakat Timor, siapa pun yang menduduki batu tersebumaka akan bernasib buruk.

3. Kampung Adat

Kampung adat di Kabupaten Belu terletak di atas bukit dan gunung. Pola perkampungan adat ini menggambarkan hubungan masyarakat dengan alam, tatanan sosial, kosmologi masyarakat yang tinggal di perkampungan.

Rumah adat di kampung adat ini berbentuk rumah panggung dengan tiang kayu. Atap rumah adat ini berbentuk perahu terbalik, tetapi di Kampung Adat Nualin Tas dan Kampung Adat Duarato, pada bubungan atap terdapat maten atau ijuk yang dijepit dengan bambu yang diikat datar, serta matenkes, bambu yang disusun silang berdiri menghadap ke atas.

Rumah adat yang memiliki bubungan atap terdapat maten dan matenkes. Keduanya merupakan simbol pemilik rumah adalah bangsawan, baik raja atau vetor. Pada dinding rumah adat terdapat hiasan pahat bernilai simbolis antara lain hiasan ayam menandakan kejantanan, cicak sebagai simbol peramal situasi kehidupan manusia, dan buah dada perempuan simbol kehidupan.

3 dari 4 halaman

4. Padang Fulan Fehan

Padang Fulan Fehan merupakan sebuah lembah yang berada di kaki Gunung Lakaan, tepatnya di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen. Padang rumput ini menyuguhkan padang rumput dengan panorama Gunung Lakaan. Dari padang ini terlihat pula Bukit bBtu Maudemu dengan puncaknya terdapat kuburan Suku Melus.

Selain itu, padang rumput ini merupakan wilayah satu-satunya di Nusa Tenggara Timur yang ditumbuhi oleh kaktus. Banyak pula kuda liar yang berkeliaran. 

5. Gereja Tua Lahurus

Gereja Tua Lahurus merupakan gereja tertua ke-2 yang berada di Pulau Timor. Gereja ini terletak di Desa Fatulotu, Kecamatan Lasiolat, sekitar 27 kilometer dari Atambua, ibu kota Kabupaten Belu.

Mulanya, penyebaran Gereja Katolik Timor dipimpin oleh para misionaris Belanda dan imam-imam Praja. Kemudian, mereka mendirikan stasi Lahurus pada 1886 setelah awalnya mendirikan stasi Atapupu. Lambat laun, stasi ini berubah menjadi paroki.

6. Makanan Tradisional

Makanan tradisional Kabupaten Belu yaitu Aka Bilan dan Fehuk Kuhus. Aka bilan merupakan sagu bakar dan fehuk kuhus merupakan ubi yang dikukus. Dahulu, makanan ini merupakan makan pokok bagi masyarakat Belu.

Aka bilan dibuat dengan menggunakan tungku, kayu api, dan babilak, sebutan untuk piring ceper berbahan tanah liat. Makanan ini terbuat dari campuran sagu, kelapa parut, dan garam yang kemudian dipipihkan pada babilak dan dibakar. Hidangan ini cocok disantap dengan kopi atau teh.

Sementara, Fehuk Kuhus berbahan dasar ubi yang dikeringkan dan dihaluskan. Proses penghalusan ini bisa dengan ditumbuk maupun menggunakan mol. Kemudian, tepung ubi dicampur dengan kelapa parut halus, garam, dan gula merah sebagai penambah rasa. Adonan Fehuk Kuhus dicetak dalam anyaman daun lontar berbentuk kerucut dan dikukus menggunakan panci tanah liat di atas anglo. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Perpanjangan PPKM Jawa dan Bali