Liputan6.com, Jakarta - Di masa pandemi Covid-19 ini, mereka yang biasa berwisata atau para turis merasa jenuh karena banyaknya larangan traveling. Situasi itu diyakini memunculkan istilah revenge travel atau travel balas dendam.
Istilah ini bahkan disebut sedang jadi tren di seluruh dunia, banyak orang akan melakukan traveling dan berbondong-bondong mengunjungi destinasi wisata saat sudah ada sedikit saja kelonggaran. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengingatkan soal peluang terjadinya revenge travel alias perjalanan balas dendam.
"Seandainya dilonggarkan lagi, saya ingatkan revenge tourism. Karena sudah beberapa minggu terakhir PPKMÂ Level 4, begitu dibuka untuk berkegiatan di luar, orang juga ingin berlomba-lomba ke luar," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing, Senin, 23 Agustus 2021.
Advertisement
Baca Juga
"Di hotel yang saya menginap di Garut, okupansinya sudah merangkak ke 50 persen," ujarnya. Meski menyambut positif, ia mengingatkan masyarakat untuk terus berhati-hati agar kembalinya mobilitas secara perlahan tidak memicu ledakan kasus Covid-19 lagi.
Kewaspadaan itu juga dijalankan oleh pengelola tempat wisata di Indonesia. Salah satunya adalah kawasan wisata alam dan budaya Omah Kecebong di Cebongan Dusun, Sleman, Yogyakarta.
"Kita sangat berharap segera ada kelonggaran karena saat ini kita masih tutup karena masih dilarang buka oleh Pemda setempat. Pendapatan sangat jauh menurun. Untungnya kita punya warung, meski itu belum bisa menutup kerugian kita selama ini. Tapi kalau sudah ada kelonggaran dan buka kembali, kita tetap akan terapkan protokol kesehatan dengan ketat," kata Hasan Prayogo selaku pemilik Omah Kecebong pada Liputan6.com, Jumat, 27 Agustus 2021.
Mereka bahkan berencana akan menerapkan aturan baru, yaitu hanya pengunjung yang sudah divaksin Covid-19 yang dibolehkan masuk. Alasannya, itu merupakan salah satu syarat utama untuk mencegah penularan Covid-19.
"Yang jelas kalau sudah ada kelonggaran, orang-orang dari luar Jogja, termasuk dari Jakarta bisa masuk ke Jogja, kemungkinan besar tempat kita akan ramai lagi. Tentunya kita akan terapkan protokol yang ketat, seperti harus memakai masker dan menjaga jarak," jelas Hasan.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kekuatan Ekonomi Sudah Berkurang
"Kalau soal travel balas dendam, saya rasa situasi seperti itu tak akan terjadi. Ya, karena sekarang kekuatan ekonomi masyarakat kita sudah sangat berkurang. Kebutuhan kan semakin banyak tapi pendapatan sudah jauh berkurang. Tapi kita akan senang menerima banyak tamu, yang penting dengan menerapkan standar protokol kesehatan dan sesuai aturan pembatasan yang berlaku," sambungnya.
Penerapan prokes yang ketat juga dijalankan pengelola hotel di Jogja, Grand Inna Malioboro. Sekiranya terjadi pelonggaran, mereka berharap semua pihak harus dapat menjaga momentum kondisi yang telah mulai kondusif saat ini. Jangan sampai animo masyarakat berkegiatan berdampak pada meningkatnya kasus Covid-19.
Berkaitan dengan hal tersebut, Grand Inna Malioboro yang merupakan bagian dari PT Hotel Indonesia Natour (Persero) atau HIN, telah mengantisipasi, dari mulai bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berwenang dan menerapkan seluruh prosedur, mekanisme, dan ketentuan secara disiplin dan konsisten.
"Kami menerapkan pembatasan jumlah pengunjung, tingkat okupansi tamu, penerapan syarat telah melakukan vaksinasi, dan penerapan protokol dan prosedur kesehatan sesuai yang ditetapkan pemerintah. Intinya kami akan menerapkan prinsip-prinsip adaptasi, inovasi, dan kolaborasi dalam mengantisipasi animo tamu atau masyarakat yang akan melakukan beragam kegiatan," jelas Iswandi, Direktur Utama Hotel Indonesia Natour lewat pesan pada Liputan6.com, Jumat, 27 Agustus 2021.
Grand Inna Malioboro juga akan secara disiplin dan konsisten menerapkan protokol dan prosedur kesehatan CHSE (cleanliness, health, safety, and environmentally sustainable). "Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, kami juga akan menerapkan ketentuan bagi pengunjung dan tamu untuk memiliki aplikasi Peduli Lindungi dalam upaya menjaga kesehatan, kenyamanan, dan keamanan seluruh tamu dan pengunjung hotel," lanjut Iswandi.
Untuk menjaga penerapan prosedur kesehatan secara disiplin dan konsisten, diperlukan kerja sama yang baik dari pihak hotel dengan para tamu dan pengunjung. Untuk mengingatkan para tamu selalu menerapkan prosedur dan protokol kesehatan, mereka telah menempatkan berbagai tanda di sejumlah tempat dan lokasi hotel, menyediakan sarana dan fasilitas untuk menjaga hieginitas, karena hal itu sangat penting bagi para pengunjung saat ini. Mereka juga menyiapkan petugas yang akan membantu para tamu dan pengunjung hotel.
Advertisement
Membatasi Pengunjung
Langkah hampir serupa juga dilakukan pengelola hotel dan tempat wisata di Bandung, Jawa Barat. Trans Studio Bandung (TSB) misalnya, mereka akan tetap mengikuti aturan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat atau daerah terkait kebijakan pembatasan pengunjung, meski nantinya banyak yang akan berkunjung. Mereka juga akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, termasuk wajib menggunakan masker dan pengunjung sehat dan tidak dalam keadaan demam
"Pengunjung juga mengikuti aturan antrian yang sudah disiapkan TSB baik di antrian wahana, pembelian tiket, kamar mandi dan lain-lain. Pengunjung juga dianjurkan telah membeli tiket secara online sehingga tidak perlu antri lagi di loket tiket dan bisa langsung masuk ke theme park cukup dengan men scan QR code yang sudah dikirimkan," terang Triya Filia Santi selaku Head of Marcomm Trans Studio Bandung, lewat pesan pada Liputan6.com.
Triya menambahkan, setiap wahana akan diatur jaraknya sehingga ada jeda antar-pengunjung. Tiap wahana di TSB juga selalu dibersihkan/disemprot desinfektan sesudah pengunjung turun dan sebelum pengunjung berikutnya naik. Agar para pengunjung tetap patuh dan konsisten menjalankan prokes, mereka memasang himbauan pengingat di banyak titik. Lalu, ada petugas yang membantu mengingatkan dan mengatur pelaksanaan prokes seperti jaga jarak dan memakai masker.
"Kita juga membuat mekanisme yang memudahkan pengunjung untuk menjaga jarak, yaitu dengan menyiapkan stiker di lantai dimana pengunjung harus berdiri, area duduk saat bermain di wahana, area duduk saaat menyaksikan show, area duduk saat menyaksikan parade dan juga mengunci kursi lipat supaya pengunjung mengikuti aturan jaga jarak saat duduk," kata Triya.
Antisipasi juga dilakukan Trans Luxury Hotel Bandung. Mereka memiliki berbagai protokol terkait Covid-19 yang disesuaikan dengan standar higienitas, kesehatan dan keselamatan internasional yang juga mengacu kepada Perwal.
Menurut Anggia Elgana selaku Director of Marketing & Communication The Trans Luxury Hotel, sejak terjadinya pandemi, pihaknya terus memperbaharui protokol tersebut sesuai situasi saat ini. Misalnya, pembatasan tingkat hunian kamar, kapasitas restoran, kapasitas kolam renang dan lain-lain. Mereka juga berusaha memastikan penerapan protokol tersebut, termasuk pencegahan terjadinya kerumunan.
Vaksinasi Covid-19
"Protokol kesehatan yang kami terapkan secara berkala kami perbaharui, misalnya pembersihan kamar yang sekarang tidak hanya menggunakan chemicals yang disertifikasi mampu membunuh berbagai virus dan bakteri, sekarang juga dilakukan disinfeksi dengan menggunakan cold fog dan juga uv light sterilization," ungkap Anggia pada Liputan6.com, Jumat, 27 Agustus 2021.
Anggia menambahkan, untuk area restoran juga ruang meeting, selain proses di atas, juga tersedia Hepa Filter Air Purifier upon request. Selain itu, seluruh tim Trans Luxury Hotel telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dan secara berkala mendapatkan medical check-up. Mereka juga senantiasa diberikan informasi-informasi terkini mengenai protokol Covid-19.
"Kalau ada tamu yang tidak disiplin dalam pengimplementasian prokes akan langsung diingatkan oleh tim kami. Karena seperti kita ketahui, segala usaha pencegahan juga pengimplementasian prokes oleh kami tidak akan berhasil tanpa kedisiplinan dari tamu," lanjut Anggia.
Keinginan tiap orang untuk bepergian atau traveling sebenanrya adalah hal yang wajar. Tiap orang, terutama mereka yang sudah lelah bekerja, butuh suasana baru untuk menyegarkan pikiran mereka. "Sayangnya situasi itu agak sulit dilaksanakan di masa pandemi ini, terutama di masa PPKM sekarang ini. Kalau kita bepergian jauh maka akan ada berbagai risiko yang bisa terjadi," kata psikolog Dian Wisnuwardhani pada Liputan6.com, Jumat, 27 Agustus 2021.
Ia pun memaklumi bila timbul istilah revenge travel atau travel balas dendam. Itu karena sebagian besar orang sudah merasa lelah dan jenuh dengan situasi Covid-19 yang belum kunjung mereda. Bepergian atau traveling dianggap salah satu cara untuk melepas kejenuhan dan keluar dari rutinitas, hal ini sangat dirasakan oleh mereka yang selama ini harus lebih banyak bekerja dari rumah atau WFH (work from home).
Traveling juga bisa dianggap sebagai self reward atau penghargaan terhadap diri sendiri setelah bekerja keras dalam waktu tertentu, mereka biasanya ingin berlibur sejenak untuk melepas kepenatan sekaligus menghibur diri sebelum kembali berkutat dengan pekerjaan dan rutinitas.
"Dalam ilmu psikologi itu disebut Attention Restoration Theory atau ART. Bahwa pada dasarnya setiap manusia membutuhkan kondisi keluar dari rutinitas dan melakukan piknik atau perjalanan dari keseharian yang jenuh," terang Dian.
"Caranya, bisa dengan traveling, ke mall, keluar rumah, jalan jalan ke rumah saudara, olahraga di outdoor misalnya. Traveling tak perlu jauh-jauh, kalau yang di Jakarta bisa ke Sentul, ke Bogor, naik gunung, rafting, berenang, tracking dan lain-lain. Atau bisa juga dengan bersepeda di dekat rumah atau di dalam kota," tambahnya.
Advertisement
Liburan Akhir Tahun
Yang terpenting, Dian menambahkan, tiap orang bisa disiplin menerapkan protokol kesehatan, karena kalau lengah dampaknya bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Dian, kekhawatiran sejumlah pihak termasuk Kemenparekraf akan adanya travel balas dendam, kemungkinan karena masyarakat kurang konsisten menerapkan prokes seperti tidak memakai masker dan kurang menjaga jarak. Meski begitu, Dian meyakini kalau aturan diterapkan dengan ketat maka pelaksanaan prokes kemungkinan besar akan berjalan dengan baik.
"Di beberapa tempat seperti di mal misalnya, aturannya sangat ketat, mereka yang belum terbukti belum divaksin tidak boleh masuk ke dalam mal. Di beberapa tempat wisata juga mulai banyak menerapkan seperti itu. Hal-hal seperti itu bisa mengurangi risiko terjadinya kerumunan orang karena revenge travel," ucapnya.
"Kalau saya memperkirakan akhir tahun ini akan banyak orang yang akan bepergian. Selain termasuk masa libur panjang, akhir tahun ini kemungkinan sudah banyak orang yang divaksin, jadi mereka ingin bepergian, ya mungkin sekadar pulang kampung atau memang sengaja liburan untuk refreshing," sambungnya.
Di sisi lain, bepergian di masa pandemi ini tetap punya risiko tersendiri. Meski sudah menjalani dan mengikuti aturan yang ada, tetap ada risiko akan terpapar virus. Bahkan mereka yang naik pesawat terbang dan harus mengikuti aturan dengan ketat, menurut Dian, tetap punya risiko tersendiri bisa terpapar.
"Belum lagi mereka yang ke luar negeri harus menjalani karantina begitu sampai di negara tujuan dan saat kembali lagi ke Indonesia. Itu kan butuh banyak pengeluaran dan menghabiskan waktu cukup banyak juga. Traveling di masa pandemi ini memang dilematis, ya bergantung pada kita, langkah apa yang terbaik menurut kita," pungkas Dian.
Dampak Revenge Travel, Kasus Positif Covid-19 Kembali Melonjak
Advertisement