Liputan6.com, Jakarta - Kabupaten Bangli berada di tengah-tengah Provinsi Bali, sehingga wilayah ini menjadi satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki laut ataupun pantai. Kabupaten Bangli berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di sebelah utara, Kabupaten Karangasem di sebelah timur, Kabupaten Klungkung di sebelah selatan, serta Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung di sebelah barat.
Luas wilayah kabupaten ini mencapai 520,81 kilometer persegi atau hanya 9,25 persen saja dari luas wilayah Provinsi Bali. Kabupaten Bangli terbagi ke dalam empat kecamatan, yaitu Susut, Bangli, Tembuku, dan Kintamani, yang didiami oleh 258.721 jiwa pada 2020. Sebagian besar wilayah Bangli berupa dataran tinggi.
Advertisement
Baca Juga
Selain fakta di atas, tentunya kabupaten ini menyimpan berbagai keistimewaan di dalamnya. Berikut adalah enam fakta menarik Kabupaten Bangli yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Sejarah Kabupaten Bangli
Berdasarkan Prasasti Kehen, berkembang wabah penyakit di daerah Bangli yang disebut kegeringan. Penyakit ini mengakibatkan banyak penduduk meninggal. Warga yang selamat ketakutan dan berbondong-bondong meninggalkan wilayah Bangli hingga tak tersisa seorang pun.
Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang berkuasa pada saat itu berusaha untuk meredakan bencana penyakit. Setelah pulih, pada 10 Mei 1204, ia memerintahkan putra dan putrinya untuk mengajak penduduk kembali ke Desa Bangli dan membangun kembali desa tersebut.
Sang Raja juga mengeluarkan pemastu yang berbunyi, "Barang siapa yang tidak tunduk dan melanggar perintah, semoga orang itu disambar petir tanpa hujan atau mendadak jatuh dari titian tanpa sebab, mata buta tanpa catok, setelah mati arwahnya disiksa oleh Yamabala, dilempar dari langit turun jatuh ke dalam api neraka."
Raja juga memerintahkan untuk mengadakan upacara pada bulan Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, Kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha, dan Sadha serta menambah keturunan di wilayah Pura Loka Serana, Desa Bangli. Selain itu, raja memerintahkan untuk membabat hutan untuk dijadikan sawah dan saluran air. Berdasarkan perintah tersebut, 10 Mei akhirnya ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Bangli.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Gunung Batur
Gunung Batur terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Kawasan gunung ini ditetapkan UNESCO sebagai bagian dari Taman Bumi Global Geopark Network (GGN) pada 2012, karena alamnya yang indah, jejak arkeologi dan geologi, serta budaya masyarakat yang khas.
Material vulkanik dari gunung api ini menjadi sumber tambang dan ekonomi masyarakat yang berada di Kawasan Batur. Pasirnya dimanfaatkan warga untuk membuat patung, pura, dan benda-benda hias lainnya.
Danau Batur berfungsi untuk irigasi. Air dari danau ini mengalir ke sejumlah sungai besar di Bali, seperti Sungai Unda di selatan, Sungai Suni di barat, dan Bayumala di utara. Dari aliran itu, air sungai dibagi untuk mengairi sawah dan menopang sistem subak yang juga ditetapkan sebagai warisan dunia.
Kawasan Batur juga memiliki keanekaragaman hayati yang unik. Salah satunya adalah anjing Kintamani yang memiliki bentuk kepala seperti serigala dan badan mirip anjing cau-cau dari China. Di samping itu, di Kintamani juga tumbuh edelweis, pohon kasian bukit, jeruk, dan tanaman hortikultura khas pegunungan seperti kol, cabai, dan tomat.
3. Air Terjun Dusun Kuning
Air terjun ini terletak di Dusun Kuning, Desa Taman Bali, sekitar enam kilometer dari Kota Bangli. Air Terjun Dusun Kuning berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan Sungai Melangit.
Pemandangan air terjun ini masih asri karena berada di tengah hutan. Dengan aksesnya yang cukup sulit, Anda harus memarkirkan kendaraan dan berjalan menuju air terjun selama 15 menit. Air Terjun Dusun Kuning memiliki kolam yang dangkal dengan air yang jernih. Tidak jauh dari air terjun ini, terdapat hutan yang dihuni oleh ratusan kera.
4. Pura Kehen
Pura Kehen terletak di Desa Adat Cempaga, Kecamatan Bangli yang berada di kaki Bukit Bangli. Pura ini dikatakan sebagai pura terbaik di timur Bali dan terkuno di Bali.
Berdasarkan prasasti tembaga yang ketiga di Pura Kehen, pura ini dibangun pada 1204 Masehi. Nama Pura Kehen berasal dari nama pura kecil yang berada di depannya. Kehen dapat diartikan sebagai keren dan juga sebagai tempat api.
Di Pura Kehen, terdapat upacara yang dilaksanakan secara rutin setiap enam bulan berdasarkan kalender Bali, yaitu Piodalan. Upacara ini selalu jatuh setiap Buda Keliwon Wuku Sinta yang bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Upacara Piodalan berlangsung selama lima hari dan seluruh Banjar dari desa-desa menyampaikan bakti secara bergiliran.
Advertisement
5. Desa Wisata Penglipuran
Desa wisata Penglipuran berlokasi di atas ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Nama Desa wisata Penglipuran ini berasal dari kata penglipuran yang berarti relaksasi. Konon, sejak zaman kerajaan, tempat ini sudah menjadi tempat peristirahatan.
Arsitektur bangunan Desa Penglipuran memiliki ciri khas berupa rumah tradisional yang tersusun rapi, mulai dari ujung utama desa hingga bagian hilir desa. Keteraturan letak bangunan dapat dilihat dari pintu gerbang khas masyarakat Bali yang bernama angkul-angkul, sebagai akses menuju rumah penduduk yang dibangun seragam.
Pintu masuk tersebut saling berhadapan dan dipisahkan oleh jalan utama. Pengaturan desa ini tidak lepas dari falsafah dalam agama Hindu, Tri Hita Karana yang berarti selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan.
Desa Penglipuran termasuk ke dalam desa terbersih di dunia. Selain itu, untuk mengelilingi desa ini tidak boleh menggunakan kendaraan bermotor serta disediakan pula tempat sampah setiap 30 meter untuk menjaga keasrian desa ini.
6. Desa Trunyan
Desa Trunyan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, sekitar 32 kilometer dari Kota Bangli. Desa ini menjadi salah satu Desa Bali Asli atau Bali Aga karena penduduk di desa ini merupakan penduduk asli yang beragama Hindu.
Trunyan diambil dari kata Taru dan Menyan yang merupakan pohon wangi yang tumbuh di desa tersebut. Penduduk di desa ini, menganggap pohon sangat berharga.
Tradisi unik dari masyarakat Trunyan yaitu meletakkan mayat di atas tanah (umumnya masyarakat Bali membakar mayat/ngaben). Konon, pohon wangi ini dipercaya sebagai sumber dari alasan jenazah tidak beraroma busuk walaupun hanya ditaruh di atas tanah.
Mayat tersebut hanya ditutup oleh kain putih dan tutup bambu yang bernama Ancak Saji dengan wajah dibiarkan terbuka. Kemudian, mayat tersebut ditaruh di kuburan, tetapi tidak dikubur. Tradisi ini bernama mapasah, yang mana tengkorak dan kerangka manusia masih banyak utuh hingga saat ini. (Gabriella Ajeng Larasati)
4 Risiko Mobilitas Saat Liburan
Advertisement