Sukses

6 Fakta Menarik Dharmasraya, Bekas Pusat Kerajaan Malayu yang Raja dan Rakyatnya Menganut Buddha

Jejak sejarah Kerajaan Malayu di Dharmasraya masih tertinggal lewat keberadaan kompleks candi.

Liputan6.com, Jakarta - Dharmasraya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Sawahlunto, Sijunjung, dan Kuantan Singingi di sebelah utara, dan Kabupaten Bungo dan Kerincidi sebelah selatan. Sementara, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Bungo, serta di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Solok Selatan.

Luas wilayah kabupaten ini mencapai 2.961,13 kilometer persegi, yang terbagi menjadi 11 kecamatan. Kecamatan Koto Besar menyumbang 16,49 persen dari luas Kabupaten Dharmasraya.

Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 2003, Kabupaten Dharmasraya menjadi salah satu dari tiga kabupaten baru yang merupakan hasil pemekaran di Sumatera Barat. Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Dharmasraya sebanyak 228.591 jiwa.

Selain itu, masih banyak hal menarik lainnya dari kabupaten ini. Berikut enam fakta menarik dari Kabupaten Dharmasraya yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Kompleks Candi Padang Roco

Dharmasraya menjadi pusat Kerajaan Malayu pada periode 1286--1347 Masehi. Salah satu buktinya adalah keberadaan Kompleks Candi Padang Roco yang terletak di Jorong Sungai Langsek, Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung.

Candi Padang Roco dibangun pada era agama Buddha. Candi ini terdiri dari empat bagian, yaitu Candi Padang Roco I, II, III, dan IV. Candi Padang Roco I merupakan candi induk yang berukuran 21x21 meter dengan tangga masuk pada keempat sisinya. Sedangkan, Candi Padang Roco II memiliki tinggi bangunan yang tersisa, yaitu 1,28 cm, dengan pintu masuk dan tangga yang menghadap sisi barat.

Candi Padang Roco III terdiri dari tiga undakan, undakan pertama berada di paling atas dengan ukuran 2x2 meter. Tinggi bangunan yang tersisa hanya tujuh lapis bata. Candi Padang Roco IV masih berupa reruntuhan di belakang Candi Padang Roco II. Untuk mencapai candi ini, pengunjung perlu menggunakan rakit karena terletak di sebuah pulau yang dipisahkan oleh Sungai Dareh.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

2. Prasasti Amoghapasa

Prasasti Amoghapasa ditemukan di Jorong Sungai Langsek, Kecamatan Sitiung, sekitar tujuh meter dari Sungai Batanghari yang dipahatkan pada belakang Arca Amoghapasa. Arca Amoghapasa merupakan hadiah dari Raja Kertanegara untuk Raja Tri Bhuwana Mauliwarmadewa, Raja Malayu Dharmasraya pada 1286.

Prasasti ini ditulis oleh Raja Adityawarman, Raja Malayu sesudah Raja Tri Bhuwana Mauliwarmadewa, dengan menggunakan aksara Jawa kuno sebanyak 27 baris. Secara garis besar, prasasti ini berisi mengenai pembangunan kembali bangunan suci yang rusak dan. pendirian sebuah arca Budha yang bernama Gaganagañja yang merupakan nama lain dari Amoghapasa.

Pada prasasti juga tertulis tentang ritual kepada raja di sebuah bangunan suci budha. Selain itu, diuraikan pula agama sang raja yaitu Buddha Mahayana aliran Tantrayana.

3. Makam Raja-Raja Siguntur

Makam yang terletak di Kecamatan Sitiung ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Siguntur. Selain digunakan untuk makam para raja Siguntur, area pemakaman ini juga digunakan sebagai makam keluarga kerajaan. Di area pemakaman ini, terdapat pula Masjid Tua Siguntur, Candi Awang Maombiak, Kompleks Candi Padang Roco, Kompleks Candi Pulau Sawah, dan Rumah Gadang Kerajaan Siguntur.

Lokasinya terletak di pinggir Sungai Batanghari, sebelah utara Masjid Tua Siguntur, Kecamatan Sitiung. Kompleks pemakaman ini memiliki luas 40 x 24,5 meter yang diperkirakan terdiri dari 12 buah makam.

Bangunan makam terbuat dari bata berspesi batu yang direkatkan dengan menggunakan semen. Sebagian besar makam di kompleks ini tidak memiliki nisan. Jika bernisan, makam tersebut terbuat dari batu kali non-artifisial.

 

3 dari 4 halaman

4. Gua Cigak

Gua Cigak yang dikenal juga sebagai monkey cave atau Cigak cave berada di Kampung Surau, Pulau Punjung, sekitar 30 kilometer dari pusat kota. Situs ini menghadirkan pemandangan stalakmit dan stalaktit.

Selain itu, dengan kondisi alamnya yang masih asri, dapat ditemukan pula air segar yang jernih di sekitar gua. Di dalam gua terdapat aliran sungai bawah tanah. Hadir pula kawanan kera jinak di sekitar Gua Cigak.

5. Tari Toga

Tari Toga merupakan warisan dari Kerajaan Siguntur. Namanya berasal dari kata Togaan yang diambil dari bahasa daerah Siguntur, yang berarti larangan. Tarian ini menceritakan Sutan Elok yang baik hati mati ditanduk kerbau.

Tari Toga terdiri dari penari, pendendang, dan pemusik yang masing-masing berjumlah enam orang. Untuk melengkapi tarian ini, dibutuhkan seorang raja, hulubalang, dayang-dayang, dan terdakwa. Alat musik yang digunakan yaitu momongan, kemong, gong, canang, dan gandang.

6. Makanan Tradisional

Makanan tradisional Dharmasraya salah satunya bernama lompong sagu. Makanan ini terbuat dari sagu yang dicampur dengan pisang dan kelapa. Ada pula yang mencampurkannya dengan santen dan gula aren.

Adonan tadi kemudian dibungkus dengan menggunakan daun pisang, lalu dibakar, mirip nagasari. Olahan lompong sagu ini memiliki rasa manis dan gurih. Makanan ini banyak ditemui di Kecamatan Pulau Punjung. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Cara Generasi 90an Jalani Liburan Sekolah