Sukses

Riset SWI: Tingkat Daur Ulang PET Tertinggi Dibandingkan Jenis Sampah Plastik Lain

Di masa pandemi, tingkat pengumpulan kemasan PET menurun dan berdampak signifikan pada pendapatan para pemulung.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi yang dilakukan Sustainable Waste Indonesia (SWI) menunjukkan bahwa tingkat daur ulang PET merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis sampah plastik lainnya. Angkanya secara nasional mencapai 62 persen. Sementara, sampah plastik non-PET yang tidak terdaur ulang dan berakhir di TPA dan lingkungan, mencapai 92 persen.

"Daur ulang plastik dan kertas cukup dominan. Industri ini sebenarnya berkembang sejak 80an, justru sebelum banyak dibicarakan seperti sekarang ini," kata Dini Trisyanti, Direktur SWI, dalam jumpa pers virtual, Rabu, 8 September 2021.

Riset dilakukan pada periode Maret--Agustus 2021 dengan melibatkan sekitar 300 responden di Jabodetabek. Mayoritas responden adalah pengumpul sampah individu alias pemulung dan agregator, seperti bank sampah dan pelapak. Penelitian itu untuk melihat perkembangan terbaru industri daur ulang sampah, khususnya sampah plastik.

Subjek PET yang diteliti berfokus pada botol kemasan minuman ringan. Itu pun yang bermerek saja agar mudah diolah angkanya. Pasalnya, tak semua produsen yang menggunakan botol PET untuk kemasan produknya bersedia mengungkapkan data yang benar. Belum lagi kesulitan mengusut pengguna kemasan PET tak bermerek.

"Yang dikumpulkan teman-teman pendaur ulang itu sebenarnya enggak hanya sampah botol atau gelas yang bermerek, tapi ada juga yang non-merek. Ada dari kafe kekinian, kopi literan, atau UMKM yang jual jus dikemas dalam botol PET," ia menerangkan.

Dini menyebut 61 ton kemasan minuman terkumpul dalam sehari. Mayoritas terdiri dari botol PET dan cup PP, tetapi PET lah yang paling dominan. Ada pula galon dari PET, tapi proporsinya lebih sedikit.

"Dari sederet jenis kemasan itu, galon PET paling tinggi recycle rate-nya, sampai 93 persen. Kemudian, botol PET, 74 persen. Sedangkan, cup PP 81 persen," ia menerangkan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Penurunan Jumlah

Dini menyebut PET bisa diolah menjadi beragam produk, mulai dari botol plastik daur ulang, keperluan otomotif, industri garmen, hingga aspal. Bahkan, galon PET banyak dimanfaatkan ulang sebagai wadah air cuci tangan. 

Peminatnya tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Maka itu, nilai ekonominya signifikan. "Kontribusi PET pada ekonomi di Jabodetabek mencapai kurang lebih Rp700 juta per hari (total dari rantai pengumpul) dan kurang lebih Rp1 miliar per hari (total dari rantai agregasi). Nilai ini melibatkan kurang lebih 57.500 lapangan kerja dan kurang lebih 1.370 UMKM," ujarnya.

Namun, pandemi rupanya memengaruhi jumlah pengumpulan sampah plastik PET dan PP. Penurunannya mencapai 50 persen, padahal kontribusinya untuk pendapatan mereka antara 30--40 persen. 

"Banyak informasi informal yang masuk mengatakan jumlah sampahnya tidak terlalu berubah signifikan, tapi komposisinya sangat berubah. Mungkin karena mal tutup, kantor juga tutup, orang cenderung enggak minum pakai botol PET karena mereka di rumah saja," ujarnya.

Bila botol PET menurun, sampah organik dan limbah kemasan belanja online justru meningkat. Terkait hal ini, dia meminta agar semua rumah tangga membantu pemasukan para pemulung dengan memilah kedua jenis sampah itu.

"Kita pernah survei juga, (yang paling diminati pemulung) PET itu pertama, kedua kresek, ketiga, PP. Lembaran plastik sejauh ini cukup banyak dicari pemulung dan jadi tambahan mereka, apalagi musim online...Selama itu plastik dan tidak banyak sisa makanan, bisa jadi tambahan uang," ia menjelaskan.

 

3 dari 4 halaman

Perbaiki Koneksi

Dini juga meminta agar pemerintah bertindak lebih baik dalam menangani pemilahan sampah. Dari sisi teknik rekayasa, pemerintah bisa membuat sistem yang mengkoneksikan limbah plastik dari rumah hingga diolah industri.

"Setelah dari rumah tangga memilah, siapa yang pindahkan ke titik pengumpulan. Jangan pas dipindahin ke gerobak, dicampur lagi," sambung dia.

Solusinya tidak perlu terlalu canggih. Misalnya dengan menyediakan karung untuk pemulung. Selanjutnya, pelapak atau agregator sudah siap menjemput. Jalur itu harus terus terkoneksi dengan industri.

Selain itu, para pelaku daur ulang juga sangat perlu diberi insentif dana. "Mungkin ada yang perlu mesin, atau perlengkapan, tapi yang sangat diperlukan dana. Teman-teman itu kesulitan atur cahsflow karena pembayaran dari pabrikan, suka delay... Kalau diberi insentif, bisa didorong tingkat pengumpulannya," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi