Liputan6.com, Jakarta - Draf baru Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) jadi sorotan. Selain namanya diubah jadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tercatat pula penghapusan sejumlah pasal.
Dalam keterangannya, Senin, 13 September 2021, The Body Shop Indonesia, Yayasan Pulih, Magdalene, Makassar International Writers Festival, dan Yayasan Plan International Indonesia menilai naskah tersebut memuat banyak perubahan mendasar. Ini termasuk penghapusan 85 pasal dan lima jenis kekerasan seksual.
Juga, tidak adanya jaminan hak pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum bagi korban kekerasan seksual. Adapun daftar pasal hilang yang disoroti antara lain Bab II Asas dan Tujuan, Pasal 2-3 yang membahas dasar-dasar penghapusan kekerasan seksual, serta tujuan kekerasan seksual yang berorientasi pada korban.
Advertisement
Baca Juga
Kemudian, Bab III Ruang Lingkup yang mencakup pasal 4-10. Isinya memuat secara detail ruang lingkup penghapusan kekerasan seksual di sektor pendidikan, ruang publik, lembaga pemerintahan, korporasi, serta kekerasan seksual media sosial atau masyarakat.
Draf juga menghapus Pasal 11 tentang kategorisasi kekerasan seksual, Pasal 15 tentang pemaksaan aborsi, Pasal 17Â tentang pemaksaan perkawinan, Pasal 18 tentang pemaksaan pelacuran, Pasal 19 tentang perbudakan seksual, dan Pasal 20 tentang penyiksaan seksual.
Bab VI Hak Korban, Keluarga Korban, dan Saksi juga dihilangkan. BAB IX Pendidikan dan Pelatihan pada Pasal 80 yang mengatur kewajiban pemerintah untuk menyediakan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum, petugas Pusat Pelayanan Terpadu (PTT), serta pendamping korban, tak ada lagi di draf terbaru.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Desakan Melindungi Korban Kekerasan Seksual
Tercatat pula hilangnya BAB X Pemantauan Penghapusan Kekerasan Seksual Pasal 81-82 yang mengatur upaya penghapusan kekerasan seksual oleh Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan.
Pasal hilang dalam BAB XIII Ketentuan Pidana di antaranya Pasal 95-100 tentang aturan pemidanaan pada pelaku eksploitasi seksual, Pasal 105-107 tentang pemidanaan pemaksaan aborsi, Pasal 116-119 tentang pemidanaan pemaksaan perkawinan, Pasal 120-125 tentang pemidanaan pemaksaan pelacuran, Pasal 126-129 tentang pemidanaan perbudakan seksual, dan pasal 130-134 tentang pemidanaan penyiksaan seksual.
Karena itu, pihak-pihak yang disebut di atas mendesak DPR memasukkan pemikiran-pemikiran maju dan konstruktif untuk melindungi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak, dalam isi naskah RUU PKS. Tuntutannya meliputi;
1. Mengembalikan Judul RUU PKS Seperti Semula
RUU TPKS dinilai menyoroti penindakan kekerasan seksual tanpa berorientasi pada korban. Sementara RUUÂ PKSÂ bersifat lebih komprehensif yang berfokus pada hak perlindungan dan pemulihan korban.
2. Mengembalikan 9 Jenis Kekerasan Seksual
Pada naskah sebelumnya, terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yang mengakomodir kepastian hukum bagi korban, namun kini telah dipangkas jadi hanya empat jenis. Ini mengarah pada hilangnya BAB XIII Ketentuan Pidana pada Pasal 95-100.
3. Mengembalikan Pasal yang Memuat Hak Korban
RUU PKS hadir dalam rangka menjawab kebutuhan korban akan jaminan perlindungan, penanganan, dan pemulihan yang absen dari berbagai peraturan perundang-undangan yang selama ini hanya berorientasi pada pemenuhan hak pelaku.
Â
Advertisement
Lanjutan Tuntutan
4. Memasukkan Pasal atau Klausul yang Mengakomodasi Perlindungan bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Penyandang Disabilitas
UU saat ini, yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas, belum secara spesifik melindungi dari tindak kekerasan seksual.
5. Mendesak Baleg DPR RI Mengembalikan Kalimat yang Tidak Semestinya Dihaluskan
Seperti pada kata pemerkosaan yang diubah jadi pemaksaan hubungan seksual. Pada dasarnya, segala kekerasan seksual adalah hubungan seksual yang tidak didasari dengan persetujuan dalam keadaan bebas karena suatu faktor.
6. Baleg DPR RI Membuka Pintu Diskusi Bersama Masyarakat Berbagai Kelompok, Termasuk Anak, yang Selama Ini Belum Pernah Dilibatkan dalam Membahas Naskah
"Kami berharap Baleg DPR RI bisa mengadakan ruang usulan atau diskusi terbuka bersama perwakilan anak/kaum muda penyintas kekerasan seksual melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Baleg DPR RI. Harapannya, melalui ruang diskusi tersebut dapat menjadi saluran untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terkait ketentuan yang ada di dalam naskah awal RUU PKS," tulis mereka.
7. Mengajak Publik Menyamakan Persepsi dan Aspirasi dalam Mendukung Pengesahan RUU PKS
Ini dilakukan melalui kampanye Stop Sexual Violence #SahkanRUUPKS. Pihaknya menyediakan microsite www.tbsfightforsistehood.co.id yang bisa jadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual, tempat para penyintas berbagi cerita dan saling menguatkan satu sama lain.
"Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual. Bersama kami harap bisa menguatkan penyintas kekerasan seksual melalui jaringan dan kolaborasi lintas sektor yang ada," tandasnya.
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Advertisement