Sukses

6 Fakta Menarik Natuna yang Jadi Jalur Pelayaran Penting Sejak Zaman Sriwijaya

Para arkeolog menemukan kawasan Natuna yang dekat dengan Laut China Selatan menjadi pusat perdagangan pesat di abad 13.

Liputan6.com, Jakarta - Kabupaten Natuna menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau dengan ibu kota di Ranai. Kabupaten ini tergabung dalam gugusan Pulau Tujuh yang berada di jalur pelayaran internasional dari dan ke Hongkong, Korea, Taiwan, dan Jepang.

Secara geografis, kabupaten ini berbatasan dengan Laut Natuna Utara di sebelah utara dan timur, Kabupaten Bintan di sebelah selatan, serta Semenanjung Malaysia di sebelah barat. Luas wilayahnya 141.901,20 kilometer persegi dengan 139.892,16 kilometer persegi merupakan perairan dan 2.009,04 kilometer berupa daratan.

Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Natuna sebanyak 81.495 jiwa. Kabupaten ini awalnya berjumlah 12 kecamatan, sejak 2014 dibentuk tiga kecamatan baru sehingga, saat ini berjumlah 15 kecamatan. Kecamatan Bunguran Timur merupakan kecamatan terbesar di Natuna dengan jumlah penduduk mencapai 27.806 jiwa.

Salah satu pulau yang berada di Kabupaten Natuna, Pulau Bunguran pada 1200 M merupakan tempat persinggahan bagi kapal-kapal pendatang dari dan ke Sriwijaya yang melewati Laut China Selatan. Pada abad ke-13, arkeolog menemukan bahwa pulau ini menjadi pusat perdagangan yang sangat pesat.

Selain itu, masih ada fakta lainnya dari kabupaten ini. Berikut enam fakta menarik dari Kabupaten Natuna yang dilansir Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Tanjung Senubing

Tanjung Senubing merupakan sebuah geosite, lokasi alam yang tidak boleh diubah tatananya. Letaknya di Bunguran Timur, pantai timur Kota Ranai. Tempat ini merupakan sebuah semenanjung yang dihiasi hamparan batu granit.

Pemandangan dari semanjung ini berupa Laut Natuna Utara dan Pulau Senua. Batuan granit yang berada di Tanjung Senubing memiliki ukuran yang beragam. Wilayah ini juga merupakan tempat tinggal bagi para Kekah (Presbytis natunae) atau monyet daun natuna.

2. Pulau Burung

Pulau Burung terletak di Desa Setumuk, Kecamatan Pulau Tiga. Dari ibu kota Kabupaten Natuna, diperlukan waktu satu jam untuk menuju Pelabuhan Selat Lampa dan dibutuhkan waktu 1--1,5 jam lagiuntuk mencapai pulau ini menggunakan kapal motor.

Menurut warga setempat, di Pulau Burung ini terdapat banyak sarang burung camar dan beragam jenis burung lainnya. Ketika malam hari, burung-burung akan berkumpul di Pulau Burung dan menghilang pada pagi hari untuk mencari makan. Pulau Burung ini tergolong pulau kecil yang berada di tengah laut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

3. Tari Topeng yang Hampir Punah

Tari Topeng merupakan salah satu tarian tradisional yang hanya ada di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut. Tarian ini dikatakan hampir punah karena tidak banyak orang yang mengetahuinya, bahkan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sekalipun.

Fungsi dari Tari Topeng yaitu sebagai pengobatan bagi orang sakit. Tarian ini memiliki tiga gerakan yaitu tari tangan, tari kain, dan tari piring yang ditarikan oleh lima hingga enam orang. Pemain musik pada tarian ini berjumlah lima orang, dengan satu orang memainkan limpung, dua orang memainkan gong, dan dua orang lainnya memainkan gendang.

Konon, ada seorang raja yang memiliki seorang anak perempuan yang cantik. Anak tersebut dipingit oleh sang raja dan harus dikawal ketika keluar istana. Suatu ketika, sang puteri jatuh sakit dan tidak ada yang bisa mengobatinya, bahkan orang pintar sekalipun.

Sang raja mendengar bahwa terdapat kesenian yang dapat mengobati dengan jumlah penari 40 orang. Kelompok penari tersebut malu untuk memasuki istana karena mereka hanya rakyat biasa. Akhirnya, para penari masuk ke istana dan mulai menari tiga tarian, yaitu tari tangan, tari kain, dan tari piring. Pada saat gerakan tari piring, sang anak akhirnya sadarkan diri dan sembuh dari sakit.

4. Tradisi Doa Selamat Bulan Safar

Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriah. Menurut keyakinan masyarakat Natuna, pada bulan ini sering terjadi hal yang berbahaya atau nahas, yaitu hal-hal yang dapat menimbulkan kecelakaan maupun cedera.

Untuk itu, pada awal bulan Safar biasanya masyarakat menggelar tradisi Doa Selamat yang bertujuan untuk memohon kepada Sang Pencipta agar terhindar dari bencana dan malapetaka pada bulan Safar. Tradisi ini biasanya dilengkapi pula dengan mandi safar yang merupakan secarik kertas bertuliskan huruf Arab dan direndam pada wadah yang digunakan untuk mandi. Biasanya, tulisannya dibuat oleh tokoh agama setempat.

 

3 dari 4 halaman

5. Permainan Tradisional

Natuna memiliki permainan tradisional pangkak gasing natuna atau disebut juga sebagai permainan gasing natuna. Gasing ini terbuat dari kayu keras, seperti kayu pelawan (Tristaniopsis merguensis Grift) dan kayu sentigi (Pemphis). Talinya pun terbuat dari kulit kayu yang diolah khusus sehingga menjadi tali, salah satunya dari kulit pohon melinjo (Gnetum gnemon Linn).

Biasanya, permainan ini dilakukan oleh laki-laki dari semua kalangan usia. Permainan ini dibagi ke dalam dua tim dengan tiga aturan, yakni betendin, pangkak gasing, dan ber’ulet.

Betendi yaitu peserta memutar gasing di tiang amban secara bersamaan, setelah dipular barulah gasing diletakkan di atas kaca agar berputar lebih lama. Gasing yang memiliki putaran terlama dapat menyerang gasing lawan dengan cara memangkak.

Pangkak Gasing yaitu kesempatan bagi para tim pemenang untuk memangkak gasing lawan. Tak jarang, dalam tahap ini gasing akan terbelah menjadi dua karena benturan pangkak. Terakhir, ber’ulet yang mana dilakukan setelah pangkak agar gasing tetap berputar meskipun sudah diserang pihak lawan.

6. Kue Tradisional

Salah satu makanan tradisional yang berada di Natuna yaitu Longlek. Kue tradisional ini sudah ada sejak 1960-an yang memiliki rasa yang manis dan bertekstur kenyal. Kue ini sudah jarang ditemukan, bahkan di warung-warung kopi.

Bahan baku kue longlek menggunakan sagu, kelapa muda, dan gula merah. Sagu dimanfaatkan lantaran pada 1960-an, sulit menemukan terigu dan beras di Natuna karena keterbatasan alat transportasi. Biasanya, kue ini dibungkus dengan daun pisang dan dikukus. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Klaim Sepihak China di Laut Natuna