Sukses

6 Fakta Menarik tentang Kabupaten Landak yang Pernah Menjadi Kerajaan Landak

Kerajaan Landak ini tak ada sangkut pautnya dengan hewan landak.

Liputan6.com, Jakarta - Landak merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Luas wilayahnya 9.909,10 kilometer persegi yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang dan Sanggau di sebelah utara, Kabupaten Kubu Raya dan Sanggau di sebelah selatan, Kabupaten Mempawah di sebelah barat, serta Kabupaten Sanggau di sebelah timur.

Landak terdiri dari 13 kecamatan dengan Kecamatan Ngabang menjadi ibu kota kabupaten. Kecamatan Sengah Temila merupakan kecamatan terluas, sedangkan Kecamatan Sompak menjadi kecamatan terkecil karena hanya memiliki luas wilayah sebesar 219,76 kilometer persegi.

Pada 2020, jumlah penduduk Kabupaten Landak sebanyak 397.610 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 208.270 jiwa, sementara perempuan 189.340 jiwa.

Tentunya, masih banyak fakta menarik lainnya dari Kabupaten Landak. Berikut enam fakta menarik Kabupaten Landak yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Sejarah Kabupaten

Dulunya, Kabupaten Landak merupakan wilayah Kerajaan Landak yang diperintah oleh Raden Ismahayana yang bergelar Raja Dipati Karang Tanjung Tua (1472-1542). Ia dikenal juga sebagai Albdulkahar setelah memeluk agama Islam.

Raden Ismahayana merupakan anak tunggal dari Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat Ratu Angkawijaya Brawijaya VII yang dikenal pula sebagai Pulang Palih VII. Kerajaan ini berkedudukan di Ningrat Batur, Sungai Terap/Mandor.

Masyarakat Dayak menyebutnya Ambawang (peninggalan) Bator. Putra Raden Ismahayana memindahkan pusat kerajaannya ke Munggu di persimpangan Sungai Landak dengan Sungai Menyuke.

Karena letaknya di tepi Sungai Landak, kerajaan tersebut bernama Kerajaan Landak. Landak berasal dari dua suku kata Bahasa Belanda, Lan dan Dak. Lan dapat diartikan sebagai pulau dan Dak yaitu Dayak karena minoritas penduduk asli adalah Suku Dayak.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

2. Keraton Ismahayana Landak

Keraton Ismahayana Landak terletak di Kecamatan Ngabang. Tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya keraton ini, tetapi keraton sempat dipugar pada 1950-an dan 1960-an karena mengalami kebakaran.

Komplek Keraton Landak terdiri dari tiga bagian ruangan, yaitu Istana Landak atau Istana Ilir, Kediaman Permaisuri atau Istana Ulu, dan Kediaman Neang Raja atau Rumah Sultan. Keraton ini dibangun menghadap Sungai Pinyuh.

Arsitektur bangunannya merupakan rumah panggung yang bernuansa warna kuning keemasan dan hijau khas Melayu. Bangunan ini memanjang ke belakang. Masing-masing bagian bangunan, dari pondasi hingga atap, menggunakan kayu belian.

3. Masjid Jami Keraton Kerajaan Landak

Awalnya, masjid ini dibangun di pinggir Sungai Landak, sebelah timur istana. Raja Landak ke-21, Panembahan Gusti Abdulazis Kusuma Akamuddin lalu memerintahkan agar masjid dipindahkan ke sebelah utara istana.

Bangunan masjid ini dibangun dengan material kayu belian khas Kalimantan. Bangunan masjid yang lama kini sudah tidak ada dan lokasi masjid telah berubah menjadi pondok pesantren.

4. Makam Juang Mandor

Makam Juang Mandor berada di Desa Mandor, Kecamatan Mandor. Dahulu, tempat pemakaman ini merupakan kamp militer Jepang atau pusat latihan militer. Jepang juga membunuh orang-orang yang menentang mereka di sini, seperti para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para raja.

Ketika masa pendudukan Jepang berakhir, Task Force Australia Div. 7 yang mengetahui situs makam ini merupakan tempat pembunuhan segera menelusuri dan menemukan tulang belulang manusia. Tulang belulang itu dikumpulkan dalam sepuluh lubang yang memakan waktu pengerjaan selama tiga tahun.

Makam dibuat cungkup dengan atap seng dan tiang kayu sebagai penyangga. Makam ini juga diberi nisan dari semen berbentuk pintu gerbang atau setengah lingkaran dan dibubuhkan tulisan ‘Everald Mandor’. Sekitar makam terdapat pula hutan lindung dan danau bekas galian tambang liar.

 

3 dari 4 halaman

5. Bukit Batu Pakumbang

Bukit Batu Pakumbang berada di Desa Pakumbang, tepatnya di Kecamatan Sompak. Pemandangan yang disajikan di Bukit Batu Pakumbang yaitu areal hutan yang lebat. Pengunjung juga bisa melihat berbagai gua dan sumber mata air yang jernih. Bukit ini biasa digunakan untuk tempat olahraga panjat tebing karena konturnya yang terjal.

Menurut legenda, bukit ini sebelumnya adalah perkampungan tempat tinggal Nek Patah dan cucunya, Banti’ang. Suatu saat, perkampungan ini mengadakan acara dan saling gotong royong. Karena nenek tidak sanggup, cucunya menggantikannya.

Para warga kesal dengan Banti’ang yang makan terlalu banyak dan berpikir bahwa anak tersebut rakus dan tidak memikirkan neneknya yang ada di rumah. Para warga akhirnya membuat jebakan untuk Banti’ang dengan memberikan daging dari karet.

Neneknya kesal kepada warga karena mengira mereka mengerjai cucunya. Akhirnya, sang nenek menghiasi anjing semenarik mungkin dan para warga tertawa. Sementara itu, sang nenek dan cucunya sudah melarikan diri ke gua.

Tidak lama, muncul angin kencang yang menghancurkan desa dan para warga berubah menjadi batu. Masyarakat setempat percaya bahwa jika menertawakan atau merendahkan binatang akan dikutuk menjadi batu.

6. Upacara Nidurat 'n Padi Ka Dango

Salah satu upacara adat Suku Dayak Kanayatn di Kabupaten Landak yaitu upacara Nidurat 'n Padi Ka Dango atau dikenal juga dengan sebutan Naik Dango. Upacara ini ditampilkan sebagai kegiatan upacara dan pesta rakyat sebagai ungkapan rasa terima kasih Tuhan karena hasil padi yang berlimpah siap disimpan dalam dango atau lumbung.

Upacara Naik Dango dirayakan secara meriah pada saat setelah panen padi setiap tahunnya. Dalam upacara ini, warga juga memohon agar panen tahun mendatang dapat dilimpahkan dan terbebas dari hama. Berbagai atraksi kesenian Dayak Kanayatn digelar selama upacara berlangsung. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Asal-Muasal Wayang Potehi