Liputan6.com, Jakarta - Sebuah undang-undang disahkan pemerintah Prancis yang melegalkan perawatan kesuburan untuk pasangan lesbian dan perempuan lajang. Ini setelah Menteri Kesehatan Prancis menandatangani keputusan pada Rabu, 29 September 2021.
Dilansir dari CNN, Minggu (3/10/2021), pasangan lesbian yang bermimpi memiliki anak bersama adalah Aurore Foursy dan Julie Ligot. Pasangan yang bertemu di aplikasi kencan online ini berencana tinggal bersama dan akan membeli tempat tidur bayi.
"Logis bagi kami untuk membangun keluarga bersama," kata Foursy.
Advertisement
Foursy adalah aktivis LGBT sejak lama, sedangkan Ligot bekerja di bidang IT. "Ini adalah langkah besar bagi Prancis. Kami telah berjuang begitu lama untuk hak ini," ungkap Foursy.
Prancis kini berada di antara total 13 negara di Eropa, yakni 11 negara anggota Uni Eropa serta Inggris dan Islandia. Negara ini menawarkan perawatan kesuburan bagi perempuan lesbian dan lajang.
Klinik kesuburan memperkirakan lonjakan permintaan. "Kami memperkirakan tambahan 200 pasien per tahun," kata Laurence Pavie selaku manajer di pusat kesuburan Diaconesses Croix Saint-Simon di Paris.
"Dunia perlu tahu bahwa pasangan lesbian dan perempuan lajang sangat disambut. Kami akan mencoba memberi mereka perawatan terbaik," tambahnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Klinik Perawatan
Awal bulan ini, Kementerian Kesehatan mengumumkan pengeluaran tambahan sebesar 9,3 juta dolar AS (Rp132 miliar). Dana ini dialokasikan untuk staf dan peralatan untuk klinik kesuburan untuk membantu mereka mengantisipasi lonjakan permintaan.
Ini bertujuan untuk mengurangi waktu tunggu pengobatan dari satu tahun yang merupakan rata-rata saat ini, menjadi enam bulan. Bagi Dr. Meryl Toledano, yang menjalankan klinik kesuburannya sendiri, target ini tampaknya ambisius.
"Dengan sperma dari Prancis saja, kami akan berjuang untuk memenuhi permintaan," katanya.
Prancis tidak mengizinkan impor sperma dari luar negeri. Karena undang-undang melarang sumbangan sperma demi uang, Prancis juga berjuang untuk memproduksi sperma sendiri dalam jumlah yang cukup.
Undang-undang baru juga mencakup penghentian anonimitas yang dijamin untuk donor sperma mulai September 2022, sebuah langkah yang kemungkinan akan menambah kekurangan. Angka resmi terbaru menunjukkan bahwa total hanya 317 donasi sperma dilakukan di Prancis pada 2019, angka ini turun dari 386 pada 2018, dan 404 pada tahun sebelumnya.
Advertisement
Donor Sperma
Badan Biomedis, sebuah badan yang didanai negara, berencana untuk meluncurkan kampanye informasi online pada 20 Oktober dalam upaya untuk mengatasi krisis sperma. "Menyumbangkan sperma adalah tindakan solidaritas yang intim," kata Helene Duguet, juru bicara agensi tersebut.
"Langkah pertama adalah memberi tahu orang-orang bahwa sumbangan ini mungkin dan dapat membantu orang untuk membentuk keluarga. Idenya adalah untuk mendorong para donor selama bertahun-tahun yang akan datang," tambahnya.
Waktu tunggu yang lama didorong oleh kekurangan sperma membuat banyak lesbian dan perempuan lajang yang lebih tua berencana melanjutkan perawatan kesuburan di luar negeri, meskipun ada undang-undang baru. Toledano sering merekomendasikan agar perempuan yang lebih tua mengambil langkah ini.
"Di Spanyol bisa mendapatkan sperma dalam satu hari, jadi pasien dengan uang pergi ke sana. Mereka yang tidak punya uang harus menunggu 6--12 bulan dan berisiko tidak berhasil karena usia 40 tahun berefek yang sangat besar pada kemungkinan kehamilan," katanya.