Liputan6.com, Jakarta - President Director Binar Academy Alamanda Shantika Santoso mengaku tidak mengenal prinsip "men's world" dalam mengidentifikasi minatnya. Sejak kecil, ia mengaku lebih suka membongkar mainan mobil-mobilan, ketimbang melakukan hal yang sama pada boneka.
"Boneka dalamnya paling cuma kapas. Kalau mobil-mobilan kan seru, ada macam-macam kabel," katanya dalam edisi perdana webinar iStyle.id bertajuk "Taking Chances and Build Your Own Dream like Seo Dal Mi in K-Drama Start Up," Jumat (15/10/2021). "Dari situ, aku akhirnya tidak mengkotak-kotakkan diri sendiri."
Alih-alih, eks bos Gojek itu memilih membebaskan pemikirannya yang secara tidak langsung, kata Ala, juga membebaskan dirinya sendiri. Di samping, ia mengaku senang memiliki orangtua yang suportif.
Advertisement
Baca Juga
"Kemerdekaan belajar itu penting banget. Di Binar (Academy), misalnya. Saat pertama masuk, para murid mau explore aplikasi apapun terserah. Karena dari hal yang disenangi akan tumbuh rasa ingin tahu," ucapnya.
Stereotip pemisahan dunia lelaki dan perempuan, menurutnya, tidak perlu dibicarakan terus. "Karena akan semakin besar dan akhirnya kita sendiri yang menciptakan pemikiran-pemikiran ini," imbuh Ala.
Saat memulai Binar Academy, ia menyebut partisipasi murid perempuan hanya 10 persen, namun sekarang sudah menyentuh 50 persen. Angka ini dicapai, tuturnya, tanpa merilis program khusus perempuan.
"Kami memperbanyak fasilitator perempuan, yang mana akhirnya orang lihat, ini ternyata bukan tempat hanya untuk pria. Kami memperbanyak role model untuk para perempuan." ujar wanita yang sudah belajar coding sejak usia 12 tahun tersebut.Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bukan Tanpa Perjuangan
Apa yang diraih Ala sekarang tidak direngkuh tanpa perjuangan. Ketika akan kuliah, ayahnya terserang strok kedua, membuat Ala harus berjuang membiayai diri sendiri dan pendidikannya. "Aku melakukan berbagai macam hal," ceritanya.
Ini termasuk berjualan DVD bajakan, jaket replika Adidas, dan jadi guru privat, demi memenuhi biaya hidupnya saat itu. Hingga akhirnya ia punya perusahaan sendiri pada usia 21 tahun. "Tapi saat itu aku merasa belum berpengalaman. Di umur 23 atau 24 tahun memutuskan kerja sama orang lain. Di situ bertemu mas Nadiem (Makarim), dan membangun Gojek dari nol," papar Ala.
Setelah Gojek meraih status unicorn, Ala memutuskan meneruskan mimipinya di bidang pendidikan. Sebelum terjun ke start-up teknologi, ia bercerita selalu punya ketertarikan untuk berkarier di dunia pendidikan.
Advertisement
Membumikan Teknologi
Di Binar Academy, Ala bercerita mengupayakan cara belajar yang menyenangkan, dengan "membumikan teknologi" agar semua orang bisa belajar. "Paka bahasa yang simpel. Karena kalau sekolah, masuk ke kelas, itu kayak masuk ke planet lain," ucapnya.
Dalam prosesnya, Ala mengaku banyak dihadapkan pada tantangan teknis. Namun, tantangan terbesarnya justru datang saat harus mengidentifikasi ketakutan-ketakutan dalam diri sendiri.
Mengatasi ketakutan maupun emosi-emosi serupa, Ala mengatakan didukung support system yang baik. Di samping, ia punya ritual tersendiri dalam menghadapi perasaan-perasaan tersebut.
"Aku biasanya duduk menenangkan diri. Kemudian, tanya ke diri sendiri, 'Apa yang sedang dirasakan?' Setelah tahu apa yang dirasakan, aku akan tanya lagi, 'Apa yang membuatku merasakan persaaan ini?'" katanya.
Jawaban pertanyaan ini tidak jarang dijawabnya dalam catatan. "'Jadi, aku sedih karena ... ' Terakhir, tanya lagi, 'Apa yang harus kulakukan untuk merasa lebih baik?'" tuturnya.
Infografis Bisnis Game di Indonesia
Advertisement