Liputan6.com, Jakarta - Kemajuan teknologi membuat kita bisa menghasilkan foto yang lebih indah dari aslinya. Namun kalau hasil foto terlalu indah, apalagi digunakan untuk mempromosikan tempat wisata, bisa menimbulkan masalah, seperti yang baru saja terjadi di China.
Media sosial dan platform gaya hidup Xiaohongshu yang disebut-sebut sebagai pesaing Instagram di negara itu, meminta maaf karena membiarkan sejumlah pengguna mereka membuat filter foto destinasi wisata yang hasilnya dianggap terlalu bagus. Banyak pengguna mereka yang kecewa karena saat pergi ke lokasi wisata tersebut ternyata tidak seindah fotonya.
Aplikasi yang juga dikenal dengan Little Red Book ini merilis pernyataan di akun media sosial mereka pada 17 Oktober 2021. Dilansir dari South China Morning Post, 18 Oktoner 2021, mereka mengakui beberapa pengguna telah melebih-lebihkan foto-foto traveling mereka.
Advertisement
Baca Juga
"Beberapa blogger tidak mengungkapkan bahwa foto-foto yang mereka hasilkan adalah hasil teknologi fotografi dan dianggap sebagai panduan perjalanan. Setelah beberapa orang yang melihat langsung tempat-tempat wisata di foto itu, mereka menemukan ada perbedaan besar antara realitas dengan foto-foto yang beredar online. Hal itu membuat banyak orang merasa tertipu," demikian pernyataan dari media sosial China tersebut.
Aplikasi Little Red Book mengklaim punya 100 juta pengguna aktif setiap bulannya dan sebagian besar dari mereka adalah wanita muda berusia 20an dan 30an. Mereka menyatakan punya peraturan yang salah satunya adalah agar menghindari penyuntingan berlebihan saat membagikan hasil foto mereka, terutama yang berkaitan dengan bidang kecantikan, fesyen, dan kunjungan ke berbagai toko.
"Semua orang menyukai kecantikan dan keindahan, dan mungkin bisa mempercantik media sosial Anda. Tapi mohon diingat, konten yang Anda bagikan mungkin dijadikan bahan bagi orang lain untuk mengambil keputusan. Untuk itu, kami meminta maaf pada para pengguna kami," sambung pihak platform tersebut.
Xiaohongshu juga berencana membuat sistem ranking untuk destinasi wisata dan daftar peringatan pada para turis tentang berbagai hal yang sebaiknya mereka hindari.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jadi Trending
Permintaan maaf itu dibuat setelah sejumlah pengguna komplain di media sosial tentang pengalaman mereka berwisata berdasarkan panduan dari Xiaohongshu. Mereka menemukan banyak perbedaan di tempat wsata yang dikunjungi dengan foto-foto yang dibagikan di aplikasi tersebut.
Para pengguna merasa terlalu banyak foto yang direkayasa dengan bantuan teknologi tinggi. Salah satu yang paling menghebohkan adalah tentag pantai pink di Danau Fuxian di kawasan provinsi Yunnan. Foto-foto destinasi wisata itu banyak terlihat berwarna pastel cerah, padahal tempat aslinya lebih bernuansa warna merah batu bata.
Foto-foto yang diedit dengan sangat canggih oleh Xiaohongshu, belakangan menjadi bahan pembahasan di media sosial China. Tagar 'Aku tak akan percayapada Xiaohongshu lagi' dan 'seberapa canggih teknologi filter Xiaohongshu? sempat menjadi trending di Weibo. Dua tagar itu menarik perhatian lebih dari 460 juta views dan 350 ribu diskusi pada 18 Oktober 2021.
Advertisement
Media Sosial Terpopuler
"Tak masalah untuk menggunakan aplikasi seperti Photoshop untuk membuat hasil foto tempat-tempat wisata jadi lebih bagus. Aku bisa saja membuat semak-semak di bawah tangga rumahku berubah menjadi hutan Norwegia dalam sekejap saja," komentar seorang warganet yang menilai mengedit foto di media sosial adalah hal yang wajar saja.
Beberapa warganet menilai, masalahnya adalah pada para blogger, bukan aplikasinya. Kontroversi itu terjadi di saat Beijing sedang memperketat kontrol terhadap industri teknologi di negara mereka.
Xiaohongshu sempat menghilang sementara dari daftar aplikasi di China pada 2019 lalu dengan alasan sedang menjalani perbaikan. Xiaohongshu adalah salah satu unit usaha milik Tencent Holdings dan Alibaba Group Holding yang merupakan raksasa teknologi China yang juga pemilik media South China Morning Post.
Mereka tumbuh dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi salah satu media sosial sekaligus aplikasi e-commerce terpopuler di China. Mereka berencana untuk berekspansi ke Amerika Serikat, tapi memutuskan menunda rencana tersebut pada Juli lalu setelah pemerintah China mengumumkan akan memperketat pengawasan terhadap perusahaan asing di negeri tersebut.