Sukses

6 Fakta Menarik Kepahiang yang Diyakini Asal Munculnya Sebutan Mabuk Kepayang

Kabupaten Kepahiang Bengkulu menyimpan jejak perjuangan melawan Belanda di masa perjuangan kemerdekaan.

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tak kenal dengan frase mabuk kepayang yang berarti dimabuk cinta? Banyak yang meyakini bahwa frase tersebut lekat dengan nama Kepahiang, sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Bengkulu.

Kabupaten ini berada di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong di sebelah utara itu merupakan penghasil buah kluwek, bumbu utama pembuatan rawon, terutama di Hutan Lindung Bukit Daun dan kawasan konservasi Bukit Barisan.

Buah berdaging hitam itu tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Dilansir dari kanal Regional Liputan6.com, bila dimakan mentah-mentah, pemakannya dipastikan akan mabuk berat alias teler karena kluwek mengandung asam sianida.

Peneliti dari Lembaga Riset dan Kajian Sosial Budaya, Hidi Christopher, menerangkan penyebutan mabuk kepahiang lama-lama berubah menjadi mabuk kepayang. Hal itu karena mabuk kepayang lebih mudah diucapkan dengan pelafalan yang cepat. Maknanya pun mengalami pergeseran karena dikaitkan dengan mabuk asmara.

Terlepas dari itu, Kepahiang memiliki luas wilayah yang mencapai 710,11 kilometer persegi. Pada 2020, jumlah penduduk Kepahiang mencapai 149.737 jiwa. Jumlah persebaran penduduknya tidak merata dan terkonsentrasi di Kecamatan Kepahiang yang merupakan ibu kota kabupaten

Tentunya, masih banyak fakta menarik lainnya dari Kepahiang. Berikut enam fakta menarik dari Kabupaten Kepahiang yang sudah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Ibu Kota Perjuangan

Pada periode 1945--1948, Kepahiang dikenal sebagai ibu kota Kabupaten Rejang Lebong dan menjadi ibu kota perjuangan. Itu karena Kepahiang menjadi pusat pemerintahan sipil dan seluruh kekuatan perjuangan, yaitu Laskar Rakyat, Badan Perlawanan Rakyat (BTRI dan TKR).

Sewaktu Agresi Militer Belanda Ke II, seluruh kekuatan Kabupaten Rejang Lebong di Kepahiang dimusnahkan oleh Belanda sehingga, pemerintah menumpang di Kota Curup. Sejak saat itu, mulai 1956, Curup ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Rejang Lebong.

Para tokoh masyarakat Kepahiang terus memperjuangkan agar Kepahiang menjadi ibu kota provinsi dan kota administratif, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, sesuai dengan Keputusan Mendagri Nomor 39 Tahun 2003, Kepahiang resmi berdiri sendiri menjadi kabupaten.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

3. Air Terjun Sengkuang

Air terjun setinggi 25 meter berada di Desa Mekar Sari, Kecamatan Kabawetan, dengan ketinggian 1.786 mdpl. Pemberian nama Sengkuang, konon di sekitar air terjun terdpaat banyak pohon sengkuang.

Air Terjun Sengkuang dapat ditempuh sekitar 72 kilometer dari Kota Bengkulu. Suara gemercik air terjun menyambut kedatangan pengunjung yang mengunjungi air terjun ini. Air Terjun Sengkuang juga dihiasi oleh bebatuan besar.

3. Curug Terombon

Curug Terombon berada di Desa Daspetah, Kecamatan Ujan Mas, yang menyajikan keindahan alam. Tidak ketinggalan dengan udara yang sejuk menambah keindahan Curug Terombon ini. Tinggi Curug Terombon kurang lebih 15 meter.

Nama Curug atau air terjun ini berasal dari nama penemu curug yang dipanggil Teak Rambon yang lama kelamaan masyarakat yang dipengaruhi bahasa daerah menyebutnya sebagai Teambon. Perjalanan menuju ke lokasi ini akan dimanjakan oleh pemandangan perkebunan kopi milik warga sekitar. 

4. Kawasan TWA Bukit Hitam

Kawasan TWA Bukit Hitam masih sangat asri. Kawasan ini tidak hanya memiliki air terjun setinggi 100 meter saja, tetapi juga sumber air panas.

Kawasan ini terletak di Desa Air Sempiang, Kecamatan Kabawetan, yang dapat ditempuh dengan mendaki sekitar 30 menit. Sementara itu, sumber air panas berada di sisi kiri air terjun.

 

3 dari 4 halaman

5. Perkebunan Teh Kabawetan

Perkebunan Teh Kabawetan berada di atas ketinggian 600-1000 meter dari permukaan laut. Perkebunan teh ini merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda yang dibangun pada 1930-an.

Perkebunan teh ini berlokasi di kawasan Kabawetan dan menjadi unggulan destinasi kabupaten ini. Kawasan ini memperlihatkan suasana alam perkebunan teh yang indah, walaupun ketika matahari tak tampak. Suhu udara di perkebunan teh ini sejuk, sekitar 17-19 derajat celcius. 

6. Tari Kejei

Tari Kejei merupakan tarian tradisional Suku Rejang. Tari Kejei biasanya dipentaskan setiap upacara kejei berlangsung. Upacara Kejei merupakan acara hajatan terbesar karena dapat mengangkat derajat kejei, orang yang mampu, dengan pemotongan kerbau, kambing, atau sapi sebagai syarat sahnya upacara ini.

Tari ini dimainkan oleh para remaja di pusat desa pada malam hari dengan penerangan lampion. Tari Kejei juga sebagai ajang perkenalan antara laki-laki dan perempuan Suku Rejang.

Hal yang khas dari tarian ini terdapat pada alat musik pengiring yang terbuat dari bambu, salah satunya seruling. Gerakan tari yang dilakukan pun berkelompok dengan membentuk lingkaran saling berhadapan searah jarum jam. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 dari 4 halaman

Cek Zonasi Destinasi Libur Bebas Covid-19