Liputan6.com, Jakarta - Patah hati bisa dialami siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Perempuan paruh baya didiagnosis sering terjangkiti sindrom patah hati hingga 10 kali lebih sering, daripada perempuan atau laki-laki yang berusia lebih muda. Hal tersebut terungkap dalam sebuah penelitian.
Penelitian juga menunjukkan, kondisi langka tersebut menjadi lebih umum dan kejadiannya terus meningkat jauh sebelum pandemi Covid-19. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Heart Association ini juga merupakan satu-satunya penelitian yang menunjukkan bagaimana jantung dan otak bereaksi bersama ketika hal-hal seperti kecemasan atau stres muncul, seperti dilansir dari laman SCMP, Senin (25/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Sindrom Takotsubo, juga dikenal sebagai sindrom patah hati, dapat mencerminkan serangan jantung, menyebabkan nyeri dada dan sesak napas setelah otot jantung melemah. Hal ini sering dipicu oleh stres atau rasa kehilangan dan dapat menyebabkan cedera jantung jangka panjang dan gangguan fungsi jantung.
Menurut Dr Susan Cheng, seorang peneliti di Smidt Heart Institute di Cedars-Sinai di negara bagian California, AS yang memimpin penelitian mengatakan, kondisi itu umumnya terjadi setelah peristiwa emosional atau fisik yang parah, seperti putus cinta, kecelakaan mobil atau bahkan pesta ulang tahun kejutan.
Pria dan wanita sama-sama mengalami sindrom patah hati dengan tingkat yang meningkat selama beberapa tahun terakhir dan perempuan berusia 50 hingga 74 tahun mengalami peningkatan tertinggi, ungkap penelitian tersebut. Dari 135.463 kasus sindrom patah hati yang dilaporkan di Amerika Serikat dari 2006 hingga 2017, 88,3 persen kasus terjadi pada perempuan paruh baya.
“Banyak dari kita telah memfokuskan setidaknya sebagian dari energi kita untuk mencoba memahami apa yang terjadi di sekitar sindrom khusus ini, seperti bagaimana mengenali dan membuat diagnosis. Pria dan wanita memiliki kerentanan yang berbeda terhadap penyakit,” kata Cheng.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sindrom Patah Hati yang Parah
Cheng menyarankan bahwa kemungkinan ada titik kritis, tepat di luar usia paruh baya, di mana respons berlebih terhadap stres dapat berdampak pada jantung. “Perempuan dalam situasi ini sangat terpengaruh, dan risikonya tampaknya meningkat.”
Meski jarang, kasus sindrom patah hati yang parah dapat menyebabkan kematian. Cheng mengatakan orang-orang telah menjalani perawatan intensif jantung "selama berhari-hari, atau bahkan berminggu-minggu, mencoba untuk pulih dari sindrom ini".
Cheng mengatakan sindrom patah hati belum dipahami dengan baik. Data paling terorganisir dan komprehensif yang tersedia ada di database Sampel Rawat Inap Nasional AS.
Sementara data tersebut secara eksklusif adalah data prapandemi, kata Cheng, ada data setelah 2017. Namun dibutuhkan beberapa tahun untuk mengumpulkan semuanya dan membuatnya terorganisir dan siap untuk dianalisis.
Advertisement
Kardiomiopati Takotsubo
Dia berharap akan ada tingkat diagnosis yang lebih rendah karena kebanyakan orang selama pandemi melakukan "semua yang mereka bisa untuk menghindari harus pergi ke rumah sakit". Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Physician Assistants pada 2020 menunjukkan prognosis keseluruhan bagi mereka yang kondisinya baik, dengan sekitar 95 persen pasien sembuh total.
Kardiomiopati Takotsubo pertama kali dijelaskan di Jepang pada 1990 oleh Dr Hikaru Sato. Penamaan tersebut sebagai perangkap gurita yang digunakan selama berabad-abad di Jepang, dengan leher yang sempit dan dasar yang relatif lebar yang memudahkan gurita masuk tetapi tidak keluar.
Pasien dengan penyakit kardiomiopati Takotsubo memiliki pembengkakan yang tidak biasa di ventrikel kiri jantung, Hal itu membuat jantung terlihat mirip dengan perangkap.
Infografis Selamat Jalan Didi Kempot, Bapak Patah Hati Indonesia
Advertisement