Liputan6.com, Jakarta - Masih banyak pekerjaan rumah di sektor pertanian. Bidang yang kerap diidentikan dengan kemiskinan ini masih berhadapan dengan tingginya ketidakefisienan, terutama di tahapan distribusinya. Padahal, sektor ini merupakan penyumbang PDB terbesar ketiga untuk Indonesia, yakni sebesar 13 persen dari total PDB.
Pamitra Wineka, CEO dan Cofounder TaniHub, menyebutkan bahwa masih banyak petani dihadapkan pada kesulitan memasarkan produk pangan yang dihasilkan. Saat panen, mereka kerap cemas hasil produksi akan dihargai tak wajar oleh tengkulak. Di sisi lain, konsumen tetap membeli dengan harga tinggi di pasar atau supermarket.
Perbedaan harga yang jomplang itu disumbang salah satunya oleh ketidakefisienan di tahap distribusi. Ia menilai teknologi berperan penting dalam memecah masalah menahun tersebut. Lewat big data, mereka mencoba memetakan tingkat produksi hasil pertanian di sejumlah daerah dan memeratakan distribusinya.Â
Advertisement
Baca Juga
"(Kuncinya) harus matching quantity, quality, harga, dan timing, semua harus tepat. Bagaimana caranya memindahkan dari lahan ke customer," kata pria yang akrab disapa Eka dalam jumpa pers virtual Taniversary 2021, Senin, 25 Oktober 2021.
Ritchie Goenawan, Chief Marketing Officer TaniHub Group, menambahkan dibandingkan lima tahun lalu saat TaniHub baru berdiri, tantangan distribusi ini ternyata masih banyak. Itu karena Indonesia negara yang luas dan besar, serta produksi bahan pangan tergantung banyak faktor, termasuk cuaca, iklim, dan kebutuhan per daerah.
"Distribusi akan selalu jadi tantangan besar sekali, tapi bersyukur perkembangannya kini besar. Kita rangkul sebanyak mungkin third party logistic untuk sama-sama layani konsumen," sambung Ritchie. Pihaknya pun membangun sistem prediksi agar bisa lebih mengantisipasi kondisi di lapangan.Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Imbas Pandemi
Eka mengungkapkan bahwa situasi pandemiCovid-19 turut mempercepat digitalisasi sektor pertanian. Jumlah pesanan produk pertanian melonjak tiba-tiba hingga pihaknya kesulitan untuk memenuhi permintaan yang masuk.Â
"Waktu itu kita persiapkan dan terus bertumbuh, tapi tidak secepat demand yang ada," ujarnya.
Karena itu, pihaknya menambah lokasi gudang untuk meningkatkan kualitas rantai pasok dan lama distribusi. Mulai tahun ini, TaniHub merintis gudang di daerah Sumatera, setelah sebelumnya berfokus hanya di Jawa dan Bali. Pada 2022, perusahaan akan berekspansi ke Sulawesi.
Di sisi lain, petani pun melihat peluang yang lebih baik lewat bergabung dalam platform tersebut. TaniHub mengaku ratusan petani kini meminta menjadi bagian dari ekosistem tersebut. Tentu, hal itu menimbulkan konsekuensi pada proses kurasi.
"Kita harus latih mereka dulu agar produknya bisa memenuhi grade-grade yang ditetapkan kami," ujarnya.
Â
Â
Advertisement
Sudah Dapat Fair Price?
Eka menekankan bahwa profit juga menjadi kunci agar platform tersebut bisa berkelanjutan dan membantu para petani. Inovasi-inovasi baru terus dikembangkan agar mampu memenuhi tuntutan pasar, salah satunya dengan meluncurkan TaniHub Food Solution.
Layanan itu ditunjukan untuk menjawab kebutuhan usaha kuliner melalui penyediaan bahan pangan berkualitas sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Order sementara ini difokuskan untuk wilayah Jawa dan Bali, tetapi tidak menutup kemungkinan peluang luar Jawa asal memenuhi pertimbangan.
Tetapi, apakah ekosistem tersebut sudah mampu memberi harga yang adil bagi para petani? Eka tak bisa menjawab lugas.
"Yang namanya fair price itu sangat tergantung tiga hal (quality, quantity, dan timing)...Pembentukan fair price bisa dibilang kita ikutin rekomendasi," ujarnya.
Apa Kabar Petani?
Advertisement