Sukses

Indonesia Terdepan di Dunia dalam Restorasi Terumbu Karang

Studi menunjukkan Indonesia memiliki lebih dari 500 proyek restorasi atau pemulihan terumbu karang.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia selama ini mungkin termasuk salah satu pelanggar lingkungan paling terkenal di dunia. Alasan utamanya adalah deforestasi berskala luas, beberapa kota dan sungai paling tercemar di dunia, dan kebakaran hutan yang begitu luas. Namun siapa sangka, masih ada satu hal yang membanggakan dalam bidang lingkungan hidup di Indonesia, yaitu terumbu karang.

Asia Tenggara diketahui mengalami industrialisasi dengan cepat, tapi Indonesia melakukan lebih banyak untuk memulihkan ekosistem laut yang rapuh daripada negara lain di dunia. Hal itu berdasarkan survei yang akan segera dirilis, yang ditunjukkan kepada Al Jazeera.

Dilansir dari Al Jazeera, Selasa, 2 November 2021, studi menunjukkan Indonesia memiliki lebih dari 500 proyek restorasi atau pemulihan terumbu karang.  "Dalam beberapa tahun terakhir sudah ada upaya besar untuk memulihkan terumbu karang di seluruh dunia. Namun dalam hal jumlah proyek yang terdokumentasi, Indonesia adalah pemimpin dunia," terang Tries Razak, ilmuwan yang meneliti restorasi terumbu karang di Universitas IPB (Institut Pertanian Bogor) yang memimpin survei tersebut.

"Ini pencapaian yang luar biasa dan sejalan dengan rencana ambisius pemerintah untuk menciptakan 30 juta hektar Kawasan Konservasi Laut untuk memastikan terumbu karang di Indonesia tidak hilang di generasi kita," lanjutnya. Temuan ini bersamaan dengan laporan yang dirilis oleh Global Coral Reef Monitoring Network awal bulan ini yang menunjukkan pemanasan global membantu memusnahkan 14 persen terumbu karang dunia antara 2009 dan 2018.

Menurut laporan tersebut, Segitiga Terumbu Karang di Asia Tenggara yang merupakan rumah bagi hampir sepertiga terumbu karang dunia, tidak terkena dampak air yang memanas dan dalam beberapa kasus menunjukkan pemulihan.

"Indonesia adalah satu-satunya tempat di dunia di mana sebagian besar penelitian dan restorasi telah dilakukan untuk menstabilkan puing-puing bawah air sejak awal 1990-an. Mereka jauh di depan Australia," kata Peter Mumby dari Universitas Queensland, Australia, seorang peneliti terkemuka tentang ketahanan ekosistem terumbu karang.

Australia, yang akan memulai rencana senilai 72 juta dolar AS atau sekitar Rp1,02 triliun untuk memperbaiki kerusakan ekstensif akibat perubahan iklim di Great Barrier Reef, meminta saran dari Indonesia. "Pada dasarnya kami bertanya, apa peran restorasi yang ditingkatkan dalam membuat terumbu karang kita lebih sehat di masa depan? Kami beralih ke peneliti di Indonesia dan mempelajari metode yang telah mereka kembangkan selama 10 tahun terakhir," ungkap Mumby.

Di antara para peneliti adalah Andrew Taylor, ahli biologi kelautan dari Kanada yang berbasis di Kepulauan Penida, tiga pulau kecil di barat daya Bali. Di sana, para penyelam scuba dari seluruh dunia datang untuk mengagumi mola-mola laut, ikan bertulang terberat di dunia yang beratnya bisa mencapai satu ton.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Pengembangan Pariwisata Tidak Terkendali

Pada 2018, Taylor memulai proyek percontohan restorasi karang yang didanai oleh organisasi non-pemerintah, Blue Corner Marine Research, di Nusa Penida, pulau terbesar dari tiga pulau.  "Kami memilih daerah ini karena merupakan salah satu daerah yang paling banyak terkena dampak terumbu karang," ucapnya.

"Dengan begitu banyak kapal yang berlabuh dan menyeret jaring ikan, terumbu karang telah berubah menjadi puing-puing," tambahnya. Menurut Taylor, idenya adalah untuk meletakkan semacam struktur yang menyediakan dasar bagi karang untuk tumbuh.

"Dalam beberapa tahun mereka benar-benar tertutup karang dengan banyak ikan berkeliaran. Kami kemudian memperbaikinya dengan menggulung kawat ayam di antara bingkai untuk menstabilkan puing-puing. Setelah sekitar satu tahun, spons dan karang lunak mulai beregenerasi sementara kawat hancur. Melihat sebelum dan sesudah pemotretan, ini seperti siang dan malam," terang Taylor.

Di dekat Bali, Taman Terumbu Karang Indonesia atau ICRG senilai 7,5 juta dolar AS atau sekitar Rp106 miliar dirancang untuk meregenerasi terumbu karang yang rusak akibat pengembangan pariwisata yang tidak terkendali.  Ditambah polusi sungai selama 50 tahun terakhir sambil menyediakan pekerjaan sementara bagi 10.000 orang yang kehilangan pekerjaan di bidang pariwisata selama pandemi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang mendanai proyek tersebut, mengklaim terumbu karang baru juga mampu menciptakan lapangan kerja baru dalam wisata bahari di masa depan. Proyek restorasi karang terbesar di dunia, ICRG terdiri dari kurang dari satu juta unit struktural yang tenggelam di lima bagian berbeda di pulau itu.

3 dari 5 halaman

Memperkerjakan Penduduk Lokal

Pekerjaan dimulai pada Januari di Lovina, sebuah distrik wisata yang dulu ramai di pantai utara Bali di mana 250 penduduk setempat disewa untuk membangun 1.000 'bio-rocks' –lonceng beton dan logam besar yang menampilkan lubang untuk menempelkan karang keras. Bagian akhir proyek, yang selesai bulan lalu, mempekerjakan 1.000 penduduk lokal di Nusa Dua di selatan pulau untuk membangun 8.000 pipa baja sebagai bangunan bawah untuk taman karang.

"Idenya adalah memberi kami pekerjaan dan membuat 20 hektare taman karang dengan 20 lokasi penyelaman baru," kata Rafi, salah satu dari 400 instruktur selam pengangguran yang dipekerjakan untuk memasang pipa di bawah air.  Seperti banyak orang Indonesia, dia hanya menggunakan satu nama.  Kementerian juga menyediakan peralatan selam kepada pemerintah Nusa Dua sehingga masyarakat desa dapat pergi ke sana setiap minggu untuk membersihkan karang.

"Sebagai orang yang telah bekerja di industri selam selama enam tahun, dan orang yang berharap untuk kembali bekerja setelah pandemi berakhir, rasanya senang melihat pemerintah berinvestasi dalam memulihkan terumbu karang –dan menciptakan yang baru di tempat-tempat yang tidak pernah memilikinya sebelumnya," tuturnya.

Razak dari Universitas IPB mengatakan, proyek ICRG bermanfaat bagi para pengangguran di Bali tetapi tidak yakin apakah itu akan memberikan manfaat yang sama bagi terumbu karang Bali. "Sepuluh tahun yang lalu saya pergi untuk memeriksa sebuah situs di pantai timur Pulau Sumbawa di mana sebuah perusahaan pertambangan telah menanam beberapa ratus terumbu buatan di dua teluk yang berbeda," ujar Razak.

4 dari 5 halaman

Regenerasi Karang

"Menariknya, situs yang tidak pernah memiliki karang ini bekerja dengan sangat baik. Namun di sisi lain, tidak ada karang yang tumbuh. Menumbuhkan karang berbeda dengan menumbuhkan pohon, di mana Anda menanamnya dan itu akan tumbuh," tambahnya.  Masih menurut Rizal, sebagian besar proyek restorasi di Indonesia dilakukan tanpa studi pendahuluan, sehingga terumbu buatan tidak ditanam di tempat yang paling membutuhkannya.Hambatan lain untuk keberhasilan penanaman adalah kurangnya pemantauan hasil. Sebagian besar proyek ini hanya instalasi satu kali.

Mereka memulai sesuatu dan meninggalkannya tanpa belajar apapun dari ratusan proyek yang ada. "Tanpa pendekatan jangka panjang yang terpusat seperti ini, kita tidak akan pernah bisa menyempurnakan ilmu regenerasi terumbu karang tidak peduli berapa banyak terumbu yang kita tanam," tutup Rizal.

Namun bagi Mitchell Ansiewicz, pemilik resor pantai Ohana, dan penduduk Kepulauan Penida lainnya, regenerasi karang apa pun adalah hal yang baik.

"Kondisi terumbu karang di sekitar pulau-pulau ini mempengaruhi hampir semua orang, mulai dari petani rumput laut lokal, operator selam, hingga nelayan, peselancar, dan pemilik tanah yang mendapatkan perlindungan alami dari terumbu karang," jelas Ansiewicz.  "Apa pun yang bisa dilakukan untuk membuatnya lebih banyak adalah nilai tambah," pungkasnya.

5 dari 5 halaman

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan