Liputan6.com, Jakarta - Aksi memerangi perubahan iklim telah cukup lama digaungkan berbagai pihak menyusul kondisi Bumi yang tidak baik-baik saja. Dampak perubahan iklim bukan hanya di depan mata, tetapi telah nyata terasa dan kian mengancam keberlangsungan kehidupan kini dan utamanya di masa mendatang.
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Wahyu Perdana menyampaikan dampak perubahan iklim yang paling terasa adalah terkait bencana ekologis. Hal tersebut akan berimbas pada siklus alam yang berubah.
"Dampaknya bukan hanya dampak fisik, tapi yang kita alami sekarang. Sama seperti yang kita hadapi dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di daerah rawa gambut di musim kering begitu rentan sekali mengalami kebakaran hutan dan lahan, ketika musim penghujan rentan banjir," kata Wahyu saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 4 November 2021.
Advertisement
Baca Juga
Wahyu melanjutkan, apa yang dialami saat ini akan ditanggung oleh generasi berikutnya. Dampak jangka pendek dari perubahan iklim dikatakannya, akan memengaruhi cuaca dan bencana ekologis akan meningkat.
"Secara statistik sebenarnya terlihat dari data BNPB dan BMKG ada kenaikan signifikan bencana ekologis dari tahun ke tahun," tambahnya.
Sedangkan dampak jangka panjang, perubahan iklim akan memengaruhi siklus dan waktu panen. Jika perubahan iklim dibiarkan terjadi dapat mengancam ketahanan pangan.
Wahyu menambahkan adanya ancaman kepunahan dan kerusakan yang jika dibiarkan terus terjadi akan berimbas terjadi keruntuhan satu ekosistem dan akan berdampak pada yang lain. "Sayangnya, ancaman itu akan dihadapi terlebih dahulu pada saudara-saudara kita yang ada di pesisir dan pulau-pulau kecil," terangnya.
Hal tersebut akan berimbas pada naiknya permukaan air laut yang mengancam pulau-pulau kecil. Jika pulau-pulau tersebut hilang nantinya bakal memunculkan ancaman ekosistem.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ragam Ancaman
Senior Policy Researcher Yayasan Indonesia Cerah (CERAH) Mahawira S. Dillon mengungkapkan hal senada terkait ancaman di pesisir. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan sehingga banyak warganya yang tinggal di tepi laut.
"Nanti akan ada peningkatan ketinggian muka laut berarti makin banyak yang tenggelam dan untuk yang tinggal di pesisir risiko untuk gelombang tinggi, nelayan akan semakin sulit melaut," kata Wira saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 4 November 2021.
Di sisi lain, Wira menjelaskan salah satu dampak perubahan iklim yang dirasakan kaum urban adalah gelombang panas. Ke depannya, ancaman ini dapat berujung pada kondisi yang kian parah dan suhu ekstrem.
"Perubahan iklim itu memang susah dilihat sehari-hari, tapi kalau dilihat tahun ke tahun akan terasa bahwa intensitasnya akan semakin tinggi," tambahnya.
Menurut Wira, dampak perubahan iklim sangat terasa bagi mereka yang tinggal di daerah global north. "Kalau di daerah global north istilahnya yang mengalami musim dingin dan panas, mereka akan melihat musim dingin lebih dingin dan musim panas lebih panas," lanjutnya.
Wira juga menyebut kondisi tak menentu juga dirasakan oleh petani. Cuaca ekstrem memaksa para pertani untuk terus mengubah pola tanam.
Advertisement
Apa yang Harus Dilakukan?
Lantas, apa yang bisa dilakukan guna mencegah keadaan semakin memburuk? Wira menyebut bahwa setiap orang dapat mengupayakan keadaan Bumi yang lebih baik.
"Memang harus ada perubahan sistemik. Kalau benar-benar mau mengubahnya kita harus turun ke jalan atau menyuarakan supaya pemerintah dan pemimpin-pemimpin bisnis karena mereka yang menentukan apa yang diproduksi, apa yang dikonsumsi," tambahnya.
Kendati demikian, upaya pribadi adalah salah satu bentuk kontribusi menjadi agen perubahan untuk menyelamatkan Bumi. Wahyu menjelaskan inisiasi publik telah begitu banyak dilakukan mulai dari banyak yang menghindari produk sekali pakai hingga menghemat penggunaan air.
"Tapi ita juga punya catatan, lebih dari 62 persen luas darat Indonesia itu dikonsesi pada konsesi korporasi bentuknya bisa macam-macam, tambang, kebun, kehutanan. Jadi aware terhadap kebijakan yang terkait lingkungan juga jadi penting," jelas Wahyu.
Sementara, Wira juga menyampaikan beberapa aksi pribadi guna mencegah kondisi kian parah. Salah satu yang utama adalah mengurangi konsumi dan tidak menambah timbulan sampah.
"Bawa tumbler atau bawa sedotan (reusable) kita pakai ulang karena itu akan mengurangi sampah plastik. Sampah plastik itu diproduksi dan itu ada emisinya juga," jelas Wira.
Langkah kecil lainnya yang bisa dilakukan adalah mengurangi penggunaan pendingin ruangan, lebih banyak memakai transportasi massal, menekan frekuensi food delivery karena akan menimbulkan sampah kemasan.
"Kalau mau, Meatless Monday, setiap hari Senin kita tidak makan daging bisa makan sayur-sayur, tahu, tempe, dimulai dari itu," tambahnya.
Sementara itu, dalam upaya menyelamatkan Bumi, Wahyu mengatakan "Jangan segan untuk kritisi kebijakan terkait lingkungan."
Ungkapan senada turut disampaikan Wira yang berharap lebih banyak yang tersadarkan akan kondisi Bumi yang kian rapuh. "Harapannya lebih banyak dari teman-teman yang tersadarkan untuk memanggil bahwa kita perlu perubahan sistemik," ungkapnya.
Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan
Advertisement