Sukses

Sandiaga Uno Akui Revisi Amdal Taman Nasional Komodo Belum Dilaporkan ke UNESCO

Bulan lalu, Sandiaga menyebut pemerintah akan segera menyerahkan revisi Amdal Taman Nasional Komodo kepada UNESCO paling lambat September 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengumumkan dokumen revisi Environment Impact Asessment (EIA) atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) terkait proyek pengembangan Taman Nasional Komodo sudah rampung. Namun, dokumen tersebut masih belum dilaporkan kepada UNESCO.

"Saat ini environment impact asessment sudah jadi, namun masih terus dilakukan double check dan difinalisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jadi belum di-submit ke UNESCO," terang Sandiaga di Weekly Press Brifeing, Senin, 8 November 2021.

Menurut pria yang biasa disapa Sandi ini, dokumen revisi ini disusun KLHK bekerja sama dengan berbagai pihak. Di dalamnya ada dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Warelife Consorcium Society, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan perwakilan kontraktor.

Rencana pelaporan dokumen ini ke UNESCO tertunda dari rencana semula. Pada bulan lalu, Sandi memastikan pemerintah akan segera menyerahkan revisi amdal Taman Nasional Komodo atau TN Komodo kepada UNESCO paling lambat September 2021.

Mengenai hasil aspek pemenuhan lingkungan, pemerintah mengklaim tidak akan ada kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari penataan sarpras wisata alam di Loh Buaya. KLHK melalui Badan Taman Nasional Komodo sudah melakukan berbagai mitigasi untuk memastikan tidak adanya kerusakan lingkungan di sana.

"Sudah dibuat SOP, design planning, dan pendampingan untuk memastikan bahwa semua kegiatan yang dilakukan tidak merusak ekosistem sekitar dan satwa-satwa liar yang ada di lokasi tetap aman. Monitoring berkala terus dilakukan oleh petugas," ujar Sandi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Permintaan UNESCO

Sebelumnya, UNESCO yang merupakan organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang pendidikan, sains, dan budaya, telah meminta pemerintah Indonesia menyetop sementara pengerjaan proyek infrastruktur Integrated Tourism Master Plan (ITMP) Taman Nasional Komodo dan sekitarnya. Proyek itu ditengarai berdampak pada habitat komodo.

UNESCO juga meminta Indonesia menyerahkan revisi amdal dan dokumen-dokumen pendukung terkait ITMP Taman Nasional Komodo ini. Pada 9 Agustus, Sandi mengatakan UNESCO memberikan batas waktu bagi Indonesia untuk menyampaikan dokumen tersebut pada 1 Februari 2022 ke World Heritage Centre.

Pada Agustus lalu, Sandi mengklaim bahwa pengembangan pariwisata di Labuan Bajo, khususnya TN Komodo mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan. 

"Kemenparekraf akan memastikan bahwa prinsip-prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan jadi dasar utama yang harus dilakukan dalam pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Destinasi Super Prioritas (DSP) Labuan Bajo," kata Menparekraf.

3 dari 4 halaman

Fasilitas Perlu Diperbaiki

Sandiaga merujuk pada pernyataan KLHK yang menegaskan bahwa pembangunan di Resort Loh Buaya, Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap nilai universal luar biasa (OUV). Sarana dan prasarana yang dibangun di sana bukan dibuat dari baru, melainkan menggantikan yang sudah tak layak dengan yang berstandar internasional.

"Waktu saya berkunjung ke Taman Nasional Komodo itu, saya melihat memang banyak fasilitas yang perlu diperbaiki karena berkaitan dengan masalah keselamatan, berkaitan dengan kesehatan, dan juga keberlanjutan lingkungan," ucapnya.

Sandi menambahkan, Kemenparekraf, sedang menyusun ITMP Labuan Bajo bersama kementerian/lembaga terkait sebagai salah satu upaya untuk memproyeksi ke depan dan menyusun skenario pengembangan sekitar kawasan dalam ITMP. Cakupannya meliputi analisis demand and supply terhadap pengembangan wilayah.

4 dari 4 halaman

8 Tips Liburan Akhir Tahun Minim Risiko Penularan Covid-19