Liputan6.com, Jakarta - Menyambut Hari Pahlawan, nama Surabaya jadi sorotan. Kota yang berada di provinsi Jawa Timur itu dijuluki sebagai Kota Pahlawan.
Penyematan Kota Pahlawan itu tak lepas dari sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan Arek-Arek Suroboyo atau pemuda-pemuda Surabaya. Mereka mempertahakan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan penjajah.
Oleh karena itu, menyambut Hari Pahlawan, ada baiknya kita mengenang sejumlah tempat wisata sebagai saksi bisu perjuangan anak bangsa melawan penjajah. Tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber.
Advertisement
Baca Juga
1. Tugu Pahlawan
Tugu Pahlawan didirikan di lokasi yang bermakna penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik dari kekuasaan Jepang, maupun Sekutu yang diboncengi Belanda dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Presiden Sukarno pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 1951.
Awalnya, tinggi tugu direncanakan 45 meter sesuai dengan berdirinya Republik Indonesia pada 1945. Namun, karena terdapat masalah konstruksi bangunan yang dikhawatirkan tidak mampu menopang ketinggian tersebut, akhirnya tugu dibangun setinggi 41,15 meter atau 45 yard, dilansir dari laman cagarbudaya.kemendikbud.go.id.
Pada awalnya pekerjaan pembangunan Tugu Pahlawan ditangani Balai Kota Surabaya, lalu dilanjutkan oleh Indonesian Engineering Corporation yang diteruskan oleh Pemborong Saroja. Monumen yang dibangun selama 10 bulan ini diresmikan oleh Presiden Sukarno pada 10 November 1952.
Pada 1988 dimulai penataan lapangan Tugu Pahlawan yang dilengkapi dengan bangunan museum, pintu masuk, patung dan relief perjuangan. Sejak itu, lapangan di sisi selatan tugu digunakan pula sebagai tempat upacara dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kenegaraan. Pada 1991--1996 dilakukan pembenahan kembali Tugu Pahlawan dan Museum Perjuangan 10 November yang dipimpin oleh arsitek Ir. Sugeng Gunadi, MLA dari Institut Teknologi Sepuluh November.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Hotel Yamato
Tempat lain yang menjadi saksi bisu sejarah adalah Hotel Yamato yang saat ini beralih menjadi Hotel Majapahit. Pembangunan hotel ini berawal pada 1900 saat keluarga Sarkies membeli rumah dengan lahan seluas 1.000 meter persegi.
Pada 1910 dimulailah peletakan batu pertama pendirian hotel oleh keluarga Sarkies yang dirancang oleh Regent Alfred John Bidwell dengan gaya Art Nouveau. Keluarga Sarkies adalah keluarga pendiri Hotel Raffles di Singapura, Hotel Strand di Birma, Hotel The Eastern & Oriental Hotel di Penang.
Hotel ini diresmikan pada 1 Juli 1911 dan menjadi salah satu hotel tertua di Indonesia yang masih beroperasi. Pada 1923 dan 1926 dilakukan perluasan bangunan sayap kanan dan kiri.
Pada 1936 didirikan bangunan lobi hotel bergaya Art Deco, untuk kepentingan toko, kantor dan rumah makan. Pada 1942 saat Surabaya diduduki oleh Jepang, hotel ini diganti namanya menjadi Yamato Hoteru atau Hotel Yamato.
Â
[ Baca Juga: Artis Indonesia Berdarah Pahlawan ]
Advertisement
3. Kawasan Jembatan Merah
Pada masa penjajahan, Jembatan Merah dianggap sebagai lokasi penting. Kawasan ini menjadi satu-satunya akses transportasi perdagangan yang melewati Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya.
Jembatan ini juga menjadi bukti Belanda menguasai sebagian wilayah Surabaya. Saat itu, penjajah Belanda meminta hak klaim atas beberapa daerah pantai utara di Surabaya yang dianggapnya komersil.
Jembatan Merah dibangun atas kesepakatan Pakubowono II dari Mataram dengan VOC sejak 11 November 1743. Dalam perjanjian disebutkan bahwa beberapa daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan ke VOC, termasuk Surabaya yang berada di bawah kolonialisme Belanda.
Sejak saat itu, daerah Jembatan Merah menjadi kawasan komersial sekaligus menjadi jalan satu-satunya yang menghubungkan Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya. Dengan kata lain, Jembatan Merah merupakan fasilitator yang sangat penting pada era itu.
4. Museum Tjokroaminoto
Rumah kediaman H.O.S Cokroaminoto diresmikan pada 27 November 2017 menjadi museum Pemerintah Kota Surabaya sekaligus sebagai destinasi wisata sejarah oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Museum ini berlokasi di Jalan Peneleh Gang VII Surabaya.
Rumah tersebut tidak hanya digunakan oleh Pahlawan Nasional Tjokroaminoto beserta keluarga sebagai tempat tinggal, namun juga sebagai tempat tokoh-tokoh pergerakan dari berbagai latar belakang ideologi seperti Semaoen, Alimin, Darsono, serta Tan Malaka bertemu dan berdialog. Museum H.O.S Tjokroaminoto mempunyai 143 koleksi terkait dengan rumah tinggal Tjokroaminoto.
Advertisement
5. Gedung Internatio
Gedung Internatio dibangun pada 1850, terletak di sudut Heerenstraat dan Willemsplein, sekarang Jalan Jayengrono. Gedung ini berbatasan dengan stasiun Jembatan Merah dan Jembatan Merah Plaza.
Gedung tersebut telah dibangun pada 1929 oleh Biro AIA Aristech (Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau) yang beralamat di Sumatrastraat 59 Soerabaia. Ini adalah karya arsitek terkenal dari Surabaya yang lahir di Tulungagung Jawa Timur bernama Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels.
Dia berusaha untuk mewujudkan bangunan ini pada 1882. Setelah Jepang menyerah, pada 25 Oktober 1945 sekitar 6.000 tentara sekutu (Brigade 49) di bawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby mendarat di dermaga Tanjung Perak Surabaya. Mereka tanpa izin dari para pimpinan Indonesia langsung membebaskan para tawanan (Belanda) dan menempati gedung-gedung penting, termasuk Gedung Internatio.
6. Penjara Kalisosok
Bekas Penjara Kalisosok yang berada di Jalan Kasuari, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur diusulkan menjadi objek wisata cagar budaya. Tim ahli cagar budaya dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Purnawan Basundoro mengungkapkan, sudah selayaknya bekas penjara Kalisosok dialihfungsikan sebagai wisata cagar budaya di Kota Surabaya.
Penjara Kalisosok dibangun oleh Pemerintah Belanda pada 1 September 1808 dengan biaya sebesar 8.000 gulden. Penjara ini terletak di kawasan Surabaya Utara, tepatnya di Jalan Kasuari Nomor 5 Krembangan. Tempat ini diketahui dibangun saat kepimpinan Herman Williem Daendels yang saat itu menjabat gubernur jenderal Hindia Belanda ke-36.
Banyak pejuang kemerdekaan Indonesia pernah merasakan kejamnya Penjara Kalisosok di Surabaya terutama di masa 1940--1943, saat masa pendudukan Jepang, mulai dari Sukarno, WR. Supratman, Kiai Haji Mas Mansur sempat menempati penjara ini. Orang-orang yang masuk penjara ini kebanyakan mereka yang dianggap mengancam atau memprovokasi masyarakat agar semakin benci penjajah.
Advertisement