Sukses

Pentingnya Kolaborasi untuk Tangani Masalah Sampah yang Sulit Dikelola

Limbah yang sulit dikelola ini terutama berupa sampah kemasan saset.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara penghasil sampah plastik lautan terbanyak kedua sedunia, Indonesia harus berbenah mencari solusi penanganan limbah secara tuntas. Pemerintah telah menetapkan target pengurangan 70 persen sampah plastik melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanganan Sampah Plastik Laut Tahun 2018-2025.

Selain pemerintah, pihak swasta dan komunitas juga berusaha menyelesaikan masalah sampah. Greeneration Foundation melalui program Citarum Repair yang berkolaborasi dengan Waste4Change dan RiverRecycle mengadakan webinar dengan tajuk "Ventures to Prevent Plastic Pollution Toward The Ocean" pada 23 dan 24 November 2021.

Webinar ini bertujuan jadi wadah bagi pemerintah, swasta, peneliti, komunitas, dan pihak lainnya untuk menjelajahi lebih dalam tentang masalah sampah di laut Indonesia.

Webinar dibuka oleh Resmiani, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, yang menyatakan bahwa Sungai Citarum sebagai salah satu wilayah yang memiliki populasi penduduk yang banyak berdampak dalam persampahan. Ia mengatakan, pihaknya sedang melaksanakan program Citarum Harum, yaitu membersihkan Sungai Citarum secara keseluruhan yang diharapkan dapat selesai pada 2023.

Implementasi program ini membutuhkan kolaborasi pentahelix yang melibatkan partisipasi pemerintah, komunitas, dan organisasi. Dari sektor privat, hadir Triyono Prijosoesilo selaku Ketua Pelaksana Coca-Cola Foundation Indonesia.

Triyono menyatakan, pihaknya memahami bahwa pengelolaan kemasan plastik pascakonsumsi jadi isu yang sangat penting. Pada 2018, Coca-Cola hadir dengan visi World Without Waste.

Sejalan dengan visi tersebut, mereka ingin menjadi bagian dari solusi masalah sampah. "Kami ingin menggunakan material daur ulang dalam kemasan kami, dengan target rata-rata 50 persen di tahun 2030. Untuk memenuhi visi tersebut memerlukan kolaborasi dengan banyak pihak," ucap Triyono.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Potensi Sungai Citarum

Webinar juga menampilkan representasi tiga institusi pegiat isu sungai. Ada Bastari dari BBWS Citarum, Wisya Aulia Prayudi dari Citarum Repair, serta Gary Bencheghib dari Sungai Watch.

Bastari mengungkap Sungai Citarum mengaliri 12 kabupaten dan kota, yang mana 12 persen di antaranya merupakan lahan kritis akibat timbulan sampah yang berasal dari desa dan wilayah metro Bandung. Padahal, Sungai Citarum dapat jadi, misalnya, sumber air baku masyarakat dan aliran listrik.

Wisya mengamini narasi itu, menyebut "Pendekatan berbasis masyarakat juga penting untuk mengatasi sampah di Sungai Citarum."

"Oleh karena itu, Citarum Repair yang diimplementasikan pada 2020 hingga 2023 dijalankan melalui tiga pendekatan, yakni implementasi teknologi, manajemen persampahan, dan partisipasi masyarakat," terang Wisya.

3 dari 4 halaman

Bantuan Teknologi

Selain Sungai Citarum, banyak juga sungai di Indonesia yang memiliki masalah timbunan sampah. Gary mengungkap, sejak 2017, beberapa sungai juga mulai menumpuk sampahnya.

Sebagian besar merupakan sampah yang sulit dikelola, seperti sampah-sampah kemasan saset yang terus menumpuk di hulu sungai. Untuk itu, mengatasi masalah sampah butuh banyak pendekatan dan melibatkan multisektor.

Melihat fenomena sampah di sungai-sungai Indonesia dan dunia, Molly Morse, peneliti Benioff Ocean Initiatives, menyimpulkan, riset dan pemberdayaan, serta manajemen dan kolaborasi menjadi hal penting dalam menjaga kondisi lingkungan. "Teknologi bisa membantu untuk menyelesaikan masalah sampah yang tetap disesuaikan dengan keadaan yang seharusnya. Kolaborasi bisa membuat kita mendapatkan solusi yang lebih cepat," tutur Molly

4 dari 4 halaman

Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat