Liputan6.com, Jakarta - Aksi untuk menekan isu kekerasan seksual terus digaungkan berbagai pihak, termasuk The Body Shop Indonesia. Upaya mencipta ruang aman dan kampus bebas kekerasan seksual, salah satunya satunya diwujudkan dalam kampanye #TBSFightForSisterhood.
"#TBSFightForSisterhood adalah kampanye kolaborasi untuk memperjuangkan isu kekerasan seksual. Tujuan kampanye ini adalah Indonesia bebas dari kekerasan seksual," kata Owner & Chairperson The Body Shop Indonesia Suzy Hutomo dalam seri webinar The Body Shop Goes to Campus, Rabu (1/12/2021).
Advertisement
Baca Juga
Pihaknya menyambut baik Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 pada tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi. Guna mendukung peraturan ini, pihaknya menggelar beberapa aksi.
"Sebagai bentuk dukungan kepada peraturan menteri tersebut, The Body Shop Indonesia menyelenggarakan program The Body Shop Goes To Campus ini untuk menciptakan kampus bebas dari kekerasan seksual," tambahnya.
Seri webinar ini akan diselenggarakan sebanyak enam kali di berbagai kampus di seluruh Indonesia. Dalam menyuarakan kampus bebas kekerasan seksual, pihaknya turut bersinergi dengan Makassar International Writers Festival, Yayasan Pulih, Magdalene.co, dan Yayasan Plan International Indonesia.
Pemerhati isu gender sekaligus penulis Kalis Mardiasih menyampaikan saat ini Indonesia tengah memasuki masa krisis kemanusiaan karena tingginya angka kekerasan seksual. Penyebab utama kekerasan seksual adalah timpangnya relasi.
"Timpangnya relasi kuasa antara pelaku dan korban, biasanya dilakukan oleh orang yang punya kuasa karena merasa bisa membuat korbannya enggak berdaya, bisa mengancam korbannya, membuat ketakutan," terang Kalis.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pentingnya Edukasi
Kalis menjelaskan langkah pendampingan korban kekerasan seksual adalah dengan memercayai cerita korban. Sedangkan untuk cakupan perguruan tinggi, kampus dapat menyediakan layanan aduan kasus kekerasan seksual.
Tim dalam layanan aduan tersebut sudah sepatutnya terdiri atas orang yang memiliki perspektif memberikan keadilan bagi korban. Kampus memiliki tanggung jawab dalam menciptakan ruang dan lingkungan yang aman dari kekerasan seksual.
Direktur Rumah Perempuan Libby Sinlaloe menyebut setidaknya ada 50 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia melihat kekerasan seksual ini terjadi karena meminimnya pendidikan mengenai kekerasan seksual.
"Ketika berbicara soal kekerasan seksual, banyak orangtua yang berpikir ini bicara soal hubungan seksual, bagaimana orang mau tahu dan mencegah secara mandiri, ketika ada kasus yang menyerang mereka," jelas Libby.
Advertisement
Data Kekerasan Seksual di Kampus
Pendidikan seksual dikatakan Libby masih sangat perlu dilakukan terus-menerus. Hal tersebut bertujuan menyadarkan banyak orang, sehingga bisa bersama-sama mencegahnya.
"Ketika sadar, tahu, dan memahami, maka orang bisa mencegah mandiri," ungkap Libby.
Komnas Perempuan menerima 27 persen aduan kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan sepanjang 2015--2020. Data tersebut diperkuat dengan temuan survei Mendikbud Ristek (2019), kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual (15 persen), setelah jalanan (33 persen) dan transportasi umum (19 persen).
Penelitian lain menjelaskan, 40 persen dari 304 mahasiswi pernah mengalami kekerasan seksual (Ardi dan Muis, 2014), 92 persen dari 162 responden mengalami kekerasan di dunia siber (BEM FISIP Universitas Mulawarman, 2021), 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan 63 persen tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus (Survei Ditjen Diktiristek, 2020). Kebanyakan korban kekerasan seksual adalah perempuan.
Infografis Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual
Advertisement