Sukses

Kota di China Bangun Forum Kencan untuk Para Jomlo

Gagasan membuat forum kencan untuk para jomblo ini nyatanya disambut skeptis oleh sebagian publik China. Kenapa?

Liputan6.com, Jakarta - Para jomlo di kota Luanzhou, China punya opsi lain dalam menemukan pasangan. Pasalnya, pemerintah lokal turun tangan membangun database kencan ekstensif yang dikelola negara.

Pejabat kota mengumumkan, mereka telah mulai mengumpulkan informasi pribadi pria dan perempuan yang belum menikah, lapor VICE World News, Kamis (30/12/2021). Pihaknya memasukkan data yang dikumpulkan ke dalam database pusat.

Karena pandemi terus membatasi interaksi sosial bagi banyak orang, otoritas setempat menyebut, perjodohan bagi pegawai negeri dan pekerja di perusahaan milik negara sedang diupayakan. Sesi kencan buta juga dilaporkan sedang berlangsung.

Dua kelompok kencan telah diatur tahun ini, dengan kencan virtual yang dijadwalkan berlangsung pada malam Tahun Baru 2022 di aplikasi Douyin, TikTok versi China. "Kami berharap dapat menyatukan pria dan perempuan lajang melalui kegiatan ini," kata seorang perwakilan dari pemerintah kota setempat dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di situs web microblogging Sina Weibo.

Pihak berwenang juga menyoroti sifat positif Luanzhou sebagai "kota ramah anak muda." Mereka menambahkan bahwa permintaan untuk forum kencan datang dari masyarakat. Tapi, niat pemerintah nyatanya disambut skeptis oleh sejumlah penghuni dunia maya.

Ada yang menyinggung tentang kebijakan keluarga berencana yang kontroversial di negara itu. "Keluarga besar dihukum berat di bawah kebijakan satu anak dan sekarang pemerintah berusaha membatalkan dampak berbahaya dari undang-undang beracun itu," kata seorang pengguna Weibo, Twitter versi Tiongkok.

Sementara yang lain berkomentar, "Butuh lebih banyak cara meyakinkan 'Tiongkok modern' untuk kembali ke cara lama. Orang-orang terlalu puas dengan hidup mereka untuk berubah secara drastis."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Ketidakseimbangan Gender

Ketidakseimbangan gender tetap jadi masalah besar dalam masyarakat China, akibat kebijakan satu anak selama beberapa dekade di negara itu. Data populasi satu dekade yang dirilis pemerintah China tahun ini mencatat 35 juta lebih banyak pria jomlo daripada perempuan.

Sementara jumlah total lajang di Negeri Tirai Bambu diperkirakan akan melampaui 90 juta jiwa di tahun-tahun mendatang. Perempuan yang belum menikah menghadapi tekanan untuk mencari suami demi mengurangi jumlah pria lajar. Perempuan yang tidak berbuat demikian kemudian distigmatisasi sebagai "wanita sisa" oleh masyarakat Tiongkok.

Di sisi lain, sudah beberapa dekade sejak pemerintah China memberlakukan batasan ketat yang memaksa jutaan wanita menggugurkan kandungan yang dianggap ilegal oleh negara. Praktik itu kemudian jadi kurang umum sejak pelonggaran kebijakan satu anak pada 2015, melansir CNN.

Awal Oktober lalu, pemerintah China dilaporkan ingin mengurangi aborsi karena "alasan non-medis," mengundang reaksi kemarahan publik dengan cepat. Media sosial dibanjiri komentar dari para perempuan yang muak dengan apa yang mereka lihat sebagai upaya pemerintah mengendalikan tubuh mereka.

3 dari 4 halaman

Perubahan Kebijakan

Tidak sedikit perempuan yang menggambarkan perubahan kebijakan aborsi sebagai upaya putus asa untuk meningkatkan angka kelahiran yang semakin berkurang di negara itu. "Ketika (negara) ingin Anda melahirkan, Anda harus melakukannya dengan cara apa pun. Ketika (negara) tidak menginginkannya, Anda tidak boleh melahirkan, bahkan dengan risiko kematian," bunyi salah satu komentar.

Kebijakan aborsi dimasukkan dalam blueprint pemerintah untuk "memajukan hak-hak perempuan selama dekade berikutnya." Ini mencakup bidang-bidang, mulai dari pendidikan hingga pekerjaan, yang dibanggakan media pemerintah China akan meningkatkan kesetaraan gender "ke tingkat lebih tinggi di era baru."

Tindakan aborsi adalah bagian yang lebih besar dari kesehatan reproduksi yang mencakup ketentuan seperti peningkatan pendidikan kesehatan dan akses kontrasepsi. Namun, di luar kalimat singkat itu, tidak ada perincian lain, termasuk bagaimana pembatasan aborsi akan diterapkan atau kriteria apa yang harus dipenuhi perempuan.

Penulis Betraying Big Brother: The Feminist Awakening in China Leta Hong Fincher menyebut, fakta bahwa ketentuan aborsi disebutkan dalam rencana 10 tahun itu saja sudah mengkhawatirkan. Ia menilai, itu bisa jadi bagian dari kampanye pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran karena menghadapi krisis demografi.

Di bawah kebijakan satu anak, yang diperkenalkan pada 1979, jutaan perempuan setiap tahun dipaksa mengakhiri "kehamilan ilegal." Preferensi tradisional untuk anak laki-laki juga menyebabkan peningkatan aborsi selektif jenis kelamin, dengan keluarga sering memilih menggugurkan anak perempuan.

4 dari 4 halaman

Infografis Kekerasan dalam Pacaran