Liputan6.com, Jakarta - Menurunkan berat badan jadi resolusi Anda tahun ini? Kalau iya, Anda sepertinya punya motivasi lain untuk mewujudkannya: punya kesempatan lebih besar untuk terlindungi dari COVID-19.
Mengutip CNN, Selasa, 4 Januari 2022, orang dengan kelebihan berat badan berisiko lebih tinggi terkena gejala yang jauh lebih parah, bahkan kematian akibat COVID-19. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa menurunkan berat badan dapat mengurangi risiko itu.
Klinik obesitas tempat Dr. Fatima Cody Stanford praktik di Boston, Amerika Serikat memiliki daftar tunggu lebih dari seribu orang, dan terus bertambah, selama pandemi. Bahkan dengan lebih dari selusin spesialis staf, itu tidak cukup memenuhi permintaan.
Advertisement
Baca Juga
"Kami kewalahan dengan jumlah pasien yang menunjukkan hubungan antara obesitas dan COVID-19, juga kebutuhan mereka untuk mendapatkan perawatan yang tepat," kata Cody Stanford, yang juga asisten profesor di Harvard Medical School.
Orang dengan obesitas 46 persen lebih berisiko terkena COVID-19, menurut sebuah penelitian Agustus lalu. Mereka juga lebih berisiko untuk benar-benar sakit, menghadapi kemungkinan 113 persen lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit, serta berisiko 74 persen lebih tinggi untuk perlu dirawat di ICU.
Juga, yang paling meresahkan dari semuanya, 48 persen peningkatan risiko kematian karena COVID-19. "Risikonya naik, naik, dan naik dengan setiap peningkatan indeks massa tubuh (BMI)," kata rekan penulis studi Barry Popkin, seorang profesor di Departemen Nutrisi di University of North Carolina Gillings School of Global Public Health.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hasil Penelitian Serupa
Puluhan penelitian telah menunjukkan hasil serupa. Penelitian dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat juga menemukan bahwa pasien COVID-19 dengan gejala rendah memiliki BMI mendekati ambang batas berat badan sehat. Risikonya naik dengan BMI lebih tinggi.
Peningkatan risiko kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah menurunkan berat badan dapat mencegah mereka tertular COVID-19? Secara etis, hampir tidak mungkin melakukan uji coba terkontrol secara acak untuk menentukan ini, menurut Dr. David Kass, ahli jantung di Johns Hopkins Medicine.
Tapi, para ilmuwan telah melihat bagaimana penurunan berat badan dapat membantu dalam uji coba penyakit lain dengan masalah serupa. "Dalam uji coba terkontrol dengan orang-orang yang mengalami obesitas dan gagal jantung, jawabannya iya. Ada bukti bahwa penurunan berat badan adalah hal yang baik," kata Kass.
Sebuah studi retrospektif besar yang diterbitkan minggu lalu di JAMA Surgery menunjukkan bahwa penurunan berat badan yang substansial punya pengaruh. Penelitian tersebut melibatkan catatan dari 20.212 orang selama lebih dari enam tahun.
Tingkat tes positif COVID-19 serupa pada kelompok bedah dan kontrol: masing-masing 9,1 persen dan 8,7 persen. Penurunan berat badan di antara kelompok yang menjalani operasi dikaitkan dengan risiko rawat inap lebih rendah, kebutuhan oksigen tambahan, dan gejala parah dari infeksi COVID-19.
Kelompok pasien ini juga memiliki insiden kumulatif 10 tahun 53 persen lebih rendah dari semua penyebab kematian non-COVID, dibanding dengan kelompok kontrol. "Temuan ini menunjukkan bahwa obesitas dapat jadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk tingkat keparahan infeksi COVID-19," kata studi tersebut.
Dr. Steven Nissen, ahli jantung dari Klinik Cleveland yang ikut menulis penelitian ini, mengatakan penting untuk memahami bahwa penurunan berat badan adalah kunci dalam penelitian ini, bukan operasi itu sendiri. Operasi kebetulan jadi cara yang efektif untuk menurunkan berat badan.
"Menurunkan berat badan benar-benar reversibel," kata Nissen. "Sejauh yang kami tahu, jika Anda menurunkan berat badan, risiko morbiditas dan mortalitas COVID-19 dan COVID-19 dengan gejala berat turun jauh."
Advertisement
Mengapa Obesitas Jadi Ancaman?
Obesitas jadi ancaman serius bersama COVID-19 karena berbagai alasan biologis. "Sel lemak adalah sel hidup, dan segera setelah Anda mulai menumpuknya, mereka pada dasarnya berdampak negatif pada sistem kekebalan tubuh," kata Popkin. "Dengan kata lain, mereka meradang."
Sel-sel lemak menciptakan peradangan kronis. Dengan obesitas, darah juga rentan menggumpal, massa besar jaringan di bawah diafragma membuat jantung bekerja lebih keras, dan lemak di perut dan hati mengeluarkan bahan kimia sitokin yang menyebabkan kerusakan jaringan. Juga, masalah pembuluh darah tambahan, yang semuanya dapat membuat COVID-19 jauh lebih parah.
Orang dengan obesitas juga tidak bernapas semudah orang dengan berat badan lebih sehat. Mereka dapat membawa kelebihan berat pada dada yang dapat menekan paru-paru, sehingga tidak dapat terisi penuh dengan udara. Jadi, orang dengan obesitas mengambil napas lebih dangkal.
"Ini seperti ketika Anda berbaring dan bernapas, dan jika saya duduk di atas dada Anda dan Anda mencoba bernapas. Jauh lebih sulit untuk menarik napas ketika paru-paru Anda terganggu," kata Dr. Rekha Kumar, seorang spesialis kedokteran dan profesor kedokteran klinis dan ahli endokrinologi di Weill Cornell Medical College.
Infografis Siap-Siap Vaksinasi Booster COVID-19 Dimulai 12 Januari 2022
Advertisement