Sukses

Pedagang di Malaysia Dilarang Pakai Staples untuk Mengemas Makanan, Bisa Denda sampai Rp34 Juta

Selain denda hingga Rp34 juta, pedagang makanan yang masih memakai staples untuk mengemas makanan juga dihadapkan pada hukuman pidana penjara sampai dua tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Malaysia menegaskan aturan pengemasan makanan di negara itu. Pedagang di Negeri Jiran yang menggunakan staples atau bahan berbahaya lain untuk mengamankan kemasan makanan dapat didenda hingga 10 ribu ringgit (sekitar Rp34 juta) atau dihukum pidana penjara sampai dua tahun.

Direktur Jenderal Kesehatan Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan, seperti dilansir dari Says, Rabu (5/1/2022), pedagang makanan dapat dituntut di pengadilan untuk pelanggaran berdasarkan Peraturan 36 Peraturan Higiene Pangan 2009. Ia menambahkan, hukuman yang lebih berat dapat dijatuhkan jika bahan tersebut ditemukan dalam makanan, sebagaimana diatur Bagian 13 Undang-Undang Pangan 1983.

"(Peraturan) menyatakan, siapapun yang menyiapkan atau menjual makanan yang di dalam atau di atasnya mengandung zat apapun yang membahayakan kesehatan dan melanggar akan bertanggung jawab sesuai kebijakan," katanya.

Noor Hisham mengatakan, Kementerian Kesehatan Malaysia (MOH) mencatat unggahan viral di Facebook, baru-baru ini, tentang seorang anak kecil yang diduga menelan staples yang digunakan untuk mengamankan sebungkus nasi. Halaman komunitas Facebook, Public Health Malaysia, mengklaim bahwa seorang anak dilarikan ke rumah sakit karena secara tidak sengaja menelan staples.

"Hasil rontgen ditemukan staples telah mencapai perutnya dan operasi darurat dilakukan untuk mengangkatnya. Ini adalah contoh kecelakaan tidak diinginkan yang bisa terjadi jika benda asing ditemukan di makanan kita," tulis keterangan unggahan yang dibagikan pada 31 Desember 2020.

Halaman tersebut mendesak pemilik warung makan untuk berhenti menggunakan bahan berbahaya seperti staples untuk mengamankan makanan. Alih-alih, mereka direkomendasikan untuk mengamankan kemasan makanan dengan cara diikat.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Cari Alternatif Mengemas Makanan

Noor Hisham setuju ada metode lebih aman untuk mengemas makanan daripada menggunakan benda logam kecil yang dapat menyebabkan cedera serius jika dikonsumsi secara tidak sengaja. "Pada saat yang sama, masyarakat, terutama orangtua, disarankan untuk memeriksa makanan yang diberikan pada anak-anak sebelum dikonsumsi," sarannya.

Ia menambahkan, Divisi Keamanan dan Mutu Pangan MOH menemukan, 19 dari 546 sampel makanan yang dikumpulkan dari 2019 hingga 2021 tercatat terkontaminasi bahan fisik. Pengontaminasinya antara lain batu, plastik, pasir, rambut, serangga, dan cacing.

Pihaknya menegaskan, tindakan akan diambil terhadap operator makanan dan pedagang yang ditemukan melanggar hukum. Peraturan 36 Peraturan Higiene Pangan 2009 menyatakan bahwa penjaja makanan harus memastikan kemasan makanan bebas dari kontaminasi, katanya.

Noor Hisham juga mendorong konsumen untuk menghubungi departemen kesehatan negara bagian, kantor kesehatan kabupaten, atau mengunjungi situs web MOH, atau halaman Facebook Divisi Keamanan dan Kualitas Pangan untuk mengajukan keluhan jika melihat makanan diamankan dengan staples atau barang berbahaya lain.

3 dari 4 halaman

Mencuci Kemasan Makanan

Di sisi lain, mencuci kemasan makanan menjelma jadi suatu hal yang lazim sejak pandemi COVID-19. Kanal Health Liputan6.com melaporkan, Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Profesor Amin Soebandrio mengungkap, upaya mencuci kemasan makanan merupakan suatu hal yang boleh saja dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya kontaminasi virus.

Amin menjelaskan, sejak tahun lalu, pembahasan terkait bagaimana virus corona baru dapat menempel pada permukaan, seperti logam, kaca, dan plastik, telah menyebar luas. "Permukaannya berbeda-beda, tapi intinya adalah virus itu memang bisa bertahan di permukaan selama beberapa saat. Kita belum tahu seberapa lamanya, kita juga belum tahu kapan tercemarnya," katanya.

"Kita enggak tahu dalam perjalanan itu bisa dari yang mengantarnya, bisa dari orang lain selama perjalanan. Jadi sebagai tindakan kehati-hatian, saya kira itu bukan perbuatan yang buruk (mencuci kemasan makanan). Cukup beralasan," tambahnya.

Menurut Amin, hal ini sebenarnya sama seperti ketika seseorang sering mencuci tangannya sebagai upaya melindungi diri. Pasalnya, seseorang pun tidak tahu kapan ia menyentuh barang yang telah terkontaminasi.

4 dari 4 halaman

Infografis Titik Lengah Makan Bersama