Sukses

6 Fakta Menarik Karo, Punya Pagoda Tertinggi di Indonesia

Berastagi di Kabupaten Karo merupakan salah satu tujuan wisata yang populer di Sumatra Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Karo adalah kabupaten di Provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Kecamatan Kabanjahe. Posisinya sejauh 77 km dari kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatra Utara. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km persegi dan jumlah penduduk pada 2020 sebanyak 404.998 jiwa, dengan kepadatan 190 jiwa/km persegi.

Kabupaten Karo berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan, Sumatra Utara, tepatnya di ketinggian antara 600--1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada di ketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari kabupaten ini , memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17 derajat celcius.

Terdapat dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak sehingga rawan gempa vulkanik. Selain kedua gunung berapi tersebut, masih terdapat sejumlah gunung lainnya dengan tinggi belum diukur seperti Gunung Ketaren, Gunung Barus, Gunung Sibuaten, Gunung Macik, Gunung Sipiso-piso, Gunung Sembah Bala, Gunung Pertekteken dan lainnya.

Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Karo. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Karo yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Suku Karo

Mayoritas dan penduduk asli dari kabupaten Karo adalah suku Karo atau Batak Karo dan tersebar di semua kecamatan di Karo. Suku ini memiliki bahasa yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo.

Sebagian lainnya adalah suku terdekat Karo, yakni suku Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Angkola. Ada pula sebagian kecil suku pendatang, seperti Jawa, Minangkabau, Aceh dan Indonesia, yang umumnya banyak terdapat di Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi, serta kecamatan perbatasan dengan Aceh, seperti di Mardingding dan Laubaleng.

2. Museum Pusaka Karo

Museum yang terletak di Kota Berastagi ini menjadi bukti akan kekayaan budaya serta menjadi kiblat peradaban Suku Karo. Koleksi yang ada di Museum Pusaka Karo ini merupakan barang-barang milik puluhan warga yang dipinjamkan kepada museum untuk dipajang.

Meski tidak besar, Museum Pusaka Karo memiliki koleksi sebanyak 800 buah benda antik yang berasal dari 1700-an. Ada berbagai alat pertanian, pertukangan, dan alat berburu yang dipajang, yaitu amak mbelang dan amak cur (sejenis tikar yang dianyam) dan tempat menyimpan dan menumbuk sirih dengan aneka ragam dan ukiran.

Di museum ini juga bisa ditemui koleksi Pustaka Lak-lak. Ini adalah buku aksara kuno milik Suku Karo yang terbuat dari kulit kayu beraksara Karo asli dan berisi mantra-mantra yang ditulis dengan tinta dari getah kayu. Pustaka Lak-lak ini terdiri dari banyak buku berukuran kecil, sedang, hingga ukuran besar. Buku-buku ini dulu sempat dibawa Belanda dari Tanah Karo.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

3. Penghasil Sayur dan Buah di Sumut

Berastagi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karo dan merupakan kecamatan terbesar kedua di dataran tinggi Karo setelah Kabanjahe. Berastagi merupakan salah satu tujuan wisata yang populer di Sumatra Utara, dan berbatasan dengan Sibolangit.

Berastagi merupakan salah satu penghasil sayur dan buah buahan terbesar di Sumatra Utara, bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia. Berastagi berada di ketinggian lebih dari 1300 mdpl, sehingga menjadikan kota ini salah satu kota terdingin di Indonesia.

Selain Gunung Sibayak dan Gunung dan Gunung Sinabung, Berastagi punya banyak destinasi wisata menarik lainnya. Salah satunya adalah Taman Alam Lumbini yang merupakan Replika Pagoda Shwedagon yang berada di Myanmar. Taman seluas kira-kira tiga hektare ini terletak di komplek International Buddhis Centre - Taman Alam Lumbini tepatnya di Desa Dolat Rayat, Kota Brastagi.

Taman ini dipusatkan sebagai tempat peribadatan dan wisata religi agama Buddha. Secara keseluruhan, taman yang dikenal dengan nama pagoda emas ini masuk ke dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pagoda tertinggi di Indonesia dan merupakan replika tertinggi kedua di Asia Tenggara. 

4. Kuliner khas Karo

Kuliner unik khas suku Karo bernama Trites atau pagit-pagit berarti pahit. Makanan ini berbentuk sup dengan kuah berwarna cokelat. Bahan utamanya rumput isi perut besar sapi yang belum dicerna.

Banyak orang yang beranggapan makanan ini berasal dari kotoran sapi. Tapi, isi perut yang dimaksud bukanlah kotoran (rumput) yang berasal dari usus besar atau dalam istilah biologi disebut reticulum, melainkan dari perut besar sapi dan belumlah menjadi kotoran.

Untuk mengurangi bau dan rasa pahit dari Trites, penjual biasanya menambahkan bumbu, seperti rimpang serta sayur-sayuran. Trites diyakini bergizi tinggi, bisa mengobati maag atau melancarkan sistem pencernaan. Kuliner khas lainnya dari Karo adalah Arsik Nurung Mas, Babi Panggang Karo, Manuk Getah, Kidu-kidu, Cincang Bohan, Cimpa Unung-unung, Tasak Telu dan lain-lain.

3 dari 4 halaman

5. Rumah Adat Karo

Rumah Adat Batak Karo adalah salah satu rumah adat Sumatera Utara yang cukup menarik. Bentuknya sangat megah dan bertanduk. Rumah adat ini juga dikenal sebagai rumah adat “Siwaluh Jabu”. Siwaluh Jabu ditinggali oleh delapan keluarga dan masing-masing keluarga memiliki peran berbeda. 

Proses pendirian rumah sampai kehidupan dalam rumah adat juga diatur oleh adat Karo. Rumah adat ini menggunkan konsep membangun yang menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembap. Hal tersebut dapat dilihat dari sudut kemiringan atap yang cukup besar, dan lantai bangunan yang diangkat dari muka tanah.

Rumah adat Karo juga terkenal kerena keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budaya di dalamnya. Rumah Adat Karo memiliki kontruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Hal tersebut dapat dilihat dari semua kompenen bangunan seperti tiang, balok, kolam, pemikul lantai, konsol, dan lain-lain tetap utuh tanpa adanya melakukan penyurutan atau pengolahan.

6. Pakaian Adat

Salah satu pakaian adat Suku Karo adalah Uis Gara atau Uis Adat Karo yang sering dipakai dalam kegiatan adat dan budaya Suku Karo. Selain digunakan sebagai pakaian resmi dalam kegiatan adat dan budaya, pakaian ini digunakan pula dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional Karo.

Kata Uis Gara berasal dari Bahasa Karo, yaitu Uis yang berarti kain dan Gara yang berarti merah. Disebut sebagai "kain merah" karena secara umum, uis gara terbuat dari bahan kapas yang kemudian dipintal dan ditenun secara manual dan diwarnai menggunakan zat pewarna alami.

Cara pembuatannya tidak jauh berbeda dengan pembuatan songket, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin. Pakaian adat lainnya dari Suku Karo di antaranya adalah Uis Nipes, Uis Julu, Uis Gatip Jonkit, Uis Gatip Cukcak, Uis Pementing, dan Uis Kobar Dibata.

4 dari 4 halaman

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan