Liputan6.com, Jakarta - Sebuah bangunan berkelanjutan di Jepang dibingkai 700 jendela yang tak senada. Perpaduan unik ini menghasilkan tampilan tambal sulam dari panel kaca berlatar belakang puncak gunung dan pepohonan cemara.
Dilansir dari CNN, Kamis (27/1/2022), bagian depan Kamikatsu Zero Waste Center mencuri atensi karena dibangun dari sampah. Bangunan ramah lingkungan ini terletak di tikungan tapal kuda ganda di kota pegunungan terpencil Kamikatsu di Jepang selatan.
Terletak di tepi Sungai Katsuura, bangunan ini dibuka pada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Center baru ini dibangun untuk membantu tujuan ambisius kota mencapai 100 persen nol limbah, kata Hiroshi Nakamura, kepala arsitek proyek dan pendiri NAP Architectural Consulting.
Advertisement
Baca Juga
Bangunan tersebut memenangkan penghargaan dari Institut Arsitektur Jepang tahun lalu. Sukses jadi sorotan publik, komunitas juga berharap dapat menarik penduduk baru yang sadar lingkungan untuk meningkatkan populasinya yang semakin berkurang.
"Kami ingin menjadikan ini (pusat) tempat yang bisa dibanggakan warga," kata Nakamura.
Nakamura dan timnya mulai merancang pusat zero waste dengan berkonsultasi dengan warga Kamikatsu pada April 2016. Mereka menggunakan sebagian besar bahan lokal dan daur ulang, memilih kayu cedar dari hutan sekitarnya untuk membuat struktur pendukung dan kerangka bangunan.
Kamikatsu memiliki industri kayu yang berkembang pesat sampai 1970-an. Kala itu, persaingan dari kayu murah luar negeri membuat industri tersebut menurun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bahan Lokal
Nakamura menyebut menggunakan bahan lokal membantu mengurangi bahan bakar dari transportasi dan pengemasan serta memasukkan elemen kunci dari sejarah kota. Kayu dibiarkan dalam bentuk bulat dan mentah daripada dipotong menjadi balok persegi atau papan untuk mengurangi limbah lebih lanjut.
Untuk struktur dan interior yang tersisa, hampir semuanya didaur ulang. Tetapi, membuat bangunan dari sampah bukanlah tugas yang mudah.
"Biasanya kami mendesain terlebih dahulu lalu mengaplikasikan bahan yang sudah jadi agar sesuai dengan desainnya," kata sang arsitek kepada CNN.
Proses desain memakan waktu lebih dari dua tahun karena mereka mencari dan menyatukan setiap bagian seperti teka-teki gambar. Beberapa item, termasuk bahan atap, logam untuk waterproofing, baut dan sekrup untuk sambungan, dan peralatan seperti AC dan perlengkapan pipa, harus baru untuk memastikan kepatuhan dengan kode bangunan dan standar keselamatan, kata Nakamura.
Advertisement
Penggunaan Ulang
Menurut Nakamura, membatasi jumlah sumber daya baru masih membantu mengurangi dampak lingkungan dan biaya bangunan, yang jumlahnya akan berlipat ganda tanpa menggunakan bahan daur ulang. Nakamura menyebut tim harus banyak akal untuk itu, memanfaatkan setiap peluang yang ada, termasuk meminta produsen untuk bahan yang berlebihan atau tidak sempurna yang biasanya akan dibuang, seperti ubin yang rusak.
Mereka juga menggunakan praktik "arsitektur partisipatif" untuk proyek ini. Biasanya melibatkan konsultasi dengan penduduk tentang apa yang mereka inginkan atau butuhkan dari sebuah bangunan, Nakamura mengungkapkan Zero Waste Center membawa konsep ini selangkah lebih maju, karena dibangun menggunakan bahan-bahan yang disumbang oleh 1.453 penduduk kota.
Pecahan kaca dan tembikar diubah menjadi lantai teraso, wadah panen dari peternakan jamur shiitake lokal diubah menjadi rak buku, dan tempat tidur bekas dari panti jompo diubah menjadi sofa. Untuk fasad bangunan yang mencolok, warga mengumpulkan jendela-jendela tua, beberapa diambil dari bangunan terbengkalai.
"Arsitekturnya sendiri dibuat dengan kenangan para penghuninya, sehingga mereka memiliki keterikatan dengannya," kata Nakamura.
Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan
Advertisement