Liputan6.com, Jakarta - Berbagai persoalan yang dihadapi jurnalis perempuan hampir sama, yaitu bagaimana jurnalis perempuan harus lebih berani bicara tentang ketidaksensitifan gender. Hal itu terutama terkait pemberitaan terhadap perempuan.
Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi menyampaikan hal itu dalam webinar yang diselenggarakan oleh Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Sabtu (5/2/2022). Dalam kacamata Rosiana, seacrh engine atau SEO bisa sangat merugikan.
Advertisement
Baca Juga
"TV mengalami dua pukulan yang sangat besar. Pertama, masih berkutat dengan kecamnya Nielsen. Kemudian, di era digital ini juga dengan SEO," ujar perempuan yang akrab disapa Rosi itu.
Ia menilai, di redaksi media online, menentukan berita itu bukan berdasarkan apa yang penting atau apa yang biasa saat rapat redaksi. Namun, dilihat dulu apa yang sedang tren.
"Jika di Google sedang trending, mereka kemudian menguliknya sedemikian rupa. Ini mungkin cara baru kerja redaksi media online," kata Rosi.
Rosi menyebut hal itu merupakan sesuatu yang tidak bisa dilawan. Namun, ia tetap mengatakan di tim Kompas.tv dan Kompas TV digital. "Pertama, SEO itu penting untuk keterbacaan viewers. Namun kita juga harus tetap menyajikan yang inspiring dan pemberdayaan," kata Rosiana.
Rosiana mengatakan salut dengan pertimbangan jurnalis perempuan yang tidak mengambil pernyataan Oki Setiana Dewi soal suami pukul istri. Namun, mereka memilih ustazah-ustazah yang memiliki pemikiran tentang kesetaraan gender.
"Jadi, kita bisa mengambil tentang nasihat-nasihat perkawinan berbasis keadilan terhadap perempuan atau kesetaraan dari istri. Tapi itu tidak gampang, karena kadang-kadang nggak dibaca, tapi kita sudah menunaikan kewajiban kita," papar Rosiana Silalahi.
Rosi menegaskan, ketidaksensitifan gender itu sering terjadi. Oleh karena itu, jangan berhenti untuk 'speak up'. "Jadi, jurnalis-jurnalis perempuan itu tidak boleh berhenti speak up. Karena itulah yang menjadi pekerjaan rumah kita," kata Rosi lagi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jurnalisme Baru
Sementara itu, anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan di era digital adalah bagaimana publisher itu mengejar klik, comment, dan share sebanyak-banyaknya. Share ablity menjadi paradigma sehingga menghasilkan genre jurnalisme baru yang serba mengejar klik.
Maka ruang pemberitaan media semuanya seperti mengalami tabloidisasi. Artinya, jurnalisme gosip, selebritas, yang tiba-tiba bisa mengalahkan good journalism.
"Lifestyle journailism mendapatkan porsi yang besar. Kemudian di News Room juga berbagi ruang dengan dengan apa yang disebut content creator," imbuh Agus.
Advertisement
Perempuan sebagai Objek
Tabloidisasi ruang pemberitaan media hari ini, sayang sekali bahwa objeknya adalah perempuan. "Perempuan sebagai objek pemberitaan, perempuan sebagai objek konten meraih share ability," ucap Agus.
Yang jadi pertanyaan, lanjut Agus, apakah dalam konten pemberitaan ada kesadaran gender atau sensivitas gender atau hanya untuk mengeksploitasi perempuan.
"Contoh kasus tewasnya Vanessa Angel dan suaminya beberapa bulan lalu, itu berminggu-minggu jadi primadona pemberitaan media. Itu jadi sarana bagi media untuk meraih jutaan page views. Sebenarnya ini sangat disayangkan," kata Agus.
Menurut Agus, sebenarnya kejadian tersebut bisa menjadi kasus mengedukasi publik tentang pentingnya hati-hati berkendara di jalan tol. Faktanya, yang diangkat adalah dimensi-dimensi selebritas dari almarhumah.
Infografis: Perjalanan Cinta Vanessa Angel dan Bibi Andriansyah
Advertisement