Liputan6.com, Jakarta - Fesyen bisa menjadi media penyampai pesan. Hal itu pula yang dipilih Jill Biden saat ia menunjukkan dukungannya terhadap Ukraina lewat busana yang dikenakannya.
Saat menghadiri pidato kenegaraan pertama yang disampaikan Presiden AS Joe Biden di US Capitol di Washington, DC, pada 1 Maret 2022, ia sengaja membordir ujung lengan bajunya dengan motif bunga matahari. Bunga itu tak hanya merupakan bunga nasional Ukraina, tetapi juga simbol perlawanan terhadap invasi Rusia.
Advertisement
Baca Juga
Jill malam itu mengenakan gaun sutra biru keluaran brand asal New York, LaPointe. Biru dan kuning merupakan perpaduan warna bendera Ukraina. Ibu negara AS itu juga mengenakan masker wajah yang dibordir motif bunga matahari pada Senin untuk merayakan Bulan Sejarah Orang Kulit Hitam.
Dikutip dari Vogue, Jumat (4/3/2022), ini bukan pertama kali para perempuan menggunakan fesyen sebagai media penyampai pesan di pidato kenegaraan. Pada 2019 dan 2020, sejumlah perempuan anggota kongres mengenakan busana berwarna putih untuk menyoroti isu-isu perempuan. Putih juga disimbolkan sebagai hak pilih.
Sebelumnya, pada 2018, Kelompok Kerja Perempuan Demokrat di Parlemen meminta agar semua orang, baik lelaki maupun perempuan, untuk mengenakan warna hitam yang muram sebagai bentuk dukungan atas kampanye #MeTOO dan gerakan Time's Up. Kampanye itu menyoroti masalah pelecehan yang dialami perempuan di segala sektor.
Jill Biden juga membuat sejarah dengan busana yang dikenakannya. Saat KTT G7 pada tahun lalu, ia memakan jaket Zadig & Voltaire yang bertuliskan 'Love' di punggungnya. Pilihan busana itu sangat bertolak belakang dengan jaket yang dikenakan Melania Trump setelah mengunjungi anak-anak di pusat detensi perbatasan.
Â
Jaket Melania
Dikutip dari BBC, Melania saat itu mengenakan jaket seharga 39 dolar AS bertuliskan 'I really don't care, do you?'. Juru bicara Gedung Putih sempat membantah bahwa ada pesan khusus yang ingin disampaikan istri Donald Trump itu kepada publik, tetapi belakangan hal itu diakuinya.
Dalam sebuah wawancara dengan ABC News, mantan model itu menyatakan bahwa pesan tersembunyi yang ada di jaketnya bukanlah untuk anak-anak imigran ilegal yang dikunjunginya, tetapi untuk orang-orang dan media sayap kiri yang kerap mengkritiknya.
"Aku ingin menunjukkan kepada mereka aku tak pedulu. Kamu bisa mengkritik apapun yang kukatakan, tapi itu tidak akan menghentikanku dari berbuat sesuatu yang kurasa benar," ucapnya.
Â
Â
Advertisement
Dukungan dari Dunia Seni
Dukungan terhadap Ukraina juga datang dari dunia seni internasional. Salah satunya dengan membatalkan kepesertaan Federasi Rusia dalam Venice Biennale, ajang seni akbar yang berlangsung di Venesia. Padahal, Paviliun Rusia yang didesain arsitek Alexey Schusev selalu dibuka setiap dua tahun sekali untuk memamerkan karya beberapa seniman kontemporer mereka sejak 1914.
Sejalan dengan keputusan itu, seniman Rusia, Alexandra Sukhareva dan Kirill Savchenkov, turut mengundurkan diri. Lewat akun Instagram-nya, Savchenkov, yang merupakan pematung, pembuat intalasi, dan seni pertunjukan menuliskan, "Tidak ada tempat untuk seni ketika warga sipil sekarat di bawah tembakan rudal, ketika warga Ukraina bersembunyi di shelter dan ketika pengunjuk rasa Rusia dibungkam."
Tak Semua Sepakat
Meski begitu, tak semua menerima aksi boikot tersebut. Raimundas Malašauskas yang bertugas mengkurasi Paviliun Rusia di Venice Biennale pada April mendatang mengaku tak ingin dunia menjauhi seniman Rusia sepenuhnya.
Ia menyatakan menentang agresi bersenjata yang dilakukan Rusia. Tapi, ia meyakini orang-orang Rusia tidak boleh diintimidasi atau diisolasi karena kebijakan dan tindakan yang diambil pemimpin negara mereka.
"Saya ingin menghindari perpecahan yang datar, dan sebaliknya mengadvokasi bentuk solidaritas multi-level di mana ada forum internasional untuk seni dan seniman dari Rusia untuk mengekspresikan kebebasan yang tidak dapat mereka ekspresikan di rumah," ujarnya.
Advertisement