Liputan6.com, Jakarta - McDonald's memutuskan menutup 850 restoran cepat sajinya di Rusia menyusul invasi yang dilakukan militer negara itu terhadap Ukraina. Penutupan itu berlaku mulai Selasa, 8 Maret 2022.Â
Meski begitu, restoran waralaba itu mengatakan akan tetap menggaji 62 ribu karyawannya di Rusia. Chris Kempckinski selaku Presiden dan CEO McDonald's mengatakan dalam surat terbuka kepada karyawan bahwa ia memahami dampak penutupan itu terhadap rekan dan mitra Rusianya.
Advertisement
Baca Juga
"Kami mengalami gangguan pada rantai pasok kami bersama dengan dampak operasional lainnya. Kami juga akan memantau situasi kemanusiaan dengan cermat. Kami tidak dapat mengabaikan penderitaan manusia yang tidak perlu yang terjadi di Ukraina," ujarnya, dilansir dari AP, Rabu (9/3/2022.
Kempckinski mengaku tidak tahu hingga McDonald's akan berhenti beroperasi. Kebijakan serupa juga diambil tetangganya, Ukraina. Diketahui sekitar 100 restoran McDonald's di negara itu ditutup dan karyawan akan terus digaji.
McDonald's akan mendapat pukulan finansial yang besar karena penutupan tersebut. Dalam pengajuan peraturan baru-baru ini, perusahaan yang berbasis di Chicago mengatakan restorannya di Rusia dan Ukraina menyumbang sembilan persen dari pendapatan tahunannya, atau sekitar dua miliar dolar AS.
Mayoritas restoran McDonald's di Rusia dimiliki langsung oleh perusahaan itu, yakni mencapai 84 persen dari total restoran yang ada. Total ada 847 gerai McD di Rusia. Namun, tekanan internasional kepada McDonald's dan perusahaan lainnya agar menarik diri dari Rusia semakin besar.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Starbucks dan Coca Cola Menyusul
Langkah McDonald's diikuti Starbucks. Pada Selasa kemarin, CEO Starbucks Kevin Johnson mengumumkan penghentian penjualan sementara di Rusia.
Ia mengatakan partner berlisensi mereka sudah menyepakati untuk menghentikan sementara operasi mereka dan akan tetap mendukung 2.000 pekerja yang hidupnya bergantung pada Starbucks. Johnson juga menambahkan bahwa gerai kopi itu akan menangguhkan pengiriman semua produk Starbucks ke Rusia.
"Kami mengutuk serangan memastikan pada Ukraina oleh Rusia dan turut berduka atas semua yang terkena dampaknya," ujarnya.
Coca-Cola juga memutuskan hal serupa. Perusahaan itu mengatakan turut berduka atas dampak buruk yang harus ditanggung orang-orang akibat peristiwa tragis di Ukraina. Langkah itu disusul pesaingnya, PepsiCo yang mengumumkan penundaan penjualan seluruh produk minuman globalnya di Rusia.
Pepsi juga menangguhkan investasi modal, iklan, dan beragam kegiatan promosi di negeri Beruang merah itu. Namun, mereka tetap akan menjual beberapa produk esensial, seperti susu bayi, makanan bayi, susu, dan produk olahan susu lainnya. "Kami bertanggung jawab melanjutkan penjualan beberapa produk lain di Rusia, termasuk barang-barang esensial," kata CEO PepsiCo Ramun Laguarta.
"Dengan terus beroperasi, kami akan mendukung kehidupan 20 ribu mitra Rusia dan 40 ribu pekerja sektor pertanian di Rusia yang masuk dalam rantai pasok kami karena mereka juga menghadapi perubahan yang signifikan dan ketidakpastian di masa depan," ia menambahkan.
Â
Advertisement
Ancaman Kekurangan Pangan
Menghilangnya korporasi FnB besar dari Rusia dikhawatirkan akan membuat warga Rusia yang tidak bersalah akan turut menjadi korban. Farryl Bertmann, ahli nutrisi terdaftar sekaligus dosen senior di Universitas Vermont, memperingatkan hal tersebut, meski mereka memiliki sumber pangan lain.
"Aku merasa bahwa masyarakat semestinya diberikan kesempatan untuk membeli berbagai bahan pangan dengan harga beragam," ujarnya.
"Itu hanya bisa dilakukan bila aksesnya tersedia." Ia menekankan bahwa makanan harus tetap tersedia.
Maka itu, perusahaan lain juga mengambil pendekatan serupa dengan PepsiCo. Danone, misalnya, meski menunda investasi mereka, mereka tetap menjaga produksi dan distribusi produk susu segar dan kebutuhan bayi dan balita bagi warga lokal. Begitu pula dengan Unilever yang memutuskan melanjutkan distribusi pangan esensial dan produk kebersihan yang dibuat di Rusia untuk warga lokal.
Seruan Boikot
Seruan boikot bergema dari mereka yang ingin perusahaan multinasional turut hengkang dari Rusia. Tagar boikot McDonald's dan PepsiCo, misalnya, diviralkan di media sosial oleh Pengawas Keuangan Negara Bagian New York Thomas DiNapoli untuk menekan perusahaan yang masih bergeming di Rusia.
Sebelum McD membuat pengumuman, ia mengirimkan email ke sejumlah perusahaan untuk mendesak mereka setop berbisnis di Rusia. "Perusahaan seperti McDonal's dan PepsiCo, yang punya jejak langkah besar di Rusia, harus mempertimbangkan kembali apakah bisnis mereka di Rusia itu sepadan dengan risiko selama masa volatil yang luar biasa ini," ucap DiNaPoli. (Natalia Adinda)
Advertisement