Sukses

Hutan Bowosie Labuan Bajo Bakal Dijadikan Destinasi Wisata Ecotourism Usai Dibabat dan Dirusak

BPOLBF menyebut destinasi wisata alam di Hutan Bowosie, Labuan Bajo, akan menempati 400 hektare atau sekitar 1,98 luas hutan.

Liputan6.com, Jakarta - Titik terang soal pemanfaatan Hutan Bowosie di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai destinasi wisata alam (ecotourism) semakin tampak. Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) dan Kemenparekraf mengaku sedang mengembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi di wilayah tangkapan air tersebut.

Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, beberapa waktu lalu, kawasan pariwisata terintegrasi itu menempati lahan seluas 400 hektare atau sekitar 1,98 persen dari total luas kawasan Hutan Bowosie yang mencapai 20.193 hektare. Tujuannya untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Direktur Utama BPOPLBF Shana Fatina menjelaskan konsep pengembangan ecotourism atau wisata alam berupa hutan alami itu diharapkan membuat wisatawan betah berkunjung. Lokasi yang dikembangkan merupakan bekas dibabat yang disebutnya dilakukan oknum tidak bertanggung jawab.

"Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kami harus lakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali. Karena wisata hutan daya tariknya tentunya pepohonan. Bagaimana wisatawan mau datang jika pohonnya ditebang dan dibakar?" ujar Shana, Senin, 7 Maret 2022.

Ia menyebut kawasan yang dirusak itu tidak hanya ditebang dan dibakar. Sebagian lokasi juga diubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air. Ia berjanji akan mengembalikan kondisi Hutan Bowosie dengan menanam lebih banyak daripada menebang.

Shana menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut perusakan di Hutan Bowosie yang akan dikelola BPOLBF. Berdasarkan penuturan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) KLHK Manggarai Barat, Stefanus Nali, kawasan yang rusak merupakan ulah perambah liar. 

"Luasan perambahan liar hutan Bowosie ini mencakup kurang lebih 135 ha atau 34 persen dari lahan Badan Otorita, dan sebagian besar berada di kawasan hutan bagian dalam, jadi tidak terlihat dari pinggir hutan," kata Stefanus.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Sejak 2015

Stefanus mengatakan penebangan liar dan pembakaran hutan sudah terjadi sejak 2015. Ia menyebut pihaknya sudah berupaya mengatasinya dengan menggelar operasi penangkapan perambah hutan. Ia menyatakan para perusak hutan terancam penjara 5 tahun dan denda Rp5 miliar berdasarkan Pasal 50 UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. 

"Pada tahun 2015, kami sudah lakukan operasi dan tertangkap tiga orang. Tahun 2018 terjadi perusakan lagi namun tidak ada yang tertangkap. Pada 2019 terjadi lagi dan kami berhasil menangkap tiga orang," ujarnya.

Ia juga menyebut sejumlah warga menguasai kawasan hutan Nggorang Bowosie yang akan dikelola BPOLBF. "Kami memastikan bahwa kelompok oknum yang menempati lahan di hutan tersebut statusnya ilegal. Mendirikan bangunan pribadi diatas hutan milik negara tanpa ijin jelas tidak diperbolehkan dan melanggar hukum," kata Stefanus.

3 dari 5 halaman

Ancaman terhadap Mata Air

Rencana pengembangan destinasi wisata di Hutan Bowosie sejak tahun lalu menuai pro kontra. Dikutip dari laman RRI, Senin (30/8/2021), anggota DPR RI Komisi IV Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema mengkritik pembabatan kawasan hutan yang teregister RTK 108 Bowosie dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Kamis, 26 Agustus 2021.

Pria yang akrab disapa Ansy itu menilai pembabatan hutan Bowosie merusak sumber mata air bagi masyarakat Labuan Bajo. Lokasi penebangan pohon-pohon itu disebutnya sangat dekat dengan lokasi mata air di Hutan Bowosie.

Selama ini, Hutan Bowosie merupakan wilayah tangkapan air andalan di Labuan Bajo untuk memenuhi keperluan air bersih dan pertanian. Dari 14 mata air yang banyak dipakai masyarakat setempat, banyak yang sudah kering total dan bahkan aliran airnya sudah mati. Penebangan pepohonan dan vegetasi lokal itu, kata dia, semakin melemahkan kemampuan hutan untuk menangkap air.'"

"Harapan masyarakat kini bertumpu dari hutan Bowosie saja karena masih ada tiga aliran kali yang berhulu dari Bowosie yang masih dapat menunjang aliran sungai Wae Mese, yakni aliran Wae Nuwa, Wae Sipi dan Wae Baling. Jika hutan dibabat, maka rakyat terancam mengalami kesulitan air bersih. Demikian pula, sungai terancam kering, sehingga pasokan air untuk lahan-lahan pertanian berkurang," ucap Ansy. 

4 dari 5 halaman

Bantahan BPOLBF

Shana mengaku pengembangan kawasan wisata yang akan terbagi dalam empat zona itu sudah melalui riset. Ia mengklaim, berdasarkan studi hidrologi dan perencanaan kawasan yang dilakukan BPOLBF, tidak ada lokasi pembangunan yang bersinggungan maupun berdekatan dengan mata air yang disebutkan. 

Pihaknya mengaku sangat berkomitmen untuk tidak membangun yang mengganggu jalur limpasan air dan juga run off dari hutan Bowosie menuju Kota Labuan Bajo. Penggunaan air direncanakan mengalirkan dari sistem perpipaan, bukan menggunakan sumur bor dalam.

Selain itu, sambung dia, pembangunan kawasan pariwisata otorita BPOLBF juga telah sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 dan direncanakan sebagai gerbang kawasan Flores dengan menunjukkan keunikan budaya dan kondisi alamiah yang terjaga dari visi pariwisata berkualitas Labuan Bajo - Flores.

"Tentunya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ini adalah komitmen BPOLBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di Hutan Bowosie," ucapnya.

Ia juga menyatakan BPOLBF telah menyelesaikan proses Amdal dan mendapatkan izin lingkungan hidup dari Pemkab Manggarai Barat Nomor DPMPTSP.503.660/018/VII/2021 tanggal 29 Juni 2021. Sedangkan, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2012 dan Draft Materi Teknis Revisi RTRW Kabupaten Manggarai Barat juga telah menetapkan kawasan hutan Nggorang Bowosie yang merupakan wilayah pengembangan BPOLBF sebagai kawasan hutan produksi, bukan sebagai kawasan lindung.

"Pemanfaatan hutan produksi sendiri dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK yang mengatur agar segala pemanfaatan kawasan hutan berprinsip dan akan mempertahankan fungsi ekologis dari area hutan tersebut," kata dia.

5 dari 5 halaman

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan