Liputan6.com, Jakarta - Menjalankan peran sebagai ibu tunggal bukanlah perkara mudah. Berkaca dari realita tersebut, hadir sebuah komunitas yang menaungi para ibu tunggal bernama Single Moms Indonesia.
"Komunitas khusus ibu tunggal yang menaungi ibu tunggal Indonesia, kami berdiri pada September 2014. Saat ini member kami sudah lebih dari 6.500 ibu tunggal yang berada di Indonesia dan luar negeri," kata Sagita Ajeng Daniari selaku PR and Partnerships of Single Moms Indonesia, dalam bincang virtual "Work - Life Balance Amidst The Pandemic: Creating Healthy and Equal Partnerships at Home" bersama Yayasan Pulih, Jumat (17/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
Misi komunitas ini, dikatakan Ajeng, adalah memberdayakan para ibu tunggal, tanpa judgement. Pasalnya, seorang ibu jadi orangtua tunggal dilatarbelakangi berbagai kondisi, mulai dari suami meninggal dunia, bercerai, maupun berdasarkan pilihan pribadi.
"Kami sangat menentang keras jugdement tentang stigma ibu tunggal Indonesia sangat khawatirkan," lanjutnya.
Ajeng mengungkap, besar harap pihaknya komunitas ini jadi "rumah" nyaman bagi para ibu tunggal, tanpa melihat latar belakangnya. Komunitas ini juga ingin melatih ibu tunggal jadi sosok yang cerdas dan berdaya.
"Status single mom sangat negatif di masyarakat, terutama di luar kota besar, sedangkan di kota besar sudah mulai teredukasi," kata Ajeng.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tantangan Para Ibu Tunggal
Ajeng menerangkan, "Kami berharap, dengan gerakan-gerakan dari komunitas kami, stigma negatif ibu tunggal bisa terkikis. Ini PR berat banget terutama di negara-negara berkembang."
Ia menjelaskan, ada beragam tantangan yang dihadapi ibu tunggal dalam menjalankan kembali kehidupannya. Dikatakan Ajeng, para ibu tunggal di komunitas ini belum semua bisa mengobati luka masa lalu.
"Terutama di masa pandemi, persentase ibu tunggal naik lebih dari 80 persen, baik karena perceraian, atau jadi ibu tunggal saat suami berpulang terlebih dahulu," katanya.
Ajeng mengatakan, "Tantangan yang paling utama adalah menerima diri sendiri sudah menjadi seorang ibu tunggal itu merupakan fase yang tidak mudah."
Advertisement
Dukungan
Di sisi lain, tantangan bagi para ibu tunggal juga datang dari segi finansial, terlebih jika awalnya adalah ibu rumah tangga. Tantangan lain yang dihadapi adalah kesiapan psikologis masuk ke industri profesional.
"Harus adaptasi, adaptasi dengan support system. Tidak dipungkiri, empati dari keluarga dan sahabat pun tidak sesuai harapan, belum lagi saat keluar rumah, tetangga-tetangga nyinyir dengan kalimat-kalimat yang seharusnya tidak dilontarkan," ungkapnya.
Lantas, dukungan apa yang bisa diberikan kepada ibu tunggal yang kembali bekerja? "Support paling utama, ngobrol dengan support system yang bisa menjaga anak di rumah. Komunikasikan apa kebutuhan-kebutuhan yang saat ini harus dihadapi sebagai ibu tunggal," terang Ajeng.
Komunikasi
Ia menjelaskan, tak sedikit ibu tunggal yang jadi tulang punggung keluarga, bukan hanya untuk anak, tetapi keluarga, adik, bahkan kakaknya. Ibu tunggal member komunitas ini disebutkan Ajeng ada yang menitipkan buah hati ke keluarga hingga penitipan anak.
"Day care jadi additional cost, mau enggak mau solusi juga untuk mereka. Ada juga mereka yang tidak bekerja atau buka usaha sendiri. Banyak sekali member kami yang mulai berdaya dan ambil banyak pekerjaan freelance, (supaya)Â bisa jaga anak dan bisa dapat pemasukan," kata Ajeng.
Ia mengungkap, "Salah satu program kami, SMI Kuliner, (berupa) program training untuk membuat brand mereka jadi banyak awareness, laku. Dari segi workshop psikologis, parenting, co-parenting untuk bisa berdamai dengan diri sendiri, mantan suami atau keluarga mantan suami program rutin kita lakukan, workshop intens, apa selanjutnya yang bisa kita lakukan."
Advertisement