Liputan6.com, Jakarta - Bukan hal yang tabu jika masyarakat Indonesia pada zaman dahulu menggunakan kain sebagai bawahan untuk pakaian sehari-hari. Namun, seiring perkembangan dunia fesyen di Indonesia, gerakan berkain semakin berkurang terutama di kalangan generasi Z dan Millenial.
Untuk mengatasi itu, Rifan Rahman selaku Direktur Swara Gembira bersama Oi selaku Pemrakarsa dan Pengarah Seni Swara Gembira melahirkan Komunitas bernama remaja nusantara atau wastra pada Juni 2017. Aksi itu sebagai gerakan dari kecintaan sekaligus keresahannya terhadap seni budaya di Indonesia.
"Kami merasa seni budaya Indonesia itu gagal untuk bisa menjadi budaya populer layaknya bagaimana seni budaya negara lain. Beberapa di antaranya seperti Bollywood yang ada di India, K-Pop di Korea, dan masih banyak lainnya. Mereka berhasil menjadikan seni budayanya itu jadi budaya populer yang dikonsumsi semua warganya dan bahkan seluruh dunia," ujar Rifan pada Liputan6.com, beberapa hari lalu.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Rifan, ada hambatan besar dari seni budaya Indonesia yang terlalu banyak menghabiskan untuk pelestarian saja. Namun, kurang adanya pengembangan agar relevan dengan citra atau kondisi masyarakat saat ini. Asosiasi seni budaya di Indonesia yang dirasa kaku, ketinggalan zaman. Faktor mistis juga jadi salah satu masalah.
"Kampanye ini dirasa penting karena kurangnya edukasi masyarakat yang membuat hidup perajin menjadi kurang sejahtera karena demand kain yang semakin menurun. Tidak hanya itu, brand Indonesia kalah saing dengan brand luar negeri di tengah akulturasi busana di tanah air," ucapnya.
Dengan begitu, tak usah heran jika generasi milenial dan gen Z mencampurkan beberapa gaya fesyen dari luar negeri dengan kain yang dililit jadi bawahan. Contohnya, dengan memadukan sneakers atau jaket Gucci. Namun, yang penting adalah mempertahankan ikat mengikat kain tanpa dijahit.
"Dengan berkain, generasia Indonesia bisa jadi desainer bagi diri mereka sendiri. Berkain itu jadi kampanye fashion yang paling sustainable. Laki-laki atau perempuaan yang gendut atau kurus juga tetap bisa menggunakan kain tanpa harus menyesuaikan size atau model dari kainnya," tambahnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dukungan Masyarakat
Kali pertama Swara Gembira melakukan kampanye gerakan berkain yaitu pada tiga tahun lalu yang belum berdampak bagi masyarakat. Setelah mencoba terus menerus, Swara Gembira berhasil memboyong generasi milenial dan gen Z untuk memilih menggunakan kain saat beraktivitas sehari-hari.
Selain itu, adanya dukungan dari figur publik, seniman, sekaligus kerabat terdekat yang kerap menjadi bintang tamu di kanal Swara Gembira. Dengan beragam dukungan itu ternyata membantu meramaikan kampanye memakai kain ini. Swara Gembira pun berhasil memviralkan kampanye dengan movement yang berkelanjutan.
"Yang awalnya tabu, sekarang sudah mulai berani tampil pede pergi ke mal dengan kain. Fokus Swara Gembira juga hanya generasi milenial dan Gen Z. Kami tidak berfokus untuk memperkenalkan kain ke orang dari negara lain karena kami tidak mau kalau kampanye berkain ini jadi eksotis nantinya," tambah Rifan.
Advertisement
Program Rutin Swara Gembira
Swara Gembira sendiri memiliki program rutin yang dibagi menjadi tiga program yang bisa diikuti oleh siapa saja dan terbuka untuk umum. Berikut rangkaian program Sawara Gembira berdasarkan keterangan kepada Liputan6.com.
1. Program Konten Digital
Swara Gembira berfokus untuk membuat beragam konten digital sebagai konten khusus yang istimewa. Salah satunya membuat sebuah lagu bergenre orkestra dengan tema yang membahas pergerakan berkain di kalangan remaja. Lagu itu akan melibatkan ratusan talent dari anggota komunitas remaja nusantara dan public figure yang sudah menjadi kerabat Swara Gembira.
2. Pesta Remaja dengan Kain
Selain itu, Swara Gembira juga membuat sebuah acara online yang sudah menjadi kegiatan rutin yaitu pesta dengan memakai kain. Semua remaja yang mengikuti pesta party itu harus mengenakan kain sebagai bentuk sosialisasi dari pecinta wastra sekaligus hiburan musik Indonesia.
3. Pesta Wastra
Program yang satu ini menjadi program terbesar dari Swara Gembira. Dalam program itu, terdapat pameran Wastra yang menampilkan kain buatan Swara Gembira dengan gaya modern sekaligus revolusioner. Selain itu, akan ada panggung hiburan musik dan workshop untuk membatik dan berkain.Â
4. Tantangan Sekaligus Harapan
Dibalik kesuksesan kampanyenya, Swara Gembira memiliki tantangan tersendiri. Contohnya seperti kurangnya daya dukung dari instansi pemerintah yang akhirnya kurang tersebar luas ke seluruh kota.
"Ditambah lagi behavior yang sulit untuk diubah dan kami tahu kalau perubahan itu membutuhkan banyak waktu. Apalagi saat ini banyak media atau ajang fashion bergengsi yang fokus mengembangkan koleksi terbaru. Jadi, tidak ada perubahan," ucap Rifan.
Padahal, berkain itu menjadi suatu perubahan sikap. Dengan begitu, mereka memiliki harapan agar semakin banyak masyarakat di Indonesia yang sadar kalau berkain itu tidak kaku dan kuno.
Usaha yang dilakukan Swara Gembira mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno. Sandiaga mendorong dunia usaha dan komunitas industri kreatif untuk terus berkarya dan saling berkolaborasi dalam melestarikan tradisi dan budaya Indonesia.
Menurutnya , dalam Weekly Press Briefing pada 21 Maret 2022, upaya ini dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional paska pandemi Covid-19. Salah satunya dapat dilihat dari kolaborasi kreatif yang dilakukan oleh Kemenparekraf bersama produsen serat viscose-rayon, Asia Pacific Rayon (APR) dan Swara Gembira.
Kolaborasi antarsektor ini diharapkan dapat semakin membumikan gerakan #IndonesiaBerkain. Kolaborasi tersebut menghasilkan karya kain batik tulis dengan motif terinspirasi dari sirkuit Mandalika, di Nusa Tenggara Barat dan logo G20 yang akan berlangsung di Bali di tahun 2022 ini. (Natalia Adinda)Â
Advertisement