Liputan6.com, Jakarta - Bertani atau menjadi petani mungkin belum banyak diminati masyrakat perkotaan, tapi belakangan ini mulai bermunculan pada petani kota atau petani urban di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta. Pandemi Covid-19 jadi salah satu bukti karena banyak orang mengisi waktu selama di rumah dengan berkebun.
Banyak masyarakat untuk memanfaatkan ruang terbatas di rumah untuk berkebun atau menanam tanaman, termasuk sayuran, untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga selama pandemi. Namun banyak yang menganggap, hidup di perkotaan seperti Jakarta, sangat jauh dari keasrian alam, termasuk berkebun dan bercocok tanam.
Pandangan itulah yang ingin diubah oleh Siti Soraya Cassandra, salah seorang pendiri dari Kebun Kumara. Pendirian Kebun Kumara didasari oleh keresahan wanita yang akrab disapa Sandra itu terhadap minimnya minat generasi muda di Indonesia untuk bertani.
Advertisement
Baca Juga
Bersama suaminya, adik, dan suami adiknya, Sandra mendirikan Kebun Kumara pada 2016. Harapannya, Kebun Kumara bisa menjadi wadah bagi generasi muda untuk memahami pentingnya bercocok tanam.
Sandra ingin mengajak masyarakat kota lebih dekat dengan alam, sambil menjalankan hidup sehat dengan cara sesederhana mungkin. Selain itu, adanya lahan berkebun maupun pertanian, bisa lebih menghijaukan kota apalagi di kota besar seperti Jakarta yang penuh dengan polusi.
Untuk memulai berkebun maupun bertani, istri dari Dhira Narayana ini kembali menegaskan kalau lahan tidak terlalu jadi masalah. Di lahan yang tidak terlalu luas atau sempit, kita tetap bisa berkebun.
Konsep berkebun atau pertanian diperkotaan yang biasa disebut urban farming tidak punya penerapan mutlak. "Urban farming bisa dibilang adalah berkebun di kota yang lahannya terbatas. Bisa dilakukan di halaman depan rumah, balkon apartemen, atap atau bahkan tembok sekalipun, kecil, besar, luas, sempit semua bisa disebut urban farming," ujar Sandra pada Liputan6.com.
Biasanya tanaman yang dipilih adalah bumbu dapur, sayur mayur dan buah-buahan, karena bisa untuk pemenuhan kebutuhan pangan sekaligus menghias rumah. "Ada tiga hal utama untuk berkebun di lahan terbatas, pertama optimalkan pemanfaatan ruang. Kedua, pilih pot yang ukurannya ideal dengan lahan kita. Yang ketiga, maksimalkan daya tampung pot tanaman kita, karena satu pot bisa ditanam beberapa jenis tanaman," ungkap Sandra.
Meski begitu, ada sejumlah tantangan dan hambatan yang dihadapi para petani kota dalam usaha bertani mereka di era milenial ini dan bagaimana mereka mengatasi permasalahan tersebut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minat Generasi Muda
"Yang paling utama di era milenial terutama yang tinggal di daerah perkotaan adalah berkurangnya lahan pertanian. Selain itu masih lemahnya program peningkatan kompetensi para petani muda," terang Yosep Mulyana, seorang petani anggur di kawasan Garut, Jawa Barat pada Liputan6.com, Sabtu, 2 April 2022.
Yosep sendiri mengaku menjadi petani karena baginya itu bukan pilihan tapi kebutuhan. Ia sempat kesulitan mencari pekerjaan lain dan pekerjaan terakhir yang bisa dipilih adalah jadi petani.
Ia kemudian memilih berbagai macam tanaman seperti cabai, tomat, padi dan anggur impor. Pilihannya tidak salah karena Yosep termasuk petani kota yang sukses. Ia pun melihat minat generasi muda untuk menjadi petani masih sangat kurang.
"Untuk menumbuhkan minat bisa dengan memberi pelatihan secaa terstruktur dan tersistem. Pemerintah juga harus bisa menyiapkan pasar bagi hasil pertanian, dan harus bisa menjamin harga apapun komoditas yang kita tanam," ucap Yosep.
Ia menambahkan, di era melineal ini dan di saat situasi sekarang, menjadi petani sangat menjanjikan. "Itu pun kalau pemerintahnya mendukung penuh terhadap pertanian," lanjutnya.
Advertisement
Tantangan dan Hambatan
Yosep mengusulkan, kalau bisa para petani yang biasanya mendapatkan subsidi pupuk, benih dan lain-lain sebaiknya dicabut saja, dan dipindahkan ke subsidi pasca panen. "Jadi beli hasil panen kita dengan harga yang layak dan jamin harga apapun yang kita tanam. Dengan itu kami para pemuda semakin semangat menekuni dunia pertanian," terangnya.
Yosep sendiri sukses membudidayakan bibit tanaman anggur impor di Kota Garut. Memiliki dasar sebagai petani holtikultura, pengusaha furnitur asal Garut ini, akhirnya banting setir mendalami budi daya salah satu buah jenis tanaman merambat tersebut.
Menggunakan lahan pekarangan depan hingga belakang rumah dengan luasan tak seberapa, ia mulai menyusun untuk mengembangkan budi daya bibit tanaman anggur tersebut secara optimal. Yosep menambahkan, selain memiliki nilai jual yang cukup tinggi, budidaya tanaman anggur dinilai cocok bagi petani yang menyenangi pola tanam dengan sistem panen cukup lama.
Potensi di bidang pertanian juga diyakini oleh petani muda lainnya, Reza Mulyana. Menurut pria 27 tahun ini, memang ada tantangan dan hambatan di bidang pertanian. Beberapa di antaranya, sektor pertanian belum banyak mengarah di bidang digital yang sebenarnya bisa membuat pertanian jadi lebih efisien.
Petani seharusnya juga bisa menjadi ahli bibit, pupuk, insektisida dan ternak agar bisa lebih terintegrasi. "Hambatan lainnya adalah masih lemahnya mindset, mental dan fisik para petani urban termasuk petani muda. Padahal potensi di dunia pertanian ini sangat luas baik dari segi ilmu, inovasi dan sosial," tutur Reza pada Liputan6.com, Sabtu, 2 April 2022.
Fokus Jadi Petani
Petani yang menanam jeruk, alpukat, dan pepaya ini mengusulkan agar generasi muda diiming-imingi dengan keuntungan tinggi kalau mereka mau serius fokus menjadi petani. "Saya yakin pasti banyak yang minat jadi petani, karena memang potensinya sangat besar, karena populasi manusia meningkat dan tentunya konsumsi juga akan meningkat," tutur Reza.
Ia menambahkan, sejauh ini pemerintah daerah Garut sangat mendukung para petani baik dengan program-program kerjanya dan juga kebijakannya.
"Saya kurang tahu di komoditi yang lain apakah potensinya sama. Yang jelas, saya berharap pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa seharusnya melibatkan UMKM daerah sendiri, agar perputaran uangnya di daerah sendiri, tidak di daerah yang lain," sambungnya.
Menurut Reza, petani di Indonesia sudah didoktrin oleh korporasi (perusahaan raksasa), yang mengakibatkan ketergantungan, seperti ketergantungan bibit, pupuk dan insektisida. Karena itu, petani milenial harus punya people power. Mereka harus punya kekuatan sendiri agar tidak terlalu bergantung pada pihak lain.
Advertisement
Potensi Kawasan Pertanian
Reza sendiri sudah sejak lama menggeluti usaha di bidang pertanian. Darah agraria yang diwariskan keluarga, menuntunnya tetap bersama alam mengembangkan pertanian.
Ribuan bibit tanaman jenis buah mulai alpukat, jeruk Garut (Siem, Garut, trigas), duren, petai, pepaya, dan buah lainnya berhasil dibudidayakan dengan cemerlang di kebun percobaan miliknya yang berada di pelataran rumah seluas sekitar setengah hektare persegi. Bahkan, dia mampu menjadikan bibit avokad varietas
Sindangreret menjadi salah satu avokad unggulan Indonesia sejak 2010 lalu. Menurutnya, potensi untuk mengembangkan kawasan agraris sangat terbuka lebar bagi petani milenial atau muda saat ini.
Namun, tentunya hal itu mesti dibarengi komitmen kuat dari generasi milenial untuk mengembangkan ke depan. Besarnya potensi pertanian terutama penangkaran, Reza mengajak generasi milenial untuk kembali ke alam mengembangkan potensi kawasan pertanian yang begitu menjanjikan.
Perlawanan Satu Dekade Petani Kendeng
Advertisement