Liputan6.com, Jakarta - Istilah cokelat couverture bisa dibilang belum familiar didengar mayoritas orang Indonesia. Namun, nyatanya produk cokelat berkualitas tinggi ini sudah mampu diproduksi oleh produsen lokal. Apa itu cokelat couverture?
Brand Executive Embassy Chocolate, Karina Andjani Putri menjelaskan bahwa cokelat couverture adalah produk cokelat yang mengandung lemak kakao minimal 31 persen. Kadarnya lebih tinggi dari cokelat compound yang minimal 18--20 persen dan mengandung emulsi lain.
Advertisement
Baca Juga
Besaran kandungan lemak kakao ini memengauhi fluiditas dan keserbagunaan cokelat. Couverture bisa diaplikasikan mulai dari confectionary seperti praline atau chocolate bar, filling dalam produk roti, saus cokelat, hingga krim pastry, dengan beragam cita rasa, dari manis hingga gurih.
Kandungan lemak kakao yang tinggi ini juga memengaruhi harga. Tak heran, peminatnya adalah para pelaku usaha makanan premium dan pecinta cokelat sejati.Â
"Tren sekarang lidahnya makin premium. Bila cokelat biasa teksturnya waxy, couverture lebih smooth di mulut. Belum banyak produsen couverture di Indonesia," Karina menerangkan di sela The Embassy Chocolate Dining Experience bersama Amuz Gourmet Restaurant di Jakarta, pertengahan Maret 2022.
Itu pula yang berusaha ditunjukkan lewat pengalaman fine dining siang itu. Total tujuh menu dihidangkan yang tak semuanya hadir dalam cita rasa manis, tetapi juga didominasi dengan rasa gurih.Â
Menu dibuka dengan Amuse Bouche, semacam krim jamur yang ringan yang memanfaatkan cokelat putih produksi Embassy dengan kadar kakao 33 persen. Teksturnya yang ringan pas untuk menghangatkan perut dan membuka ruang untuk menu selanjutnya.
Zen White Chocolate juga dimanfaatkan sebagai saus pada menu salmon Norwegia yang dipanggang dengan oven. Penambahan cokelat putih ke dalamnya memberi sedikit rasa manis dan creamy ke dalamnya.Â
Sementara, dark chocolate couverture 75 persen dimanfaatkan untuk membuat saus bagi steak tenderloin. Rasa pahit dari cokelat memperkaya rasa daging yang kental dengan lada hitam. Ditambah dengan puree wortel dan sumsum tulang, menu ini memaksimalkan iai perut saya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Chocolate Blend
Karina menjelaskan produk couverture sebenarnya sudah ada sejak tahun 2002, tetapi baru dibuat lebih spesifik pada 2018. Brand-nya muncul dengan nama Embassy, mengganti nama Tulip Embassy.
Total ada tujuh jenis produk yang dihasilkan dengan kadar kakao yang berbeda-beda, mulai dari hitam, susu, dan putih. Hal itu mengingat kebutuhan industri akan cokelat couverture juga beragam.
Pihaknya sengaja membuat chocolate blend sebagai upaya mempertahankan keberlanjutan. Pasalnya, biji cokelat yang digunakan mayoritas didatangkan dari luar negeri. Dengan kadar kakao yang bisa berbeda setiap waktu karena dipengaruhi iklim dan cuaca, produksi chocolate blend dianggap bisa menghasilkan produk yang standar.
"Bean-nya agak sama, kita adjust secara produksi. Mesin kita kebanyakan didatangkan dari Eropa. Teknologinya tingkat tinggi," sambung Karina.
Â
Advertisement
Produksi Lokal
Chef Louis Tanuhadi, executive pastry chef sekaligus konsultan Embassy menambahkan bahwa produksi chocolate blend juga dimaksudkan untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen di Indonesia. Produk itu dianggap bisa mempertahankan kualitas dan harga. Terlebih, makin sedikit perkebunan cokelat lokal yang masih bertahan saat ini.
"Setahu saya, Indonesia sekarang ini di nomor 7 atau 8 sebagai produsen kakao di dunia. Bukan lagi di nomor 3, menurut data Kementerian Perindustrian," ucap Louis.
Tak heran bila produsen Embassy mengimpor dari luar negeri, seperti Amerika, Asia, dan Afrika. Bahan baku yang bagus itu juga masih harus mengalami proses yang tepat. Semua tahapan harus benar agar aroma asli kakao bisa keluar.
"Kalau roasting salah, selesai (rusak). Proses sangrainya salah, selesai. Lalu conching, ngaduknya perlu berapa lama. Conching itu kakao diaduk tanpa pemanasan hingga aromanya keluar. Kelamaan ngaduk stres, enggak bikin cokelat juga stres," imbuhnya.
Â
Barang Mewah
Louis meyakini, cokelat pada akhirnya akan kembali ke status awalnya, yakni sebagai barang mewah. Ia melihat indikasinya dari banyaknya perkebunan cokelat yang beralih menjadi komoditas lain, seperti sawit.
Pasalnya, merawat cokelat tidak semudah sawit. Peminatnya juga terbatas pada kalangan tertentu. Situasi serupa juga terjadi di berbagai kawasan, seperti Afrika yang mengubah kebun cokelat menjadi peternakan, atau Thailand dan Vietnam yang mengubahnya jadi ladang sayur.
"Masa depan itu ditentukan oleh daging dan sayur. Makanya, cokelat harganya makin lama makin melambung karena yang produksi makin sedikit," kata Louis.
Advertisement