Sukses

Perempuan Amerika Sempat Membenci Tubuhnya Usai Turunkan Berat Badan 152 Kilogram

Perempuan Amerika itu mengaku mengalami masalah berat badan sejak dini.

Liputan6.com, Jakarta - Memiliki berat badan yang stabil dan sehat menjadi impian semua orang. Hal tersebut juga dialami Anna, seorang ibu dari New Jersey, Amerika Serikat.

Sebelumnya, ia diklasifikasikan sebagai obesitas tidak sehat. Karena itu, penurunan berat badan dipandang sebagai solusi yang baik, dilansir dari laman The Sun, Rabu, 6 April 2022. Namun, tak disebutkan berapa berat badan perempuan itu.

Anna yang berusia 28 tahun itu memiliki masalah dengan ukuran tubuhnya sejak masih muda. "Anna telah berjuang dengan berat badannya sejak dia berusia sekitar empat tahun," ungkap ibunya, yang tak disebutkan namanya.

Tidak peduli apa yang pihak keluarga lakukan atau dokter apa yang mereka temui, kondisi tubuh Anna terus bertambah besar dan makin besar. "Itu sangat membuat frustrasi bagi kita semua," tambahnya.

Kondisi tersebut membuat Anna menderita secara fisik dan mental. Ia kemudian memilih untuk menjalani operasi penurunan berat badan. "Penurunan berat badan saya pada awalnya lambat, tetapi kemudian berjalan cukup membantunya," Anna berkata.

Namun, ketika dia akhirnya berhasil menurunkan berat badannya hingga 152 kilogram sesuai yang diinginkannya, perempuan itu justru mengalami kesedihan. Hal itu terjadi karena dia memiliki begitu banyak kelebihan kulit hingga bergelambir. 

"Saya merasa menjijikkan dan saya membenci tubuh saya. Semua orang bisa melihat kulit di lengan saya bergetar maju mundur dan melihat paha saya bergoyang," ia mengeluh.

Kelebihan kulit itu berada lebih dari satu area di perutnya yang menggantung. "Saya merasa itu terlihat seperti daging hamburger," ucapnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Menghilangkan Kelebihan Kulit Tubuh

 

Faktanya, Anna sangat membenci tubuhnya sehingga sama buruknya dengan ketika dia berusia 24 tahun. Anna akhirnya memutuskan menghilangkan kelebihan kulit di sekitarnya.

Ia pun senang dengan kondisi tubuhnya sekarang. "Saya benar-benar kagum dengan penampilan tubuh saya sekarang," katanya.

Sang ibu menceritakan bahwa dia sekarang bisa pergi keluar dan bersenang-senang dengan putrinya. Ia tidak lagi malu terlihat dalam pakaian renang. 

Sementara, putrinya juga senang dengan perubahan berat badan Anna. Dia juga tak segan-segan memamerkan penampilan barunya kepada keluarga besarnya.

3 dari 4 halaman

Prediksi Jumlah Orang Kelebihan Berat Badan

Kelebihan berat badan bukan masalah sepele. Sebuah studi yang dilakukan para ahli dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, organisasi riset yang berbasis di Jerman, memprediksi empat miliar manusia di dunia akan mengalami masalah tersebut pada 2050. Dari empat miliar itu, 1,5 miliar di antaranya diperkirakan mengalami obesitas, sementara 500 juta orang berada di ambang kelaparan.

Penelitian pada 2020 itu dirangkum dalam laporan bertajuk "Kelaparan, kekenyangan dan kesia-siaan: Kajian baru mengungkapkan konsekuensi dari dekade transisi nutrisi global."Penelitian ini berfungsi sebagai peringatan bagi umat manusia akan datangnya kesenjangan antara permintaan makanan dan dampaknya terhadap lingkungan.

Seiring dengan prediksi ini, dikutip dari Science Daily, mereka juga meramalkan akan terjadi peningkatan besar limbah makanan di dunia. Studi ini dilakukan setelah para peneliti meluangkan waktu untuk melihat perubahaan kebiasaan makan global antara 1965-2100.

Para peneliti itu menggunakan model open-source yang memprediksi seberapa banyak permintaan makanan dapat dikaitkan dengan faktor-faktor seperti pertumbuhan populasi, penuaan, peningkatan tinggi badan, pertumbuhan indeks massa tubuh, penurunan aktivitas fisik, dan peningkatan limbah makanan.

 

 

4 dari 4 halaman

Buang Makanan

Secara global, semakin banyak orang yang memilih untuk mengandalkan produk makanan olahan dan bahan makanan lain yang tinggi gula dan lemak. Pola makan hewati juga menjadi tren melampaui pola makan nabati. Namun, produksi makan seperti itu telah menghabiskan tiga perempat air tawar dunia dan sepertiga dari tanahnya. Itu sekaligus menyumbang sepertiga dari emisi gas rumah kaca.

Studi tersebut juga menemukan bahwa seiring dengan peningkatan ketimpangan dan pemborosan makanan, seperti makanan yang dilabeli tak dikonsumsi karena kurangnya ruang penyimpanan atau membeli berlebihan, sekitar setengah miliar orang akan mengalami kekurangan gizi.

"Ada cukup makanan di dunia, masalahnya adalah orang-orang termiskin di planet kita tidak memiliki pendapatan untuk membelinya. Dan di negara kaya, orang tidak merasakan konsekuensi ekonomi dan lingkungan dari membuang-buang makanan," kata Prajal Pradhan, rekan penulis dari PIK, dikutip dari kanal Citizen Liputan6.com.

Jika segala sesuatunya terus berlanjut seperti sekarang ini, Bumi mungkin tidak dapat lagi menopang kebutuhan hidup manusia. Di saat bersamaan, manusia kaya juga akan mengecewakan 500 juta orang yang membutuhkan makanan hanya untuk bertahan hidup.