Liputan6.com, Jakarta - Jepang berencana "mencabut larangan masuk di 106 negara," menurut pernyataan pemerintah negara itu, Rabu, 6 April 2022. Keterangan ini menyebabkan kebingungan di media sosial dan disebut memberi harapan palsu bahwa turis akan segera diizinkan masuk ke Negeri Sakura, menurut Japan Times, Kamis (7/4/2022).
"Pada kenyataannya, tidak akan ada perubahan siapa yang bisa masuk ke Jepang,” kata seorang pejabat Kementerian Kehakiman Jepang. "Tidak akan ada orang baru yang bisa masuk ke Jepang sebagai akibat dari perubahan ini."
Advertisement
Baca Juga
Artinya, pelajar asing, peneliti, dan pelancong bisnis yang telah diizinkan masuk ke Jepang sejak 1 Maret 2022 akan terus dapat memasuki negara itu. Namun demikian, harus digarisbawahi bahwa turis tetap dilarang masuk.
Kasus terbaru menggambarkan betapa sulitnya menavigasi kata-kata birokrasi Jepang tentang pembatasan masuk, yang telah menyebabkan kebingungan selama pandemi COVID-19. Dalam pernyataan Biro Keamanan Nasional Kantor Kabinet Jepang, yang juga diunggah di situs web Kementerian Luar Negerinya, pemerintah mengatakan akan mencabut larangan masuk dari 106 negara.
Kementerian Kehakiman Jepang telah melarang masuknya orang asing dari negara-negara di mana Kementerian Luar Negeri mereka mengeluarkan peringatan perjalanan tentang penyebaran penyakit menular. Pengecualian aturan ini adalah dalam kasus, seperti pasangan warga negara Jepang.
Peringatan berkisar dari level satu (rendah) hingga empat (tinggi). Jika suatu negara ditetapkan sebagai level tiga atau lebih tinggi, Kementerian Kehakiman Jepang secara otomatis melarang kedatangan orang dari negara-negara tersebut, dan sebaliknya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Latar Belakang Penetapan Aturan Terbaru
Menurut pejabat Kementerian Kehakiman Jepang, revisi aturan terbaru didasarkan pada Kemlu menurunkan tingkat siaga 106 negara itu pada 1 April 2022. Namun, karena Kemlu masih membatasi penerbitan visa di kedutaan besar di luar negeri, Jepang akan terus membatasi siapa yang bisa masuk ke wilayah mereka.
Negeri Matahari Terbit menutup perbatasannya untuk turis asing pada April 2020, dan baru-baru ini dibuka kembali untuk pelajar, akademisi, dan pekerja asing. Saat ini, ada batas harian tujuh ribu kedatangan dari luar negeri, meski pemerintah berencana menaikkannya jadi 10 ribu per hari mulai pekan depan.
Langkah Jepang ini sebenarnya berbanding terbalik dengan banyak negara, termasuk Indonesia, yang mulai membuka perbatasan mereka dengan kehati-hatian. Keputusan itu disebut berisiko membuat Jepang tidak terlihat, bahkan terancam hilang dari pikiran puluhan juta turis yang tercatat berkunjung ke sana sebelum pandemi.
Jepang, yang dulunya merupakan "destinai terpencil turis" yang menarik hanya 5 juta pengunjung pada 2003 kemudian mengalami lonjakan. Kunjungan wisatawan mancanegara membengkak jumlahnya jadi lebih dari 30 juta pada 2019.
Advertisement
Belum Ada Perkiraan Tanggal
Siklus wisatawan yang menarik investasi di Jepang pun berlangsung, yang kemudian menarik lebih banyak pelancong. Pengeluaran asing melonjak, department store menambahkan staf berbahasa Cina, Korea, dan Inggris, serta konstruksi hotel berkembang pesat.
Sekitar 40 juta pengunjung diharapkan pada 2020, ketika Olimpiade Tokyo direncanakan. Namun, hanya 4 juta yang datang sebelum gerbang ditutup karena pandemi. Olimpiade pun datang dan pergi pada 2021, bahkan tanpa penonton domestik.
Kini, Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida belum menyebut bahkan tanggal potensial kapan turis mungkin kembali ke negara tetangga Korea Selatan tersebut. Seperti banyak langkah COVID-19 di negara lain, kontrol perbatasan yang ketat pernah terjadi di Jepang.
Pendekatan hati-hati Jepang terhadap pandemi telah dibenarkan, terlebih mengacu pada catatan lebih sedikit kematian akibat COVID-19 dalam dua tahun sejak pandemi daripada yang dilihat AS pada Maret 2022. Namun, kini langkah pemerintahnya dikritisi senior editor Bloomberg News, Gearoid Reidy, "tidak lagi jelas menunggu apa."
Merujuk Jajak Pendapat
Catatan vaksinasi COVID-19 di Jepang disebut baik, dengan lebih dari 80 persen dari mereka yang berusia 65 tahun atau lebih telah disuntik. Tidak seperti China, Jepang tidak pernah berusaha mengejar strategi nol COVID.
Salah satu alasan pelarangan itu tetap ada adalah, efektif atau tidak, kontrol perbatasan sangat populer. Jajak pendapat NHK bulan lalu menemukan kurang dari sepertiga mendukung pembukaan perbatasan lebih lanjut.
Tapi, bahkan sebelum pandemi, orang Jepang tidak pernah terpikat dengan gagasan jadi "surga wisata dunia." Pertempuran utama dalam kampanye wali kota Februari 2020 di Kyoto adalah masalah pariwisata yang berlebihan, dengan penduduk yang muak dengan pelancong yang membuang sampah sembarangan dan didorong kenaikan harga tanah.
Di tempat lain, pemerintah daerah telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan apartemen sebagai tempat listing Airbnb. Kishida peka terhadap jajak pendapat dan sadar akan pemilihan musim panas yang akan datang. Tapi, manfaat dari tetap tertutup dipertanyakan.
Setahun lalu, ketika dunia masih berharap vaksinasi dapat mengakhiri pandemi, Jepang ada dalam mode menunggu. Tapi sekarang dikatakan tidak ada penghapusan aturan pembatasan akibat COVID-19.
Wisatawan asing yang divaksinasi penuh, terutama dari negara-negara dengan kasus per kapita lebih sedikit dari Jepang, membawa sedikit risiko tambahan. Jika ada, mereka disebut bisa saja mengambil kembali pendekatan pencegahan populer, seperti memakai masker.
Advertisement