Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan kebaya sampai saat ini menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan bagi penikmat kebaya. Alasannya karena pemakaian kebaya tidak dituntut sesuai pakem seperti di masa lalu.
"Kalau dulu, kita menggunakan kebaya kalau tidak memakai kain batik di bawahnya itu seperti merasa ada gangguan kejiwaan. Artinya, orang seperti melihat ke saya saja karena memakai kebaya tidak memakai kain batik," kata Ketua Program Studi Tata Busana Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Wesnina, M.Sn, saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 9 April 2022.
Advertisement
Baca Juga
Namun, perkembangan kebaya zaman sekarang penikmat kebaya bisa menggunakan dengan bawahan apapun. Mereka bisa mengenakan celana, kulot, rok, sudah boleh. Sampai-sampai DKI Jakarta pun mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang kebaya.
"Para karyawan di Pemda DKI mengenakan kebaya setiap Kamis. Dengan demikian, industri kebaya sekarang menajdi berpengaruh sangat pesat dengan adanya Perda itu. Hal itu berdampak pada ekonomi, budaya, dan penikmat kebaya juga jadi lebih enjoy," ujar pengajar Sejarah Perkembangan Mode Busana Tradisional Indonesia di UNJ.
Wesnina berkata, berdasarkan sejarahnya, kebaya merupakan pakaian tradisional Indonesia yang sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Masyarakat saat itu sudah mengenakan kebaya.Â
"Kalau dikatakan kebaya is Java, memang iya. Tetapi mengapa kebaya milik Indonesia? Karena di Indonesia ada paling sedikit lima jenis kebaya, seperti kebaya jawa, kebaya sunda, kebaya bali, kebaya manado, dan kebaya sumatra selatan," ungkap alumnus Pascasarjana Program Studi Desain di ITB.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebaya Ada Sejak Zaman Majapahit
Wesnina mengungkapkan jauh sebelum Indonesia merdeka, kebaya sudah ada sejak zaman Majapahit. Bahkan di Jawa itu banyak petani yang masih mengenakan kebaya dengan bahan katun biasa.
"Sementara di kalangan raja-raja dulu itu kebaya yang mereka kenakan berbahan beludru, satin. Itu yang membedakannya," tutur Wesnina.
Wesnina tak setuju adanya anggapan bahwa kebaya terinspirasi dari budaya Portugis dan asimilasi dari budaya lain. Pasalnya, kebaya sudah sangat lama ada di Indonesia.Â
"Saya pernah meneliti saat menyelesaikan studi S2 dengan mewawancarai arkeolog dari UI yang menyebutkan bahwa kebaya sudah ada sejak zaman Majapahit. Buktinya, kebaya itu ada di relief di sebuah candi, ada patung berkebaya dengan bawahan batik motif kawung," tutur Wesnina.
Berbeda dengan Malaysia, kebaya mereka terinspirasi dari Kebarung atau kebaya baju kurungyang terinspirasi dari kebaya sumatra selatan. Bentuknya slim, tetapi lengannya lebar.Â
"Jadi, tidak ada kebaya di Malaysia itu dengan lengan slim. Kebetulan saya S3 di Malaysia, saya sempat mengatakan di sana bahwa kebaya kamu itu terinspirasi dari Sumatra Selatan," tegas Wesnina.
Bicara soal kebaya, Malaysia tidak mempunyai data selengkap Indonesia. Wesnina mengatakan jika ia bicara soal sumatra selatan, ada bukunya.
"Di sana itu ada kebaya dengan bentuknya yang panjang, tapi bentuknya ada belahan di tengah, seperti kebaya sekarang, tapi lengannya lebar. Itu yang menjadi inspirasi mereka," ucap Wesnina.
Advertisement
Identitas Indonesia
Kebaya meluas tak hanya di negara tetangga, tapi juga dikenal di luar negeri. Karena kebaya sudah menjadi identitas Indonesia.
"Semua istri kepala negara Indonesia itu semuanya berkebaya. Tidak ada yang tidak mengenakan kebaya. Tidak ada satu negara pun yang mengenakan kebaya selain Indonesia. Karena kebaya itu sudah jadi identitas Indonesia. Apakah istri (Perdana Menteri) Malaysia mengenakan kebaya? Tentu tidak. Dia mengenakan baju kurung dan kalung mutiara," urai alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini.
"Dewi Soekarno mengenakan kebaya, Ibu Tien juga mengenakan kebaya, Ibu Shinta Nuriyah juga berkebaya. Jadi, tidak ada istri kepala negara Indonesia yang tidak mengenakan kebaya saat menghadiri acara resmi," ia menambahkan.
Sebagai identitas Indonesia, Wesnina berharap kebaya semakin berkembang dan makin luas dikenakan oleh masyarakat. Namun, secara pribadi ia mengatakan kebaya kian berkembang karena tidak ada pakem yang ketat.
"Saya lihat remaja-remaja banyak yang pakai kebaya dengan kain lilit-lilit sampai bawah. Saya melihat tidak ada masalah yang berarti yang dihadapi industri kebaya di Indonesia," Wesnina berkata. "Jadi, berjalan beriringan dengan fesyen lain."
Â
Repot Versus Happy
Ia kembali mengatakan, dulu orang mengenakan kebaya tanpa mengenakan wiru, maka ia seperti akan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat. "Kalau sekarang, orang mengenakan kebaya di kereta, cuek aja. Nggak merasa risih," ucap perempuan yang akrab disapa Nina. "Siapa takut!' serunya.
Dulu, saat orang diminta mengenakan kebaya, tentu yang terbayang repot. Namun, sekarang saat diminta berkebaya, mereka akan happy saja.Â
"Mengenakan kebaya saat dulu, itu repot. Kalau sekarang memakai kebaya happy saja, repot versus happy," Wesnina mengistilahkan. "Jadi, tidak ada kemunduran dalam industri kebaya hingga terkenal sampai saat ini."Â
Nina menegaskan kalau ada negara yang ingin menjadikan kebaya sebagai warisan budaya dunia, tentu mereka tidak cukup bukti, kecuali Indonesia. "Kita lengkap data tentang kebaya," ujar dia.
Advertisement